Herman Andikara, Taekwondoin Indonesia Pertama Pemegang Sabuk Hitam DAN 8

Rabu, 02 Oktober 2019 - 17:16 WIB
Herman Andikara, Taekwondoin Indonesia Pertama Pemegang Sabuk Hitam DAN 8
Herman Andikara menunjukkan penghargaan dari Leprid di Semarang, Rabu (2/10/2019). FOTO/SINDOnews/AHMAD ANTONI
A A A
SEMARANG - Luar biasa dedikasi yang diperlihatkan Herman Andara pada taekwondo. Dia telah berkarier di olahraga ini selama 44 tahun sejak 1975 dan sebagai international referee sejak 1989 hingga sekarang.

Saat ini, Herman menjabat sebagai instruktur wasit nasional sejak 1989 sampai sekarang. Atas dedikasi dan kecintaannya terhadap taekwondo, berbagai prestasi telah diraih. Di antaranya menerima piagam penghargaan sabuk hitam/DAN 8 sertifikat nasional (kehormatan) dari PBTI yang diberikan langsung oleh Ketua Umum PBTI Letjen (Purn) Marciano Noorman pada 11 Desember 2018 di GOR Porki Cibubur.

Atas dedikasinya tersebut, Lembaga Prestasi Indonesia Dunia (Leprid) memberikan kepada Herman Andikara. Ketua Umum dan Pendiri Leprid, Paulus Pangka mengatakan, penghargaan diberikan kepada insan Indonesia yang berprestasi di bidang olahraga khususnya taekwondo.

"Dedikasi Pak Herman di taekwondo layak diapresiasi dan dibanggakan. Kami memberikan penghargaan sebagai taekwondoin pertama di Indonesia yang menerima piagam penghargaan sabuk hitam/DAN 8 sertifikat nasional (kehormatan) dari PBTI," kata Paulus Pangka di Puri Anjasmoro, Semarang, Jawa Tengah, Rabu (2/10/2019).

Sementara itu, Herman Andikara menyampaikan terima kasih atas apresiasi penghargaan dari Leprid. Menurutnya, penghargaan ini untuk dunia taekwondo Indonesia. Kepada SINDOnews, Herman menceritakan kisah perjalanan singkat hingga menjadi wasit internasional taekwondo.

"Sebetulnya saya belajar taekwondo itu sebelum kedatangan instruktur dari Medan (Mr Namkyong dan Fadimin), karena kebetulan ada family dari Surabaya yang mengembangkan di sana. Pada tahun 1974 lalu saya berlatih dan berlatih," tuturnya.

Waktu itu ada dua aliran taekwondo, ITF dan WTF. Namun demikian, pada 1978 dia memilih pindah di WTF. Selanjutnya pada 1982, dua aliran taekwondo itu disatukan oleh Sarwo Edi Wibowo menjadi taekwondo Indonesia. Meski begitu, kiblat taekwondo tetap di Korea Selatan.

"Nah sejak itu, tahun 1982 saya menjadi wasit nasional, kemudian tahun 1989 beserta dua teman diberi kesempatan jadi wasit internasional di Mesir. Sejak saat itulah saya aktif di perwasitan internasional," ujar pria kelahiran 1965 ini.

Suami Cecilia Herman itu mengakui tidak ada dorongan dari pihak lain untuk menekuni olahraga Taekwondo. "Tidak ada yang mendorong saya bela diri, ya lebih karena naluri. Saya senang di taekwondo karena banyak teman. Kita di olahraga tidak membedakan suku, agama maupun ras, karena kita saudara sebagai keluarga besar taekwondo Indonesia," katanya.
(amm)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 1.2962 seconds (0.1#10.140)