Pakar Hukum Tata Negara: Banyak Pasal Belum Pas di RUU Kamtansiber

Minggu, 18 Agustus 2019 - 13:00 WIB
Pakar Hukum Tata Negara: Banyak Pasal Belum Pas di RUU Kamtansiber
Pakar Hukum Tata Negara Universitas Udayana, Jimmy Zeravianus Usfunan menyarankan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mengkaji kembali RUU Kamtansiber. Foto/Ilustrasi/SINDOnews
A A A
JAKARTA - Jimmy Zeravianus Usfunan, pakar Hukum Tata Negara Universitas Udayana menyarankan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk mengkaji kembali RUU Keamanan dan Ketahanan Siber (Kamtansiber). Menurutya, RUU itu belum bisa disahkan jika masih terdapat pasal-pasal yang menimbulkan polemik di masyarakat dan juga berpotensi tumpang tindih dengan aturan lain.

“RUU yang masih menimbulkan polemik perlu dikaji secara mendalam agar singkron dengan kebijakan lain. Jangan terkesan membuat satu RUU dengan hanya dikejar-kejar waktu, tapi substansinya tidak sesuai kebutuhan,” ujar Jimmy saat dihubungi wartawan, Sabtu (17/8/2019).

Jimmy menuturkan sebuah RUU tidak boleh lepas dari peran serta masyarakat. Dia meminta DPR tidak boleh sepihak untuk mengesahkan RUU yang diinisiasinya.

Tak hanya itu, ia mengingatkan DPR tidak sekadar melakukan formalitas dalam rangka melibatkan masyarakat dalam merumuskan UU. “Kalau seandainya masyarakat, lalu kemudian akademisi melihat masih banyak hal-hal yang belum pas di dalam satu RUU ini, mau tidak mau harus diikuti,” kata dia.

Jimmy juga mengingatkan DPR untuk melaksanakan pesan yang disampaikan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam pidato kenegaraan di depan Sidang Tahunan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI, Jumat (16/8/2019).

Dalam pidatonya, Jokowi berharap DPR dan pemerintah bekerja sama mereformasi Undang-Undang (UU) yang menghambat atau mempersulit masyarakat. Jokowi tidak ingin ada UU yang tumpang-tindih sehingga menghambat kemajuan Indonesia.Kata Jokowi,UU yang menyulitkan rakyat harus dibongkar.

Menurut Jimmy, bila RUU Kamtansiber tetap dipaksakan untuk disahkan akan terjadi keributan antar kementerian/lembaga atau aparat penegak hukum karena tumpang tindih aturan itu. “Inilah yang kita di satu sisi ingin efektifitas pemerintahan tapi di satu sisi keadaan ketidaksingkronan aturan membuat tidak efektif. Jadi kalau ada polemik perlu ada kajian mendalam dari semua pihak,” jelas dia.

Solusi untuk mengatasi tumpang tindih itu, kata Jimmy adalah membentuk pusat legislasi nasional. Dia menilai langkah itu itu bisa meniadakan tafsiran parsial terhadap UU atau kebijakan yang selama ini tumpang tindih.

“Kalau tidak sinkron, UU yang nanti disahkan tidak bisa dijalankan,” ucapnya.

RUU Kamtansiber menuai polemik di masyarakat. Ketua Indonesia Cyber Security Forum (ICSF), Ardi Sutedja sebelumnya mendesak DPR menunda pengesahan RUU tersebut. Dia mengatakan tidak ada urgensi yang membuat RUU tersebut harus disahkan segera.

"Tidak ada kegentingan atau kegawatan nasional hingga RUU itu segera disahkan," tegasnya.

Ardi menyebut RUU Kamtansiber hanya merefleksikan kondisi yang mungkin terjadi pada tahun 2013-2014 sebagimana yang ada di dalam draft RUU. Padahal, dia menambahkan saat ini ancaman sudah berbeda dengan ketika RUU itu dirancang.
(mif)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 1.5065 seconds (0.1#10.140)