Pidana Santet, Begini Kriteria Dukun yang Terjerat Hukum

Rabu, 02 Oktober 2019 - 16:33 WIB
Pidana Santet, Begini Kriteria Dukun yang Terjerat Hukum
Dua pakar hukum Prof Muladi dan Prof Barda Nawawi Arief menjadi narasumber Dialog RUU KUHP di Fakultas Hukum Universitas Diponegoro, Rabu (2/10/2019). FOTO/iNews/TAUFIK BUDI
A A A
SEMARANG - Pasal santet yang masuk dalam Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) menjadi perbincangan publik akhir-akhir ini karena dinilai kontroversial. Selain sulit untuk dibuktikan, juga dikhawatirkan pasal ini akan menyeret seseorang untuk menjadi korban kriminalisasi.

Ketua Tim Perumus Revisi KUHP Prof Muladi menjelaskan, pasal tersebut bukan mengatur tentang praktik santetnya melainkan pada orang yang menyatakan dengan ilmu gaibnya bisa mencelakai atau mencederai orang lain. Terlebih orang tersebut menggunakan ilmu gaib untuk mencelakai orang lain sebagai mata pencaharian.

"Santet itu yang dipidana bukan santetnya karena santet tidak bisa dibuktikan, itu metafisika. Yang dipidana orang yang menyatakan diri mempunyai kekuatan gaib untuk mencelakakan orang lain, bukan santetnya," kata Muladi seusai menjadi pembicara "Dialog RUU KUHP" di Fakultas Hukum Universitas Diponegoro, Rabu (2/10/2019).

Dia menyatakan, banyak konflik sosial akibat isu tentang santet di masyarakat. Tak jarang, masyarakat yang menjadi korban fitnah mendapat perlakuan kasar hingga pengeroyokan yang berujung pada kematian.

"Sering terjadi orang dikeroyok karena dituduh nyantet itu kan banyak Jawa Timur, Sunda, maupun Sumatera Utara. Penipuan juga, mungkin main hakim sendiri juga terjadi, kemudian setelah itu mencederai nilai-nilai agama," katanya.

Mantan Rektor Undip itu pun mengatakan, tidak semua orang yang menyatakan memiliki kekuatan gaib bakal dipidana. Apalagi, jika ilmu gaib itu digunakan untuk membantu sesama seperti pengobatan atau penglaris dagangan.

"Orang yang di Bogor itu pakai kartu (menawarkan jasa santet), itu untuk mata pencaharian. Jadi yang dihambat adalah bukan santetnya tapi karena mengaku mempunyai kekuatan gaib dan sanggup untuk mencederai orang mencelakai orang, membuat orang gila sakit atau mati, itu yang dipidana," ungkapnya.

"Kalau dukun itu bisa mengobati seperti itu enggak apa-apa. Penglaris juga enggak apa-apa, tapi mungkin ada unsur penipuan," katanya.

Pasal santet tercantum dalam Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) pada Pasal 293 yang berbunyi:

(1). Setiap orang yang menyatakan dirinya mempunyai kekuatan gaib, memberitahukan harapan, menawarkan, atau memberikan bantuan jasa kepada orang lain bahwa karena perbuatannya dapat menimbulkan penyakit, kematian, penderitaan mental atau fisik seseorang, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak kategori IV.

(2) Jika pembuat tindak pidana sebagaimana dimaksudkan pada ayat (1) melakukan perbuatan tersebut untuk mencari keuntungan atau menjadikan sebagai mata pencaharian atau kebiasaan, maka pidananya dapat ditambah dengan 1/3 (satu per tiga).

Sementara ahli hukum pidana, Barda Nawawi Arief, yang ikut menyusun beleid itu mengatakan, pasal tersebut merupakan perluasan dari Pasal 162 KUHP yang mengatur larangan membantu tindak pidana. Pasal tersebut berbunyi "Barang siapa di muka umum dengan lisan atau tulisan menawarkan untuk memberi keterangan, kesempatan, atau sarana guna melakukan tindak pidana, diancam dengan pidana penjara paling lama 9 bulan atau pidana denda paling banyak Rp400.500."

Dalam dialog tersebut menghadirkan dua pakar hukum yakni Prof Muladi dan Prof Barda Nawawi Arief. Sementara dialog yang diikuti ratusan mahasiswa dan dosen itu dipandu oleh moderator Prof Nyoman Serikat Putra Jaya.
(amm)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 0.8306 seconds (0.1#10.140)