Pemerintah Diminta Tegas soal Rokok Elektrik

Minggu, 08 September 2019 - 20:01 WIB
Pemerintah Diminta Tegas soal Rokok Elektrik
Rokok elektrik ternyata sama bahayanya dengan roko tembakau. Pemerintah diminta tegas soal rokok elektrik. (Ilustrasi).
A A A
JAKARTA - Siapa bilang merokok identik dengan seseorang yang keren. Buktinya, anak band pun tidak selalu seorang perokok. Tengok saja vokalis band legendaris Gigi, Armand Maulana, yang tidak suka merokok.

Alasannya sederhana, dia merasa tidak ada manfaatnya bagi tubuh. Bukan berarti Armand tidak pernah mencoba menghisap batang tembakau tersebut. Ketika duduk di bangku SMA, temantemannya selalu menawarkan, dengan alasan kebersamaan rokok pun sempat diisapnya. Namun, hanya sebentar dan tidak berlanjut hingga hari ini.

“Dewi (Dewi Gita) dulu perokok sewaktu kami pacaran, malah dia yang malu akhirnya ikut berhenti. Jadi kami berdua terbebas dari rokok,” kenang bapak satu anak ini. Begitu pun dengan rokok elektrik yang tengah menjadi tren. Ada rasa dan wangi berbeda dari rokok konvensional namun lagi-lagi tidak sedikit pun Armand berniat mencoba.

Rokok elektrik diklaim lebih ringan dari merokok bahkan menjadi cara untuk berhenti rokok konvensional. Meskipun belum pernah mencoba, bagi Armand rokok elektrik tetaplah rokok yang memiliki dampak sama dengan rokok tembakau.Memang, rokok elektrik semakin luas beredar di Tanah Air.

Hafizh Syafaíaturrahman, Ketua PP Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM) mempertanyakan komitmen pemerintah untuk menurunkan angka prevalensi perokok pemula (usia 10-18 tahun). Hafizh menambahkan, Food and Drugs Administration (FDA) dan Federal Trade Commission (FTC) AS bahkan membuka investigasi khusus atas dugaan bahaya dari produk tersebut.

Dia pun menyoroti kisah pengguna aktif rokok elektrik seorang mahasiswa 18 tahun asal AS yang harus dilarikan ke rumah sakit karena paru-parunya tidak berfungsi lagi. Selain kisah mahasiswa yang paruparunya berlubang dan muncul titik-titik hitam tersebut, ada banyak kasus lain yang terjadi di AS.

Laporan The Washington Post menyebutkan terdapat 354 kasus penyakit paru-paru di 29 negara bagian AS yang dikaitkan dengan perilaku merokok elektrik. Hafizh bersama IPM mulai terjun langsung ke sekolah mengimbau temantemannya di SMA untuk tidak mencoba rokok elektrik. Menurutnya, kebanyakan dari mereka sekadar mengikuti apa yang dibawa para seniornya yang sudah kuliah.

“Berkumpul dengan alumni dan dikenalkan rokok elektrik. Alumni terlihat keren dan ingin mengikuti seperti mereka. Jadilah coba-coba sampai beli sendiri dan ikut komunitas,” ujar Hafizh.

Sebagai anak muda, Hafizh juga ingin meminta kepedulian pemerintah untuk tegas mengambil sikap. Jika memang berbahaya, lebih baik dilarang peredarannya. Di Singapura dan Thailand, rokok elektrik itu sudah diawasi ketat. Bahkan di AS, di Negara Bagian Michigan akan melarang penjualan rokok elektrik yang memiliki rasa. Kota San Francisco juga akan melarang semua penjualan dan distribusi rokok elektrik.

Koordinator Nasional Masyarakat Sipil Untuk Pengendalian Tembakau Ifdhal Kasim meminta kepada pemerintah untuk segera menerbitkan aturan. Kementerian Kesehatan, Kementerian Perdagangan, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) harus lebih hati-hati menerima produk baru.“Rokok elektrik sangat terlihat stylish kekinian membuat remaja tertarik,” ucapnya. Namun, generasi muda sebagai taruhannya. Hal ini yang harus menjadi perhatian pemerintah untuk menjaga bonus demografi yang kelak akan menjadi pemimpin bangsa. Rokok elektrik bukan sebagai alternatif untuk berhenti merokok, namun justru membidik anak muda untuk menikmatinya. (Ananda Nararya)
(nun)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 0.9291 seconds (0.1#10.140)