Umat Khonghucu Solo Khidmat Ikuti Upacara King Ho Ping

Minggu, 25 Agustus 2019 - 16:00 WIB
Umat Khonghucu Solo Khidmat Ikuti Upacara King Ho Ping
Replika kapal yang disempurnakan (dibakar) dalam upacara suci Sembahyang King Hoo Ping oleh MAKIN di Kota Solo, Minggu (25/8/2019). FOTO/SINDOnews/Ary Wahyu Wibowo
A A A
SOLO - Upacara suci Sembahyang King Hoo Ping yang digelar Majelis Agama Khonghucu Indonesia (MAKIN) di Kota Solo berlangsung khidmat, Minggu (25/8/2019). Upacara diperuntukkan sebagai pengenangan dan penghormatan kepada para arwah, baik keluarga sendiri maupun umum.

Upacara yang bertepatan dengan tanggal 25 Jit Gwe 2570, dilaksanakan di Lithang Gerbang Kebajikan MAKIN, Jalan Yap Tjwan Bing, Kelurahan Jagalan, Solo. Sembahyang King Hoo Ping dipercaya merupakan sebuah rekomendasi bagi bagi para arwah.

“Atau setidaknya rasa simpati manusia yang masih hidup kepada mereka yang telah meninggal,” kata WS Adjie Chandra, Rohaniawan Khonghucu usai memimpin upacara King Hoo Ping, Minggu (25/8/2019).

Dalam pelaksanaan upacara, diletakkan sesajian makan dan minum yang maknanya adalah untuk mengenang seolah olah memperlakukan seperti mereka masih hidup. Sehingga suasana ketulusan, hormat, dan khidmat dalam sembahyang harus diciptakan. Melakukan sembahyang kepada leluhur tidak berarti mendewakan dan mempertahankan pemujaan kepada leluhur.

Namun maksud dan maknanya adalah mengingatkan agar manusia tidak lupa kepada sejarah dan asal usulnya.

“Tidak melupakan budi, jasa, dan kasih dari leluhurnya,” ungkapnya. Dalam upacara terdapat tiga altar yang digunakan. Yakni altar Thie Kong (Tuhan Yang Maha Esa) yang letaknya di teras lithang.

Sedangkan dua lainnya di tengah arena upacara. Yakni altar umum, dan altar khusus yang vegetarian. Sebab banyak leluhur yang sepanjang hidupnya tidak makan daging. Pada bagian belakang altar terdapat tertempel banyak kertas kuning bertuliskan nama para leluhur dari umat dan simpatisan yang menginginkan agar leluhur mereka juga disembahyangkan.

Pada akhir upacara, kertas kuning dimasukkan dalam replika kapal sebagai simbol transportasi yang ada pada zaman dahulu. Replika kapal itu kemudian disempurnakan (dibakar) yang bermakna akan mengantar para arwah untuk segera kembali ke habitatnya. Juga dipasang banyak bendera bertuliskan marga orang Thionghoa yang dipasang di altar sembahyang yang turut disempurnakan
(nun)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 5.7107 seconds (0.1#10.140)