Komisi V DPR Sebut Kementerian LHK Gagal Atasi Kebakaran Hutan

Rabu, 14 Agustus 2019 - 18:30 WIB
Komisi V DPR Sebut Kementerian LHK Gagal Atasi Kebakaran Hutan
Anggota Komisi V DPR, Bambang Haryo Soekartono. FOTO/SINDOnews/Ahmad Antoni
A A A
SEMARANG - Komisi V DPR RI menilai Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) gagal mengatasi maraknya kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) yang kembali terjadi di wilayah Kalimantan dan Sumatera.

Kritikan tajam dilontarkan anggota Komisi V DPR, Bambang Haryo Soekartono. Dia menyarankan Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk mencopot Menteri Siti Nurbaya sebagai orang yang paling bertanggungjawab atas terjadinya karhutla.

"Yang paling bertanggungjawab sepenuhnya adalah KLHK. KLHK harus bertanggungjawab total dan saya sebagai wakil rakyat menyarankan menteri (Siti Nurbaya) harus dicopot, karena dalam 5 tahun terakhir ini setidaknya sudah 5 kali berturut-turut terjadi kebakaran hutan," tegas Bambang dalam siaran pers kepada SINDOnews, Rabu (14/8/2019).

Dia menilai, Menteri LHK tidak memiliki background pendidikan yang berkaitan dengan kehutanan. Hal itu juga menjadi salah satu faktor penyebab gagal nya menteri dalam merawat hutan-hutan yang ada di Indonesia.

"Latar belakang pendidikan menteri LHK ini bukan kehutanan tapi pertanian. Ya akhirnya tidak bisa urus hutan dan bila terbakar gak bisa memadamkan," tegasnya.

Bambang mengungkapkan, jika pada tahun 2015 kebakaran hutan bisa padam lebih dikarenakan hujan bukan dipadamkan pemerintah.

“Dulu kebakaran luas juga sekitar 6.000 titik dan sekarang mendekati 4.000 titik. Kalau ini dibiarkan akan semakin banyak, dan hanya bisa dipadamkan pas musim hujan saja," tukas politisi Gerindra ini.

Pihaknya menilai bahwa kebakaran hutan terjadi karena tidak terawat. Kondisi hutannya kering, pohon-pohon nya banyak yang tua. Tercatat, dari 125 juta hektare hutan di Indonesia, sekitar 60 persen nya rusak, tidak terawat dan kering.

"Salah satunya hutan yang ada di Kalimantan, Sumatera, pegunungan-pegunungan yang dikelola perhutani, gunung Ceremai, Sumbing, gunung Bromo, dan masih banyak hutan-hutan lainnya yang rusak karena terbakar," bebernya.

Perlu diketahui, sesuai UU No 41 tahun 1999 pemerintah harus bertanggung jawab karena memiliki kewajiban untuk melestarikan dan melindungi hutan.

"Berdasarkan pasal 1 ayat 8, hutan lindung adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan untuk mengatur tata air, mencegah banjir, mengendalikan erosi, mencegah intrusi air laut, dan memelihara kesuburan tanah untuk fungsi resapan air," jelasnya.

Namun, pemerintah belum bisa menjamin keberadaan hutan dan mengoptimalkan fungsinya. “Sesuai dengan UU kehutanan, fungsi hutan ini untuk konservasi, perlindungan, dan produksi yang untuk manfaat sosial budaya ekonomi yang seimbang dan lestari," tandas pria kelahiran Balikpapan ini.

Pihaknya menyarankan agar pemerintah melakukan penjagaan seperti yang dilakukan oleh negara tetangga, seperti Malaysia.

"Di Malaysia yang hutannya sekitar 25 juta hektare saja tidak pernah terbakar mulai tahun 1983. Mereka SDM nya kompeten dan alat-alat pemadam dan perawatan hutan mulai helicopter heavy ada 5, medium 5, yang kecilnya 2 untuk rescue aktif dan alat-alat lain hovercraft jetsky," sebutnya.

Oleh sebab itu, butuh tanggap darurat yang responsif dengan dilengkapi tim fire danger ratting system untuk mengetahui dengan early warning system. “Misalnya Smoke Potensial Indicator, Air Quality Analysis (kualitas udara), final pendeteksian kelembaban, indikator nya harus dipantau oleh pemerintah," pungkasnya.
(nun)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 0.7344 seconds (0.1#10.140)