Edukasi Batik ke Generasi Muda Masih Kurang

Senin, 23 September 2019 - 23:41 WIB
Edukasi Batik ke Generasi Muda Masih Kurang
PPBBN mengelar dialog interaktif batik warisan budaya nusantara dan solusi di era ekonomi global di Sleman, Senin (23/9/2019). FOTO/SINDOnew/Priyo Setyawan
A A A
SLEMAN - Perkumpulan perempuan bersanggul dan berbusana nusantara (PPBBN) Yogyakarta mengelar dialog interaktif teraktif batik, warisan budaya nusantara dan solusi di era ekonomi global di Sleman, Senin (23/9/2019). Kegiatan ini untuk mengetahui apa kendala dan solusi untuk pengembangan batik.

Beberapa pembicara dihadirkan dalam acara itu, di antaranya pengurus cabang Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) Bantul Dedi Prasetyawan, pengamat UMKM Universitas Amikom Abidarin Rosadi. Kemudian Kabid Industri Logan, Sandan dan Aneke Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) DIY, Intan Mestakaningrum dan pelaku UMKM batik, Evi Rosalina Widayanti.

Pengurus Cabang Hipmi Bantul Dedi Prasetyawan mengatakan, edukasi dan membanjirnya batik impor menjadi penyebab mengapa batik tulis (lokal) saat ini mulai tergerus dan kurang diminta masyarakat, terutama generasi mileneal.

Menurutnya edukasi batik kepada generasi mileneal (muda) dinilai masih kurang. Terutama mana batik tulis dan batik printing. Akibatnya generasi mileneal tidak bisa membedakan mana batik tulis dan printing termasuk saat memakai juga tidak peduli apakah itu batik tulis atau printing.

“Edukasi batik tulis tidak sampai mengena ke generasi-generasi milenial. Ini yang menyebabkan generasi muda saat ini tidak terlalu peduli dengan keberadaan batik lokal. Karena itu butuh edukasi soal batik tulis," kata Dedi

Selain edukasi, masalah lain soal batik, yakni dengan membanjirnya batik-batik impor yang lebih banyak berjenis batik printing. Ini bukan hanya mengerus keberadaan batik tulis, namun juga kurang diminatinya batik tulis oleh masyarakat terutama generasi milenial.

Pengamat UMKM dari Universitas Amikom Yogyakarta, Abidarin Rosadi menilai keterpurukan industri batik tulis karena ketidakmampuan para pelaku industri dalam menyesuaikan permintaan pasar termasuk pemasarannya.

“Orientasi produksi bukan orientasi pasar. Padahal sekarang sudah orentasi pasar. Akibatnya terjadi penurunan tingkat peralatan teknologi pembuatan batik seperti cantingnya. Lalu generasi milineal tak tertarik dengan industri batik," paparnya.

Kabid Industri Logan, Sandan dan Aneke Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) DIY, Intan Mestakaningrum mengatakan untuk pengembangan batik ini. Yaitu dengan memberikan pendampingan dan pembinaan. Di antaranya dengan memberikan peralatan dan galeri pemasaran. “Kami juga melakukan pembinaa kepada kelompok IKM di sentra batik,” terangnya.

Pelaku UMKM Evi Rosalina Widayanti mengaku, untuk batik ini memang kurang memberikan edukasi kepada masyarakat. Sebab selama ini hanya bisa menyarankan kepada masyarakat untuk memakai batik yang berbahan malam panas.

"Menyarankan pakai batik yang berbahan malam panas bukan motifnya yakni printing, ecoprinting, jumputan karena itu bukan batik,” ungkapnya.
(nun)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 1.2657 seconds (0.1#10.140)