Petani Kebumen Minta PBNU Mediasi Penyelesaian Urutsewu

Kamis, 12 September 2019 - 17:15 WIB
Petani Kebumen Minta PBNU Mediasi Penyelesaian Urutsewu
Petani Urutsewu Kebumen meminta bantuan PBNU menyelesaikan konflik lahan antara petani dan TNI. FOTO/IST
A A A
SEMARANG - Usaiterjadinya bentrok dengan anggota TNI gabungan dari Kodim 0709/Kebumen dan Yonif 403/WP, para petani yang tergabung Forum Petani Paguyuban Kebumen Selatan (FPPKS) meminta bantuan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) untuk turut menyelesaikan polemik kepemilikan tanah di kawasan pesisir selatan Urutsewu yang berkepanjangan.

Seperti diberitakan, aparat TNI terlibat bentrok dengan petani setempat saat berlangsungnya pengerjaan proyek pemagaran tahap III areal Lapbak Dislitbangad, di Desa Brencong, Kecamatan Buluspesantren Kabupaten Kebumen, Rabu (11/9/2019).

“Melalui surat ini kami sampaikan kepada PBNU dan seluruh warga Nahdliyin mengenai apa yang menjadi keresahan hati kami selama ini. Kami segenap warga NU di Kawasan Urutsewu saat ini tengah menghadapi permasalahan yang tak kunjung dapat terselesaikan. Sejak tahun 2011, kami berjuang agar apa yang menjadi hak kami dapat dikembalikan,” kata Ketua FPPKS, Seniman Marto Dikromo dalam surat tertulis yang ditujukan kepada PBNU tertanggal 11 September 2019.

Dia menyatakan bahwa, tanah yang selama ini menjadi sumber penghidupan dan aktivitas warga di kawasan pesisir selatan Urutsewu yang diklaim menjadi milik negara/ TNI AD/proyek pemerintah membuat warga harus berjuang untuk mendapatkannya kembali.

Dijelaskan, berawal dari izin menggunakan tempat untuk latihan uji coba senjata, sejak tahun 1982, TNI AD dinilai menghormati warga sebagai pemilik tanah. Hingga akhirnya mengklaim bahwa tanah itu merupakan tanah negara.

“Terakhir TNI AD mengatakan bahwa pemagaran yang telah dan sedang dilakukan merupakan proyek dari Kementerian Keuangan. “Hal itu membuat kami tidak diam dan merelakan tanah kami begitu saja. Sebab tanah itu memang milik masyarakat Urutsewu sejak sebelum kemerdekaan RI. Bukti sertifikat semuanya ada,” tegasnya.

Dia menandaskan, pihaknya berulangkali menyampaikan dalam forum-forum pertemuan maupun mediasi ke Bupati, Dandim, dan Komnas HAM bahwa pihaknya hanya ingin tanah yang diklaim oleh TNI AD bisa kembali ke tangan masyarakat.

“Tetapi sampai saat ini tidak ada itikad baik dari TNI AD untuk melepaskan tanah tersebut. Bahkan di lapangan, kami terpaksa berhadapan dengan TNI AD ketika menolak upaya pemagaran yang mereka lakukan pada tahun 2015. Trauma atas kejadian tersebut tentu sangat kami rasakan sampai sekarang,” bebernya.

Pada Juli 2019, lanjut dia, TNI kembali melanjutkan pemagaran, yang sebelumnya berupa pagar kawat dan sekarang menggunakan beton di atas tanah warga, masih tanpa persetujuan pemilik tanah. Sebelumnya, pada bulan Oktober 2018 masyarakat Desa Entak Kecamatan Ambal melakukan pendaftaran sertipikat tanah (PTSL).

Namun oleh BPN sertipikat yang telah jadi pada awal bulan Desember ditarik kembali pada akhir bulan itu juga. Penarikan dengan alasan revisi itu tidak menyertakan apa alasan revisi.

“Dan pada 11 September 2019, kami berusaha menghentikan proses pemagaran di Desa Brecong. Upaya kami dibalas oleh TNI AD. Belasan warga menjadi korban kekerasan. Karena ketidaksanggupan kami menghadapinya, kami pun pergi mengadu ke Bupati. Beliau berjanji akan menghentikan pemagaran tetapi tanpa bukti tertulis,” ujar Marto Dikromo.

Sementara, pihaknya juga memohon kepada seluruh masyarakat Indonesia, khususnya PBNU secara organisasi untuk dapat membantu dalam menyelesaikan masalah ini agar apa diperjuangkan mendapat keberhasilan.

“Kami memohon kepada PBNU supaya dapat sekiranya membantu kami para warga NU yang lemah ini agar dapat segera menyelesaikan permasalahan tersebut.Dan kepada seluruh warga Nahdliyin untuk turut mendukung dan mendoakan perjuangan kami agar tanah tempat kami menggantungkan hidup tidak dirampas oleh siapa pun,” pungkasnya.
(nun)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 2.2395 seconds (0.1#10.140)