Faktor Ekonomi dan Persoalan Rumah Tangga Mendominasi Bunuh Diri di Gunungkidul

Rabu, 11 September 2019 - 08:00 WIB
Faktor Ekonomi dan Persoalan Rumah Tangga Mendominasi Bunuh Diri di Gunungkidul
Pemkab Sleman melakukan droping air di Kikis, Sambirejo, Prambanan, Selasa (10/9/2019).
A A A
GUNUNGKIDUL - Hingga saat ini kasus bunuh diri masih menjadi pekerjaan besar untuk diatasi. Faktor ekonomi seperti kemiskinan dan konflik rumah tangga menjadi faktor yang mendominasi kasus mengakhiri hidup dengan cara cara tidak wajar tersebut.

Pengamat sosial politik Universitas Pasundan Bandung, Tugiman mengatakan, dari catatannya di tahun 2019 ini, sudah ada 24 kasus bunuh diri di Kabupaten Gunungkidul. Dia mencoba melakukan pengamatan atas peristiwa yang rutin terjadi di tanah kelahirannya tersebut.

"Beberapa faktor penyebab bunuh diri yang paling dominan adalah persoalan ekonomi dan rumah tangga, namun ada juga diantara mereka yang terjerat utang dari sejumlah bank keliling (bank plecit)," terangnya kepada wartawan Selasa (10/9/2019).

Dijelaskannya, dalam kondisi himpitan dan kesulitan hidup yang tidak menemukan jalan pemecahan inilah yang memicu terjadinya depresi. Lantaran tekanan berkepanjangan, kemudian pelaku memilih mengakhiri hidup dengan gantung diri.

“Dari depresi itulah kemudian muncul halusinasi. Ini terjadi di tengah kekosongan daya nalar, akibatnya muncullah mitos Pulung Gantung yang kemudian menjadi pilihan terakhir dalam menghadapi berbagai problem dan kesulitan hidup, "ulasnya.

Tokoh yang banyak disebut bakal maju di Pilkada Gunungkidul ini menambahkan, setiap tahun setidaknya 25 sampai dengan 30 orang di kabupaten terluas di DIY ini mengakhiri hidup dengan gantung diri. Dari jumlah itu, 31 persen pelaku gantung diri berusia 45 s.d 60 tahun, sedangkan 44 prosen berusia diatas 60 tahun.

"Secara umum para pelaku gantung diri termasuk dalam katagori generasi tua atau non produktif, meskipun ada pergeseran ke usia produktif yaitu usia 45-60 tahun," tandas Tugiman.

Untuk mencegah dan mengurangi angka bunuh diri di Gunungkidul dia berpendapat beberapa hal. Di antaranya adalah upaya edukasi kepada masyarakat untuk mengikis mitos pulung gantung. Untuk itu pendekatan agama, budaya dan kearifan lokal sangat penting. Kemudian peningkatan dan pemerataan ekonomi, pelayanan kredit usaha kecil untuk mengatasi ketergantungan masyarakat ekonomi bawah kepada rentenir yang harus membayar bunga mencekik.

"Penciptaan lapangan kerja guna peningkatan kesejahteraan masyarakat dan mengikis angka kemiskinan yang masih tinggi juga penting," imbuh Kabid Organisasi KONI Provinsi Jawa Barat ini.

Tidak hanya itu, Tugiman juga menyatakan perlunya political will dari pemerintah daerah untuk mengambil langkah solutif terkait beroperasinya Bank- Bank plecit atau rentenir. Selain itu juga solusi implementatif yang tearah dan terukur terkait persoalan tersebut.

"Selanjutnya juga perlu membudayakan keterbukaan dalam lingkungan keluarga untuk memecahkan persoalan-persoalan internal keluarga, kepedulian dan kewaspadaan masyarakat terhadap kondisi lingkungan yang ditopang oleh semangat gotongroyong dan guyup rukun dalam memecahkan persoalan yang terjadi dilingkungannya," beber tokoh kelahiran Kedungpoh Nglipar ini.

Dia sangat yakin, apabila upaya tersebut dilakukan secara sungguh-sungguh, pada akhirnya akan dapat menekan dan mengurangi angka bunuh diri di Gunungkidul ini.
(mif)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 1.0290 seconds (0.1#10.140)