Pusat Kajian Hukum dan Antikorupsi se-Indonesia Tolak Revisi UU KPK

Kamis, 12 September 2019 - 02:49 WIB
Pusat Kajian Hukum dan Antikorupsi se-Indonesia Tolak Revisi UU KPK
Ketua KPK Agus Raharjo ikut menghadiri pernyataan sikap Pusat Kajian Hukum dan Antikorupsi PT Se Indonesia yang menolak Revisi UU KPK di Pukat FH UGM, Rabu (11/9/2019). FOTO/priyo setyawan
A A A
YOGYAKARTA - Pusat kajian hukum dan antikorupsi perguruan tinggi se Indonesia menyatakan sikap menolak revisi undang-undang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Sikap itu mereka tuangkan dalam nota keberatan dan sebagai tindaklanjutnya mengirimkannya kepada presiden Joko Widodo (Jokowi) di Pusat Kajian Antikorupsi (Pukat) Fakultas Hukum UGM, Rabu (11/9/2019).

Selain dihadiri para pengiat antikorupsi, pengiriman nota keberatan tersebut juga dihadiri oleh Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Raharjo.

Direktur Pukat FH UGM, Oce Madril yang mewakili Pukat PT se Indonesia mengatakan, meski penolakan revisi UU KPK begitu besar dari berbagai kalangan, namun Pukat PT se-Indonesia melihat adanya kebebalan elit politik. Terbukti mereka tetap melaju, sehingga Pukat sepakat untuk menyampaikan pendapat sebagai skap menanggapi revisi UU KPK itu dan akan mengirimkan kepada presiden. “Sikap ini juga bentuk dukungan nyata kepada KPK,” kata Oce Madril.

Oce Madril menjelaskan selain sebagai bentuk penolakan, pernyatakan sikap ini juga menaggih janji presiden yang akan memperkuat KPK. Sebab tahapan sekarang, setelah menguslkan revisi UU KPK, yakni menunggu sikap presidenuntuk membahas revis UU. Apalagi sudah beredar kabar presiden akan mengirimkan surat presiden, yang kemudianakan dimulai pembahasan revisi UU KPK. “Sehingga diharapkan presiden tidak lupa dengan janjinya itu,” terang Oce.

Menurut Oce mengacu pada UU No 12/2011 tentang pembentukan peraturan perundang-undangan, revisi UU KPK, itu menyalahi prosedur. Baik dari sisi perencanaan maupun pembahasan. Dari perencanaan revisi UU KPK itu tidak masuk dalam program legislasi nasional (prolegnas) dan dari pembahasan tidak melalui tahapan. Sehingg revisi UU KPK itu catat formil.

Hal lainnya, pasal-pasal dalam revisi UU KPK itu juga tidak memperkuat namun justru melumpuhkan lembaga KPK, baik dari kelembagaan maupun kewenangan. Karena tidak lagi independen dan di bawah lembaga lain.

“Untuk itu, Pukat se Indonesia berharap presiden mengurungkan niat mengirimkan surat pembahasan revisi UU KPK kepada DPR,” tandasnya.

Hal yang sama diungkapkan ketua KPK, Agus Rahardjo. Dia berharap agar hati Presiden Jokowi diubah oleh Allah SWT sehingga mengurungkan niat mengirim surat presiden tersebut. "Semoga Pak Jokowi digerakkan hatinya oleh Allah SWT," kata Agus.

Menurut Agus KPK itu bisa berhasil karena dukungan dari media massa dan seluruh rakyat Indonesia yang konsern terhadap pemberantasan korupsi.

"Nanti, kalau itu terjadi (revisi UU KPK-red), kita tanya teman-teman yang selalu mendukung kita karena dukungan kepada kita sangat masif," ungkapnya.
(nun)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 2.3720 seconds (0.1#10.140)