Denyut Nadi Desa Wisata di Lereng Pegunungan Menoreh

Sabtu, 31 Agustus 2019 - 05:17 WIB
Denyut Nadi Desa Wisata di Lereng Pegunungan Menoreh
Peternak madu di Desa Ngargoretno di Kecamatan Salaman, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah. FOTO/SINDOnews/Ahmad Antoni
A A A
MAGELANG - Desa Ngargoretno di Kecamatan Salaman, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, menyimpan beragam potensi ekonomi dan wisata yang layak untuk dikunjungi dan dinikmati.

Di bagian selatan, Desa Ngargoretno berbatasan dengan Kabupaten Kulonprogo, Daerah Istimewa Yogyakarta. Di bagian timur, berbatasan dengan desa Giripurno, kecamatan Borobudur. Sementara di bagian barat, berbatasan dengan desa Kalirejo dan sebelah utara berbatasan dengan desa Paripurno, kecamatan Salaman.

Desa Ngargoretno terdiri dari 6 dusun, yaitu Dusun Selorejo, Dusun Wonokerto, Dusun Wonosuko, Dusun Tegalombo, Dusun Karangsari dan Dusun Sumbersari. Jumlah penduduk di desa ini sekitar 3.235 jiwa yang terdiri dengan 928 kepala keluarga.

Potensi desa yang berada di kawasan lereng pegunungan Menoreh ini diantaranya wisata edukatif budidaya peternakan kambing etawa. Di sini, pengunjung atau wisatawan bisa belajar cara memeras susu kambing hingga bisa menikmati langsung hasil perasan di tempat.

“Peternakan kambing etawa di Ngargoretno ini seringkali dikunjungi wisatawan asing maupun lokal untuk belajar budidaya dan cara memeras susu kambing,” Kepala Badan Usaha Milik Desa (Bumdes), Shoim saat ditemui SINDOnews belum lama ini.
Denyut Nadi Desa Wisata di Lereng Pegunungan Menoreh


Dia mengungkapkan, susu kambing merupakan susu dengan kualitas yang bagus dan banyak protein yang mengandung kadar lemak rendah. “Di sisi lain, melimpahnya hijauan makanan ternak sehingga membuat warga lebih memilih beternak kambing,” ungkapnya.

Dari peternakan kambing etawa, wisatawan juga bisa menikmati rumah produksi madu jenis rambutan. Namanya kampung madu Tegalombo. Di sini ada 15 orang yang membudidayakan tawon madu jenis cenara yang sudah dilakukan sejak 2016.

“Banyaknya lebah atau tawon yang ada di desanya harus bisa dijadikan sebagai potensi ekonomi. Sehingga bisa mengangkat kesejahteraan masyarakat setempat,” ujar Ketua Paguyuban Kampung Madu Tegalombo Desa Ngargoretno, Mutrofin.

Dia mengungkapkan, sebelum membudidayakan tawon madu cenara di pekarangan rumah, tawon-tawon madu cenara itu membangun sarangnya di atas pohon.

“Nah banyaknya tawon madu cenara yang dibudidayakan ini mampu menjadi daya tarik wisatawan. Mereka bisa datang dan mencicipi makan madu langsung dari kotak sarangnya,” ungkapnya.

Tak hanya itu, wisatawan juga bisa merasakan sensasi yang mengasyikkan saat makan di tempat dan bisa menyaksikan panennya. “Sebab itu, kita selalu mengutamakan kepercayaan. Misalnya, orang yang beli itu percaya madu asli itu harganya mahal, dan kita tidak berani untuk menjual madu yang dikemas. Ini jenis madu rambutan, dan tawonnya dari jenis cerana. Biasanya, tiga bulan baru panen,” terang Mutrofin.

Diakuinya, bisnis budidaya tawon madu memang sedikit banyak bergantung dengan cuaca. Karena apabila saat musim hujan, maka produksi madunya akan cukup banyak.

“Kendala lainnya dalam beternak tawon madu cenara adalah tawonnya lari dari kotak, dan membuat sarang baru di atas pohon. Namun kalau kita pancing lagi dengan batang pohon kelapa yang dilubangi dan diberi umpan, lebahnya bisa kembali lagi,” paparnya.

Hebatnya, pemasaran produk madu dan sarangnya hingga merambah wilayah Kabupaten Kebumen, Purwokerto hingga permintaan dari luar pulau Jawa, seperti dari Sulawesi.

Dari lokasi budidaya produksi madu tawon, wisatawan bisa bergeser untuk menikmati puncak bukit dan Museum Alam Marmer Merah.

Di perbukitan yang berada 12 kilometer barat daya Candi Borobudur ini memiliki keindahan alam yang indah dan menantang serta spot foto yang menarik.

Wisatawan bisa mendaki tangga batuan marmer yang eksotis. Karena saat digosok sedikit dengan air, batu-batu itu tampak serat kemerah-merahan.

Bukit marmer merah disebut cuma ada dua di dunia. Satu di Italia, satu lagi bukit di Desa Ngargoretno yang menjadi bagian rangkaian perbukitan Menoreh.

“Setelah menyusuri anak tangga, di satu kelokan dibangun sebuah panggung dengan meja dan kursi menjorok ke lembah bukit. Di spot setinggi 500 meter di atas permukaan laut ini, wisatawan bisa berfoto dengan latar perbukitan Menoreh atau menanti panorama matahari tenggelam,” ujar Shoim.

Dia menambahkan, untuk spot foto di bukit ini tengah dipercantik sebagai bagian museum alam khusus batu marmer satu-satunya di Indonesia yang dibuka sejak 2016.

“Kami arahnya konservasi karena di sini sudah 20 dari 70 hektar area bukit marmer yang sudah ditambang. Jadi kami mempertahankan marmer yang masih ada sebagai pondasi lereng Menoreh. Kalau dari wisata saja menghasilkan kenapa harus ditambang,” ucapnya.
(nun)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 5.2000 seconds (0.1#10.140)