Pecinta Lingkungan Tolak Pembangunan PLTA di Batang Boru Sumut

Jum'at, 20 September 2019 - 18:59 WIB
Pecinta Lingkungan Tolak Pembangunan PLTA di Batang Boru Sumut
Para pecinta lingkungan mengelar aksi menolak rencana pembangunan proyek PLTA di Batang Toru, Tapanuli Selatan, Sumatara Utara, di Bundaran UGM, Jumat (20/9/2019). FOTO/SINDOnews/Priyo Setyawan
A A A
YOGYAKARTA - Para pecinta lingkungan hidup dan aktivis mahasiswa yang tergabung dalam Center for Orangutan Protection (COP) mengelar aksi damai di bundaran UGM, Yogyakarta, Jumat (20/9/2019). Mereka menolak rencana pembangunan proyek pembangkit listrik tenaga air (PLTA) di Batang Toru, Tapanuli Selatan (Tapsel), Sumatera Utara (Sumut).

Perwakilan COP, Indira Nurul Qomariyah mengatakan alasannya menolak pembangunan PLTA karena keberadaan PLTA di Batang Boru dikhawatirkan akan mengancam habitat dan populasi Orangutang Tapanuli ((Pongo Tapannuliensis). Sebab lokasi proyek merupakan habitat Orangutan Tapanuli. Sehingga jika ada PLTA, tentunya akan memisahkan Orangutan yang ada di blok barat dan timur serta cagar alam Sibual Buali.

“Akibatnya orangutan tersebut tidak bisa berinteraksi dan terfragmentasi atau terisolir. Bila ini terjadi jelas maka populasi Orangutan Tapanuli terancam punah. Sebab tidak bisa berhubungan dan berkembang,” tandas Indira di sela-sela aksi.

Indira menjelaskan, populasi Orangutan Tapanuli sendiri termasuk kecil. Yaitu tidak sampai 800 ekor, diperkirakan antara 577-760 ekor. Sehingga masuk kategori critically endangered (terancam punah). Di mana lembaga konservasi pelestarian alam dunia, International Union for Conservation of Nature (IUCN) telah telah mengeluarkan status critically endangered (terancam punah) terhadap populasi spesies hewan yang jumlahnya kurang dari 800 ekor.

“Karena itu jika pembangunan PLTA tetap dilaksanakan, jelas akan mengancam habitat Orangutan Tapanuli, yang baru ditetapkan menjadi spesies baru tahun 2017. Untuk itu kami berharap pembangunan PLTA tidak berada di habitan Orangutan Tapanuli, tetapi di tempat lain,” papar ahli biologi COP ini.

Menurut Indira, jika habitat Orangutan Tapanuli terisolir, dikhawatirkan akan terjadi inbreeding atau perkawinan sedarah. Bila ini terjadi keturannnya kemungkinan cacat dan mudah terserang penyakit. Sehingga rentan terhadap kepunahan.

Pendiri COP, Hardi Baktiantoro menambahkan, selain akan memisahkan habitan Orangutan Tapanuli, pembangunan PLTA di Batang Boru, tentunya juga akan diikuti pembangunan inftasruktur lainnya seperti jalan dan terowongan sebagai koridor. Sehingga keberadaannya bukan hanya akan menganggu habitan Orangutan, namun juga memudahkan orang untuk memburunya. Termasuk akan terjadi konflik sosial, terutama jika makanan di tempat Orangutan habis akan masuk ke pemukiman warga.

“Karena itu kami menyerukan perlindungan Orangutan Tapanuli. Yaitu dengan tidak membangun PLTA di titik habitat maupun cagar alam di Batang Boru,” tambahnya.
(nun)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 1.3290 seconds (0.1#10.140)