Sjamsul Nursalim dan Istri Jadi Buron KPK

Senin, 30 September 2019 - 22:38 WIB
Sjamsul Nursalim dan Istri Jadi Buron KPK
Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Foto/Dok/SINDOnews
A A A
JAKARTA - Tersangka kasus dugaan korupsi penerbitan dan pemberian SKL BLBI, Sjamsul Nursalim dan istrinya, Itjih S Nursalim resmi masuk dalam daftar pencarian orang (DPO). Status DPO bagi keduanya dikeluarkan oleh KPK.

"Komisi Pemberantasan Korupsi telah memasukkan dua nama tersangka, SJN (Sjamsul Nursalim) dan ITN (Itjih S Nursalim) dalam Daftar Pencarian Orang. KPK mengirimkan surat pada Kepala Kepolisian Republik Indonesia, Up Kabareskrim Polri perihal DPO tersebut. KPK meminta bantuan Polri untuk melakukan pencarian tersangka SJN dan ITN," tegas Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Senin (30/9/2019) malam.

Febri memaparkan, Sjamsul Nursalim dan istrinya, Itjih S Nursalim merupakan tersangka kasus dugaan korupsi penerbitan dan pemberian surat pemenuhan kewajiban pemegang saham (SPKPS) atau Surat Keterangan Lunas (SKL) ke Sjamsul Nursalim selaku pemegang saham pengendali BDNI pada 2004 sehubungan dengan kewajiban penyerahan aset obligor Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) ke Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN). Status tersangka Sjamsul dan Itjih, ujar Febri, telah diumumkan KPK pada Senin (10/6/2019).

"Setelah tersangka SJN dan ITN masuk dalam DPO, kemudian KPK melakukan koordinasi dengan pihak Polri dan instansi terkait lainnya," ujarnya.

Dia memaparkan, setelah penetapan tersangka sebenarnya KPK telah memanggil Sjamsul dan Itjih sebagai tersangka sebanyak dua kali untuk diperiksa di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan. Masing-masing pada Jumat (28/6) dan Jumat (19/7). Surat panggilan untuk pemanggilan tersangka itu telah dikirimkan ke lima alamat di Indonesia dan Singapura.

Untuk di Indonesia, dikirimkan ke rumah dua tersangka yang beralamat di Simprug, Grogol Selatan, Jakarta Selatan. Sedangkan di Singapura, masing-masing di 20 Cluny Road; Giti Tire Plt. Ltd. (Head Office) 150 Beach Road, Gateway West; 9 Oxley Rise, The Oaxley; dan 18C Chatsworth Rd.

Selain mengantarkan surat panggilan pemeriksaan tersebut, KPK juga meminta Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Singapura mengumumkannya di papan pengumuman kantor KBRI Singapura. "KPK juga telah meminta bantuan Corrupt Practices Investigation Bureau (CPIB), Singapura," bebernya.

Febri menggariskan, sejak 10 Juni 2019 lalu KPK telah memeriksa 30 saksi dalam penyidikan ini. Unsur saksi yakni mantan Menteri Koordinator Bidang Ekonomi, Keuangan dan Industri (Menko Ekuin), Direktur Hukum Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), Guru Besar Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, mantan ketua BPPN, pensiunan Menteri BUMN, mantan menteri keuangan sekaligus manyan ketua KKSK, ekonom, advokat, dan pihak swasta lainnya.

Dia menambahkan, selain itu secara paralel KPK juga sedang menjadi pihak ketiga dalam gugatan perdata yang diajukan tersangka Sjamsul Nursalim terhadap Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan auditor BPK di Pengadian Negeri Tangerang. KPK, ungkap Febri, masuk sebagai pihak ketiga dalam gugatan tersebut. KPK menyatakan memiliki kepentingan untuk mempertahankan laporan hasil audit investigatif BPK yang menunjukkan adanya kerugian negara senilai Rp4,58 triliun dalam kasus penerbitan dan pemberian SPKPS atau SKL ke Sjamsul Nursalim selaku pemegang saham pengendali BDNI pada 2004.

"Pada 24 September 2019, KPK meminta Sjamsul Nursalim dihadirkan dalam proses mediasi di Pengadilan Negeri Tangerang. Namun permintaan ini tak terpenuhi karena kuasa hukum SJN tidak bisa menghadirkan SJN. Sehingga mediasi dinyatakan gagal. Saat ini KPK tengah menunggu panggilan sidang untuk proses selanjutnya, yakni pemeriksaan perkara," imbuhnya.

Febri melanjutkan, sehubungan dengan kasus ini pula maka sampai hari ini tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada KPK belum menerima salinan putusan kasasi Mahkamah Agung terhadap Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN)? periode 2002-2004 Syafruddin Arsjad Temenggung yang membebaskan Syafruddin. Di sisi lain, KPK juga telah mendengar bahwa salinan tersebut sedang proses pengiriman ke KPK.

"Kami tunggu saja salinan putusan resmi tersebut agar dapat dipelajari segera untuk kebutuhan analisis dan mementukan apa upaya hukum lebih lanjut yang dapat dilakukan. Jarak waktu adanya Putusan Kasasi dari sejak putusan disampaikan pada publik memang cukup lama, yaitu dari 9 Juli 2019," ucapnya.
(nun)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 0.8010 seconds (0.1#10.140)