Awas, Vape Juga Punya Kandungan Racun Tinggi

Minggu, 08 September 2019 - 19:00 WIB
Awas, Vape Juga Punya Kandungan Racun Tinggi
Vape Punya Kandungan Racun Hampir Sama dengan Rokok Tembakau. (Istimewa).
A A A
JAKARTA - Rokok elektrik, sering disebut juga vape atau ecigarette ternata juga mempunyai kandungan racun tinggi. Di beberapa negara sudah menerapkan aturan ketat terhadap produk itu.

Penyebabnya, rokok yang sedang digemari kaum muda ini sudah menelan korban jiwa di beberapa negara di Amerika Serikat (AS). Terakhir, orang kedua di Oregon meninggal setelah mengalami penyakit paru-paru parah yang diyakini akibat rokok elektrik. Kejadian ini terjadi di tengah otoritas kesehatan yang gencar menyosialisasikan bahaya rokok elektrik yang menjadi penyebab kematian.

Di Indonesia memang belum ada laporan kasus sakit bahkan meninggal akibat rokok elektrik. Meskipun begitu, hal itu tidak membuat rokok elektrik menjadi aman. Di Indonesia, rokok elektrik menjadi pilihan untuk berhenti dari rokok konvensional.

Dokter spesialis paru dari RSPAD Gatot Soebroto, Brigjen TNI dr Alex Ginting, mengatakan berkembangnya rokok elektrik di Indonesia karena terciptanya opini yang salah di masyarakat bahwa rokok elektrik lebih ringan daripada rokok tembakau, risiko adiktif nikotin lebih minimal, dan risiko terkenal sakit paru hingga kanker paru lebih ringan.“Sekarang yang harus dilakukan ialah mengembalikan persepsi masyarakat yang salah tentang rokok elektrik perihal bahaya nikotin, zat kimia, dan risiko meledak yang bisa saja terjadi,” ungkap salah satu dokter kepresidenan ini.

Alex menjelaskan, rokok tembakau mengandung nikotin, tar, arsenik, karbon monoksida, amonia, dan berbagai bahan kimia lainnya yang termasuk natural maupun artifisial. Sementara itu, rokok elektrik mengandung nikotin, gliserol sayuran, propylene glycol, pemanis buatan, dan macam-macam rasa buah yang semuanya artifisial.

Masyarakat juga harus jelas mengetahui mengenai yang dihasilkan dari rokok. Rokok tembakau mengeluarkan asap hasil pembakaran tembakau. Rokok elektrik menghasilkan uap dari cairan perasa buah, dan nikotin yang dipanaskan atau propylene glycol.

“Perlu penekanan dan ini penting, uap yang dihasilkan dari rokok elektronik bukan merupakan uap air. Uap ini mengandung nikotin dan zat kimia lainnya yang dapat mengganggu kesehatan dan mencemari udara. Hatihati mereka yang ada di sekitar. Uap itu tidak aman untuk dihirup, apalagi ibu yang hamil, perempuan usia produktif, dan anak-anak,” jelas Alex.

Kedua hal tersebut yang sering tidak dipahami masyarakat. Tugas regulator yang seharusnya memberi edukasi kepada masyarakat. Tidak lupa juga informasi yang dapat disampaikan jika rokok elektrik dapat meningkatkan risiko penyakit bronkitis, lung injury, pneumonitis, PPOK, dan penyakit saluran napas kecil dan berbagai jenis penyakit ganas seperti kanker paru.

Pemerintah pun berupaya maksimal dalam mengatur rokok elektrik. Untuk pengaturan liquid di cartridge bisa menggunakan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 2 Tahun 2017 tentang Perubahan Penggolongan Narkotika. Tertulis daftar golongan 1, 2, 3, semua jenis obat yang adiktif baik natural dan sintetik.

Menurut Alex, persoalan muncul pada tata kelola antara Kementerian Perdagangan dan Kementerian Kesehatan, sebab sebenarnya rokok elektrik mengandung zat berbahaya seperti tobacco specific nitrosamines (TSNA), diethylene glycol (DEG), dan karbon monoksida. UU Perlindungan Konsumen bisa digunakan bila terjadi pemakaian narkotika yang berlebihan dalam hal kadar atau dosis pemakaian yang ada pada pasal 19,62, dan 63.

Upaya pemerintah lainnya menerapkan cukai 56% melalui regulasi. Upaya pemerintah lainnya menerapkan cukai 56% melalui regulasi berdasarkan PMK No 146/PMK.010/2017 tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau yang menetapkan kebijakan pengenaan cukai terhadap rokok elektrik 1 Juli 2018 Alex menegaskan bahwa apa pun regulasi yang diterapkan, hal penting yang harus dilakukan ialah menerapkan kesehatan promotif dan kesehatan preventif yang menyentuh berbagai elemen di masyarakat.

Pengamat kesehatan Marius Widjajarta mengatakan dirinya prihatin melihat rokok elektrik beredar luas di masyarakat, terutama generasi muda. Apalagi, bahaya yang mengancam secara langsung dari rokok elektrik mengakibatkan kematian.

“Mematikannya secara langsung karena sudah ada kejadian rokoknya meledak. Itu terjadi di luar negeri, namun bisa saja terjadi di Indonesia. Alat yang digunakan sama, harus ada kesadaran semua pihak,” ujarnya.

Direktur Yayasan Pemberdayaan Konsumen Kesehatan ini memaparkan jika mayoritas pemakai rokok elektrik di Indonesia hanya mengikuti tren, tidak ada kebutuhan mendesak. Bukan hanya untuk berhenti rokok konvensional, justru banyak sebagai perokok pemula.

“Saya pernah sekolah cara berhenti merokok di Singapura. Salah satu negara yang memiliki metode sendiri untuk menghilangkan kebiasaan merokok. Tidak ada caranya dengan mengganti rokok biasa dengan rokok elektrik,” ungkapnya.

Marius menambahkan, dirinya pernah melakukan pelatihan terhadap karyawan di satu perusahaan. Hasilnya, 80% berhasil setop merokok. Dia meyakini bukan dengan rokok elektrik seseorang dapat berhenti merokok tembakau. Rokok elektrik memang diciptakan bukan untuk tujuan itu, namun sebagai pengalaman baru bagi perokok bahkan menyasar perokok baru.

“Pemerintah seharusnya tegas melarang beredarnya rokok elektrik. Kasus sudah banyak dari negara lain, sebaiknya kita belajar dari mereka. Permasalahan dari rokok konvensional saja sudah banyak. Jangan sampai beban kesehatan bertambah akibat rokok elektrik,” tutupnya.
(Ananda Nararya)
(nun)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 1.0745 seconds (0.1#10.140)