UII Tolak Revisi UU KPK

Senin, 09 September 2019 - 20:00 WIB
UII Tolak Revisi UU KPK
Rektor UII Fathul Wahid membacakan pernyatakan sikap UII menolak revisi UU KPK di kampus FH UII Jalan Tamansiswa, Yogyakarta, Senin (9/9/2019).FOTO/SINDOnews/Priyo Setyawan
A A A
YOGYAKARTA - Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta menegaskan menolak revisi Undang-Undang No 30/2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang telah disahkan DPR, Kamis (5/9/2019). Penolakan itu disampaikan dalam pernyataan sikap yang dibacakan langsung Rektor UII, Fathul Wahid di kampus Fakultas Hukum UII, Jalan Tamansiswa, Yogyakarta, Senin (9/9/2019).

Bentuk penolakan UII terhadap revisi UU KPK juga diwujudkan dalam tandatangan di kain berukuran 60 x 60 m2. Pernyataan sikap dan tandatangan penolakan itu selanjutnya akan dikirimkan ke DPR dan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Jika ternyata tidak ada tanggapan dan revisi UU KPK tetap berlanjut, UII akan melakukan judicial review terhadap keputusan tersebut.

Fathul Wahid mengatakan ada beberapa alasan mengapa UII menolak revisi UU KPK tersebut. Di antaranya revisi UU KPK itu bukan untuk memperkuat KPK namun justru akan melemahkan termasuk menghambat agenda besar KPK dalam memberantas korupsi.

“Hal-hal itu antara lain, kedudukan KPK di bawah cabang kekuasaan eksekutf, dalam menjalankan tugas seperti penyadapan harus mendapat izin dari dewan pengawas KPK. KPK bagian yang tidak terpisahkan dari sistem peradilan pidana terpadu sehingga harus bersinergi dengan dengan lembaga penegak hukum lainnya."

"KPK dalam menjalankan tugasnya diawasi oleh dewan pengawas serta KPK harus melaporkan penghentian dan penuntutan kepada dewan pengawas dan diumumkan ke publik,” terang Fathul.

Fathul menjelaskan, menempatkan KPK menjadi bagian dari kekuasaan eksekutif (pemerintah) akan berpotensi menjadikan KPK sebagai lembaga sub ordinat pemerintah (presiden) tidak lagi independen sebab dapat disetir sesuai kehendak rezim yang berkuasa. Pembentukan dewan pengawas akan menganggu independen KPK dan potensi menimbulkan matahari kembar.

“Adanya dewan pengawas dengan kewenangan yang besar juga akan menghambat kinerja KPK yang dituntut untuk melakukan langkah-langkah yang cepat, tepat dan cermat dalam pemberantasan korupsi,” jelasnya.

Hal yang melemahkan KPK lainya, yakni kewenangan menyadap yang harus seizin dewan pengawas. Pegawai KPK menjadi bagian aparatur sipil negara (ASN) akan menimbulkan loyalitas ganda, kepada KPK atau pemerintah. Rekrutmen penyidik hanya dari unsur Polri, kejaksaan dan PPNS akan menutup peluang KPK mengangkat penyidik independen.

“Padahal aspek penting kewenangan KPK adalah perlunya kewenangan mengangkat penyidik independen sesuai kebentuhan penegakkan hukum pemberantasan korupsi,” tandasnya.

Berdasarkan fakta tersebut, maka civitas UII mendesak DPR untuk membatalkan rencana revisi UU KPK. Mendesak presiden untuk tidak mengirimkan surat presiden kepada DPR, sehingga proses pembahasan tidak dapat dilaksanakan. Menuntut presiden menepati janjinya untuk melakukan penguatan KPK untuk mewujdukan Indonesia bebas KKN.

“Kami juga menghimbau semua komponen untuk mengawal pelaksanaan tugas pemerintah dan DPR terutama untuk memastikan dibatalkannya rencana revisi UU KPK,” harapnya.

Dekan FH UII, Abdul Jamil mengatakan selain akan mengawal penolakan revisi UU KPK, jika ternyata pembahasan revisi UU KPK itu tetap akan dilanjutkan, maka tetap akan berjuang melalui cara konstitusonal, yaitu dengan melakukan judicial review terhadap revisi UU KPK tersebut.
(nun)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 1.4985 seconds (0.1#10.140)