Dianggap Warisan Kolonial, Pasal Penghinaan Presiden Harus Dihapus

Minggu, 22 September 2019 - 16:32 WIB
Dianggap Warisan Kolonial, Pasal Penghinaan Presiden Harus Dihapus
Pakar Hukum Pidana Universitas Al-Azhar, Suparji Ahmad menilai pasal penghinaan terhadap presiden dan wakil presiden perlu dihapus.Foto/SINDOnews
A A A
JAKARTA - Sejumlah pasal dalam draf Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP) terus mendapat sorota dari masyarakat. Salah satunya adalah pasal penghinaan terhadap presiden dan wakil presiden.

Pakar Hukum Pidana Universitas Al-Azhar, Suparji Ahmad menilai pasal itu perlu perlu dihapus dari draf RKUHP.

"Sekiranya RKUHP ditunda pengesahannya, maka pasal tentang penghinaan kepada Presiden perlu dihapus," ujar Suparji Ahmad kepada SINDOnews, Minggu (22/9/2019).

Menurut dia, RKUHP itu sudah lama dibahas. Dalam draf RKUHP, Pasal 262 hingga 264 terkait penghinaan terhadap Presiden dan Wakil Presiden merupakan usul pemerintah. "Salah satu materi yang kontroversi adalah soal penghinaan presiden, karena dianggap warisan kolonial, bisa mengekang kebebasan pers dan masyarakat dan bisa multi interprestasi," ujarnya.

Lebih lanjut dia mengatakan, penundaan pengesahan itu karena adanya materi-materi dalam RKUHP yang ditolak masyarakat, karena dianggap tidak sesuai demokrasi, keadilan dan hak asasi manusia.

"Tetapi sekiranya tidak ditunda maka tidak perlu dicabut, penundaan tentunya untuk merespons aspirasi masyarakat, jadi harus dilihat materi apa yang ditolak masyarakat, salah satunya kan materi tersebut, maka ya perlu dicabut atau disempurnakan," katanya.
(nun)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 3.7582 seconds (0.1#10.140)