Peringatan 40 Hari Mbah Moen, Menteri Agama Baca Puisi

Senin, 16 September 2019 - 15:31 WIB
Peringatan 40 Hari Mbah Moen, Menteri Agama Baca Puisi
Menteri Agama RI Lukman Hakim Saefuddin membaca puisi dalam Peringatan 40 Hari Wafatnya KH Maimoen Zubair di Pondok Pesantren Al Anwar, Sarang, Rembang, Sabtu (13/9/2019) malam. IST
A A A
REMBANG - Rasanya baru kemarin. Kabar duka itu datang bertubi, memenuhi grup WA dan japri, di media sosial. Rasanya baru kemarin, setelah Subuh tubuh ini terasa lemas. Membaca kabar, kuterbayang melintas bebas, lalu ada dorongan untuk bergegas.

Rasanya baru kemarin, terbujur disana, kiai besar ulama bangsa. Rasanya baru kemarin, simbah meninggalkan kita, apakah simbah benar-benar meninggalkan kita.

Begitulah penggalan puisi yang dibuat dan dibacakan langsung oleh Menteri Agama Lukman Hakim Saefuddin di tengah puluhan ribu jamaah yang hadir dalam Peringatan 40 Hari Wafatnya KH Maimoen Zubair di Pondok Pesantren Al Anwar, Sarang, Rembang, Sabtu (13/9/2019) malam.

Selain membacakan puisi yang ia buat khusus untuk Mbah Moen, kehadiran Lukman secara khusus meminta maaf kepada keluarga karena diakui, tata cara pengurusan jenazah, budaya dan dan tradisi di Arab Saudi berbeda dengan Indonesia.

“Yang patut kita syukuri, meski wafat di negara orang, mulai dari rumah sakit hingga pemakaman, berjalan lancar. Kita boleh kehilangan fisik, tapi Mbah Maimoen selalu di tengah-tengah kita. Wejangan dan arahan beliau harus menjadi pedoman ke arah mana kita melangkah,” katanya.

Putra kedua almarhum Mbah Moen, KH Muhammad Najih dalam sambutan mewakili keluarga menyampaikan, sebelum meninggal, Mbah Moen merasakan kedinginan, linu dan gatal pada bagian kaki. Tensinya normal, sedangkan kadar gulanya 230 mg/dL. Ia pun tidak kaget dengan wafatnya Mbah Moen di Arab Saudi, karena ilmu dan amal sholehnya, suka menolong fakir miskin, memberikan bantuan ke masjid maupun mushola, mendirikan koperasi untuk nelayan serta, pada masa mudanya bergabung dengan Laskar Hisbullah melawan penjajah.

“Saat terjun ke politik dan menjadi anggota dewan, Mbah Moen mendapat nasehat dari Mbah Mahrus agar tidak lagi terjun ke politik, tetapi fokus memikirkan pondok pesantren. Jiwa nasionalisnya juga sejak dulu sampai akhir hayatnya. Bahkan, Mbah Moen membuat kelompok nasionalis religius kala itu,” tuturnya.

Tausiah pun disampaikan secara bergantian, mulai dari Habib Abu Bakar Abdul Qodir dari Malang yang menyebut Mbah Moen sebagai ahli ilmu dan ahli berkah. Pengasuh Pondok Pesantren An-Nawawi, Berjan, Gebang, Purworejo KH Achmad Chalwani menyampaikan pesan Mbah Moen kepadanya bahwa sehari di akhirat itu sama dengan 1.000 hari di dunia.

Sedangkan KH Agus Ali Masykuri, Pengasuh Pondok Pesantren Bumi Bersolawat Sidoarjo Jawa Timur menuturkan, apa yang ada di sisi Allah, lebih banyak ketimbang daripada yg ada di tangan manusia. Kebanyakan manusia, berumur cepat, tetapi banyak manfaatnya ketimbang berumur panjang, tetapi kurang memberi manfaat.

“Orang itu seharusnya tidak dihitung panjang pendeknya usianya, tetapi orientasinya harus bagaimana amal sholeh yang dikerjakan. Gajah mati meninggalkan gading, harimau mati meninggalkan belang. Kita ini mati jangan meninggalkan janda dan hutang, tapi nama baik, prestasi dan prasasti,” jelasnya.

Menjadi manusia, imbuh Kiai Ali, juga harus ikhlas. Ikhlas itu bagaikan tanah yang subur, dan mata air yang menyuburkan.“Mubaligh atau kiai yang SK-nya dari langit akan kuat, dan itulah Mbah Moen,” tandasnya.

Peringatan 40 hari pun diakhiri dengan doa yang dipimpin oleh Ketua Forum Ulama Sufi se-Dunia Habib Luthfi Bin Ali Bin Yahya dari Pekalongan.
(nun)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 2.0548 seconds (0.1#10.140)