Tokoh Lintas Agama Sebut Menjaga Kerukunan Itu Mahal Harganya

Minggu, 17 Maret 2019 - 15:54 WIB
Tokoh Lintas Agama Sebut Menjaga Kerukunan Itu Mahal Harganya
Tokoh lintas agama Romo Aloys Budi Purnomo saat tampil dalam gelaran Apel Kebangsaan di Lapangan Simpang Lima, Semarang, Minggu (17/3/2019). FOTO/SINDOnews/AHMAD ANTONI
A A A
SEMARANG - Menjelang Pemilu 2019 atau sebagian orang menyebut tahun politik, banyak celah yang dimanfaatkan beberapa pihak untuk memecah persatuan kesatuan bangsa melalui ujaran kebencian, berita hoaks, palsu dan perang argumentasi saling menjelekkan satu sama lain.

Menurut tokoh lintas agama, Romo Aloys Budi Purnomo, gelaran Apel Kebangsaan bertajuk Kita Merah Putih yang melibatkan seluruh elemen, seperti santri, pramuka, linmas, petani, nelayan, pelajar, seniman, mahasiswa, tokoh lintas agama, kelompok difabel dan artis nasional, menjadi bentuk untuk menjaga kerukunan.

"Harga menjaga kerukunan itu memang mahal harganya, bahkan mempertaruhkan jiwa raga perasaan. Namun, juga perlu diutamakan belarasa dan solidaritas terutama kepada mereka yang kecil, lemah, miskin, tertindas dan difabel (KLMTD). Maka, selain selebrasi kebersamaan dalam rangka menjaga kerukunan, perlu pula aksi belarasa dan solidaritas," kata Romo Budi sebelum tampil dalam Apel Kebangsaan di Simpang Lima, Semarang, Minggu (17/3/2019). (Baca Juga: Hadiri Apel Kebangsaan, Tokoh Nasional Serukan Pentingnya Jaga NKRI)

"Konkretnya, misalnya, ada anggaran untuk praksis belarasa. Contoh, untuk mendukung pendidikan, atau bahkan dialokasi untuk keluarga-keluarga yang beberapa waktu lalu jadi korban teror pembakaran mobil dan motor. Dengan demikian ada keseimbangan antara selebrasi dan aksi dalam rangka menjaga kerukunan kita berbasis belarasa dan solidaritas," katanya.

Pastor Kepala Reksa Pastoral Kampus Unika itu menerangkan, peneguhan komitmen atas kecintaan terhadap Pancasila dan NKRI dalam kehidupan sehari-hari tampak dalam beberapa hal. Pertama, semakin beriman apa pun agamanya, semakin peka pada kebutuhan sesama. Kedua, dari iman yang kuat lahirlah sikap hormat dan menghargai sesama manusia dalam sikap yang adil dan beradab. Ketiga, hidup rukun dengan tetangga walau berbeda hingga terwujudlah persatuan Indonesia. Keempat, kalau ada masalah, duduk bersama, musyawarah.

"Jangan kedepankan konflik tapi rekonsiliasi. Akhirnya, peradaban kasih bagi masyarakat yang sejahtera, adil, bermartabat dan beriman kian terwujud di tengah kita," katanya.

Sedangkan kearifan lokal yang bisa menjadi cara untuk meneguhkan komitmen ber-Pancasila, yakni dengan menghidupkan lagi gotong royong, ramah tamah, guyub rukun. Apalagi, kekayaan seni budaya lokal begitu banyak perlu dirawat dan direvitalisasi dalam rangka pemberdayaan. (Baca Juga: Apel Kebangsaan di Semarang, Slank Suarakan Gerakan Tendang Hoaks)
(amm)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 7.3526 seconds (0.1#10.140)