Pelaku Usaha di Glagah, Tolak Penataan Laguna

Selasa, 10 September 2019 - 19:00 WIB
Pelaku Usaha di Glagah, Tolak Penataan Laguna
Ratusan pelaku usaha di Pantai Glagah, Kulonprogo DIY yang tergabung dalam Paguyuban Pondok Laguna menolak rencana penataan kawasan Laguna . FOTO/iNews.tv/Kuntadi
A A A
KULONPROGO - Ratusan pelaku usaha di Pantai Glagah, Kulonprogo DIY yang tergabung dalam Paguyuban Pondok Laguna menolak rencana penataan kawasan Laguna yang dikhawatirkan akan mematikan usaha mereka.

Memanfaatkan momen larungan Hajat Dalem Labuhan yang digelar Kadipaten Puro Pakualaman Yogyakarta, di Pantai Glagah Kulonprogo, Selasa (10/9/2019), mereka memasang spanduk yang berisi penolakan.

Ketua Pondok Laguna Ripto Triyono mengatakan pemerintah Kabupaten tidak pernah memberikan penjelasan terkait rencana penataan laguna. Para pelaku usaha dikagetkan dengan pemasangan spanduk meminta pelaku usaha mengosongkan sampai dengan akhir Oktober. Sebelumnya warga tidak pernah diajak berdiskusi terkait dengan rencana penataan ini. "Tidak pernah berembug dulu, tahu-tahu diminta mengosonkan lahan," ujar Ripto.

Aksi ini dilakukan agar Kadipaten Puro Pakualaman tahu dengan keresahan yang dirasakan para pelaku usaha. Para pelaku usaha sebelumnya mendiami lahan yang dipakai bandara. Namun mereka merelakan lahan ini digusur dan memilih pindah. Namun usaha ini kembali terancam dengan rencana penataan laguna. "Puro yang punya tanah ini, jadi aksi ini agar mereka mengerti dengan keresahan kita," jelasnya.

Semestinya jika akan dilakukan penataan bisa dilakukan tanpa menggusur. Pemerintah bisa membangun dulu di lokasi lain yang kosong. Agar usaha warga tetap bisa berjalan dan rencana penatan bisa dilakukan.“Kemarin kita layangkan surat keberatan ke pemkab dan belum ada tindaklanjutnya,”jelasnya.

Saat ini para pelaku usaha di Pondok Laguna ada sekitar 700 orang. Dari tukang parkir, pedagang makanan, pengelola kolam ikan, perahu wisata hingga beberapa usaha yang lain.

Salah seorang pedagang, Gunarti, mempertanyakan niat pemerintah. Usaha yang dijalani menjadi mata pencaharian warga untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Jika mereka digusur dan tidak ada tempat relokasi, bagaimana warga akan bertahan hidup. “Jangan sampai kamis sudah ngalah, ngalih tetapi ngelih (mengalah, pindah dan lapar). Ini mata pencaharian kami,”ujarnya.

Mestinya pemerintah bisa mmebangun pekerjaan yang tidak merugikan warga. Seperti membangun gapur dulu, atau menyiapkan tempat relokasi.

Sementara itu Pengangeng Pambudidaya Puro Pakualaman, Kusumo Parastho, mengaku sudah melihat aksi warga maupun spanduk yang dipasang disepanjang rute labuhan. Masalah ini pasti akan sampai di dalam Pakualaman dan disampaikan kepada Adipati.

Terkait permasalahan yang dikeluhkan warga, Pakualaman sebenarnya menyerahkan kepada pemkab Kulonprogo. Karena dalam penataan kawasan pasti ada tata ruang, dan mekanisme yang akan dilakukan. “Pengendalian itu ada di pemerintah. Sudah beberapa kali digusur, mestinya golek pangan (mencari makan) tidak nekad,”ujarnya.
(nun)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 0.8206 seconds (0.1#10.140)