Polisi Ancam Jemput Paksa, Ini Kata Kuasa Hukum Ketum PA 212

Selasa, 19 Februari 2019 - 20:32 WIB
Polisi Ancam Jemput Paksa, Ini Kata Kuasa Hukum Ketum PA 212
Ketum PA 212 Slamet Maarif terancam dijemput paksa jika kembali mangkir dari panggilan ketiga terkait kasus pelanggaran pemilu. FOTO/iNews
A A A
JAKARTA - Ketua Umum Persaudaraan Alumni (PA) 212 , Slamet Maarif dua kali mangkir dari panggilan Polda Jawa Tengah untuk pemeriksaan sebagai tersangka kasus pelanggan pemilu. Jika pada panggilan ketiga kembali tidak hadir, maka penyidik berwenang untuk melakukan penjemputan paksa.

"Kalau tiga kali tidak hadir, penyidik memiliki wewenang untuk melakukan penjemputan kepada tersangka untuk dimintai keterangan," kata Kepala Biro Penerangan Masyarakat Mabes Polri Brigjen Dedi Prasetyo seperti dikutip dari Seputar iNews Sore iNews TV, Selasa (19/2/2019).

Dedi berharap Slamet Maarif kooperatif dan memenuhi panggilan penyidik Polres Surakarta. (Baca Juga: Flu dan Darah Tinggi, Ketum PA 212 Batal Diperiksa di Polda Jateng)

Kuasa hukum Slamet Maarif, Ahmad Michdan menyatakan bahwa ketidakhadiran kliennya dalam panggilan kedua pemeriksaan di Polda Jateng pada Senin (18/2/2019) karena sakit. Menurutnya, Slamet Maarif sudah berada di Semarang, Minggu (17/2/2019) sore.

"Namun pada pagi harinya, sebelum ke Polda, saya ketemu beliau, beliau kelihatan agak pucat. Flu berat. Saya katakan ke dokter dulu saja. Setelah ke dokter, tensinya juga tinggi dan diharuskan istirahat 3 hari," tutur Ahmad Michdan kepada iNews TV.

Dia menegaskan bahwa tidak ada niat Slamet Maarif mangkir dari panggilan Polda Jateng. Sebelumnya, pada panggilan pertama, Rabu (13/2/2019), penyidik tidak berkoordinasi dengan kuasa hukum sehingga Slamet Maarif tidak bisa hadir karena posisinya berada di Bima, Nusa Tenggara Barat (NTB).

"Kita sudah siapkan di hari Jumat (15/2/2019), tapi ternyata panggilannya di hari Senin (18/2/2019)," katanya. (Baca Juga: Ketum PA 212 Batal Diperiksa, Polisi Pelajari Langkah Selanjutnya)

Menurut Ahmad Michdan, upaya penjemputan paksa adalah langkah berlebihan dari kepolisian. Sebab, dalam aturannya, jika penyidik telah menemukan indikasi kuat adanya pidana pemilu bisa langsung mengirimkan berkas ke kejaksaan. Selanjutnya bisa disidangkan in absentia.

"Jadi tidak harus dihadiri (tersangka). Nggak bener harus dijemput segala macem, itu berlebihan," katanya.

Ahmad Michdan mencontohkan artis Mandala Shoji, caleg DPR RI dari PAN yang dilaporkan melakukan pelanggaran kampanye. Setelah dijadikan tersangka lalu menjadi terdakwa, Mandala Shoji tidak hadir dalam persidangan. "Namun begitu diputus inkrah, kemudian baru dieksekusi," ujarnya.
(amm)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 2.2114 seconds (0.1#10.140)