Begini Komentar Mendag Soal Kasus Impor Bawang Putih

Jum'at, 09 Agustus 2019 - 22:51 WIB
Begini Komentar Mendag Soal Kasus Impor Bawang Putih
Mendag, Enggartiasto Lukita mendukung langkah KPK untuk mengusut kasus dugaan penyuapan terkait impor bawang putih. Foto/SINDOphoto
A A A
JAKARTA - Menteri Perdagangan (Mendag), Enggartiasto Lukita menyebut, pelaku penyuapan terkait Rekomendasi Impor Produk Hortikultura (RIPH) bawang putih yang ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) adalah orang bodoh karena menyogok. Dia juga menegaskan Kemendag pasti memblokir atau mendaftarhitamkan perusahaan yang terlibat penyuapan. Pernyataan Mendag ini menanggapi terkait operasi tangkap tangan (OTT) oleh KPK terkait impor bawang putih.

"Bodoh saja tuh pengusaha pakai nyogok segala untuk izin. Sejauh dia (importir) ikutin semua proses enggak perlu aneh-aneh nyuap. Informasi apapun yang dibutuhkan kita kasih. Dan, sebenarnya KPK sudah memiliki seluruh data dan prosedur karena deputi pencegahan pernah datang ke Kemendag dan kita jelaskan panjang lebar. Kita dukung KPK mengungkap ini," ujar Enggar di Jakarta, Jumat (9/8/2019).

Enggar pun memaparkan proses impor bawang putih melibatkan dua kementerian. Proses dilakukan transparan. Terhadap pengusaha yang nakal, sanksi tegas diterapkan. Bahkan mereka diproses hukum hingga ke pengadilan.

"Karena enggak akan kita kasih izin apapun. Ini bahkan sudah kita lakukan. Contohnya, ada yang terkena kasus impor di Bareskrim. Sampai sekarang saya enggak kasih izin, dia mau minta izin, sudah ada rekomendasi, tetap saya bilang tidak," tegasnya.

Dia memaparkan, kebutuhan bawang putih Indonesia per tahun sekitar 490 ribu ton. Kemudian pada 2018 RIPH keluar 938 ribu ton. Impor bawang putih dalam prosesnya dimulai dari dikeluarkannya RIPH dari Kementerian Pertanian (Kementan) yang mewajibkan importir menanam bawang di dalam negeri. Setelah mendapat RIPH kemudian baru izin ke Kemendag.

"Kita keluarkan Surat Persetujuan Impor (SPI) 600 ribu ton. Kenapa lebih? Itu untuk cadangan 2019, semua SPI yang sudah keluar dan yang sedang mengajukan bisa dilihat di situs Kemendag," jelasnya.

Enggar mengaku bawang putih sangat dibutuhkan masyarakat, namun ia tidak bisa memutuskan apakah bisa masuk kategori komoditas strategis. Hal itu karena penentuannya di tingkat Kemenko Perekonomian. Dia mengaku terus diingatkan Presiden Jokowi agar menjaga neraca perdagangan.

"Jadi kalau stok sudah cukup ya jangan dikeluarkan semua, kalau sekadar keluarkan izin impor sih gampang tapi neraca kita jebol. Negara rugi, warga rugi. Pak Presiden sudah wanti-wanti kendalikan betul import kita," tandasnya.

Selain itu, kata Enggar, jika barang di pasaran banyak, harga pasti turun drastis maka tidak akan ada keuntungan bagi petani juga. Enggar juga menyatakan dukungannya terhadap program Kementan yang mau mendorong petani untuk menghasilkan produksi yang baik lagi, antara lain seperti wajib tanam untuk importir bawang.

"Salah satu tugas utama Kemendag adalah menjaga neraca perdagangan. Izin impor adalah salah satu instrumen untuk mengendalikan neraca itu. Tetapi saya juga harus melihat momen yang tepat untuk impor sebelum harga naik dan konsumen menjerit. Karena itu saya dukung sepenuhnya program-program peningkatan produksi pangan dan produktivitas petani. Kalau hulunya sudah lebih kuat, impor hanya pelengkap dan untuk jaga-jaga saja," imbuhnya.

Dihubungi terpisah, Pengamat Hukum Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar mengatakan langkah KPK dalam mengungkap kasus impor bawang putih harus didukung. Hal itu sepanjang berada di jalur yang benar.

Yang tragis, kata dia, tidak hanya melibatkan birokrasi saja. Tetapi, di eksekutif juga justru dari legislatif yang seharusnya mengawasi kinerja eksekutif.

Fickar pun menilai bahwa keterbukaan Menteri Enggar adalah menjalankan kewajiban penyelenggara negara. "Itu sudah kewajiban Mendag untuk terbuka," katanya.

Sementara itu, Pengamat Politik Ray Rangkuti menilai bahwa kementerian teknis yang mengatur soal perizinan impor harus memberikan penjelasan secara transparan. Serta memberikan pembuktian apakah proses izin impor tersebut telah dilakukan sesuai dengan aturan yang berlaku. Kementan dan Kemendag harus sama terbuka.

"Iya dong. Kalau ada aturan tegas, itu bisa diuji, apakah mereka melakukannya secara benar atau tidak? Ada kongkaling atau tidak? Itu tanggung jawab kementerian teknis," ujar Ray.

Lebih lanjut dia menjelaskan, potensi korupsi impor bukan hanya terjadi di sektor pangan. Pasalnya, kata dia, persoalan izin impor harus melalui banyak meja.

Di kesempatan lain, Wakil Ketua KPK Laode M Syarif mengatakan kejadian suap libatkan politisi dan pengusaha kerap berulang. Laode berharap kasus impor sapi dulu yang terakhir namun kini nyatanya kembali ada impor bermasalah.

Laode menjelaskan titik lemahnya itu sebenarnya ada tiga. Komoditas dari pertanian itu kan ada Kementan dan Kemendag. Keduanya harusnya sinkron. Akhirnya, jika tak sinkron, membuka celah perdagangan yang akhirnya dimanfaatkan pihak tertentu untuk mencari untung.
(nun)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 2.6758 seconds (0.1#10.140)