Lindungi Konsumen Muslim, Penting Adanya Sertifikasi Haram

Jum'at, 20 September 2019 - 20:12 WIB
Lindungi Konsumen Muslim, Penting Adanya Sertifikasi Haram
Direktur LKBH UP45 Yogyakarta, Muhammad Khambali. FOTO/IST
A A A
YOGYAKARTA - Sesuai dengan Undang-Undang Jaminan Produk Halal (JPH), produk makanan minuman, kosmetik, obat-obatan, dan produk-produk lain di Indonesia wajib memiliki sertifikat halal. Aturan tersebut segera berlaku mulai Oktober 2019.

Namun demikian pemerintah perlu mengaji pentingnya sertifikasi haram untuk melindungi umat muslim di Indonesia. Dengan demikian ada Kejelasan produk baik yang halal maupun yang haram.

Direktur Lembaga Konsultasi dan Bantuan Hukum Universitas Proklamasi 45 (LKBH UP45) Yogyakarta, Muhammad Khambali mengatakan, sertifikat halal dikeluarkan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH), sebuah badan baru yang dibentuk dan berada di bawah koordinasi Kementerian Agama (Kemenag).

Salah satu hal yang harus diatur dalam produk hukum turunan UU JPH adalah detail kerja sama BPJPH dan Majelis Ulama Indonesia (MUI) dalam memberi sertifikat halal. Selain itu aturan tambahan mengenai Lembaga Pemeriksa Halal (LPH) dan pembiayaan sertifikasi halal.

"Jika sertifikasi halal dimaksudkan untuk menjamin dan menjaga umat muslim, bukan untuk mencari pemasukan uang bagi suatu lembaga, mengapa tidak yang haram yang diberi label," terangnya kepada wartawan, Jumat (20/9/2019).

Dilanjutkannya, kenyataan di lapangan saat ini justru banyak produk tanpa label halal di pasaran. Dengan memberikan label haram, umat Muslim terjaga dari konsumsi yang haram. "Kalau hanya label halal yang diterima ini tidak adil, tidak memartabatkan produsen, sekaligus pasti akan menambah beban harga bagi konsumen," lanjut dia.

Khambali melanjutkan, dengan adanya sertifikasi halal yang pasti ada biaya yang dikeluarkan oleh produsen. Biaya akan dihitung sebagai biaya produksi, maka beban biaya produksi tersebut pasti akan dibebankan kepada konsumen. Berupa harga naik, atau penurunan kualitas dan kuantitasnya.

Dia menambahkan, ada enam prosedur yang harus dilalui agar produk dari sebuah perusahaan mendapat sertifikat halal sesuai UU JPH. Pertama, perusahaan harus mengajukan permohonan sertifikat halal secara tertulis kepada BPJPH.

Setelah permohonan diterima, lanjutnya, BPJPH menetapkan LPH yang akan bertugas memeriksa atau menguji kehalalan produk. LPH kemudian melakukan tugasnya di lokasi produksi dan hasil penelitian itu diserahkan kepada BPJPH.

Selanjutnya, BPJPH harus memberikan hasil pemeriksaan LPH kepada MUI. Setelah itu, MUI menggelar sidang fatwa halal untuk menentukan kehalalan produk yang diajukan.

"Jika produk terkait dinyatakan halal, BPJPH berhak menerbitkan sertifikat. Produk yang dinyatakan tidak halal akan dikembalikan ke pemohon, disertai alasan dari MUI dan BPJPH," ulasnya.
(nun)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 1.5113 seconds (0.1#10.140)