Turki Merapat ke Poros Rusia-China Usai Didepak dari Program F-35

Jum'at, 09 Agustus 2019 - 19:30 WIB
Turki Merapat ke Poros Rusia-China Usai Didepak dari Program F-35
Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan (kiri) berbincang dengan Presiden Rusia Vladimir Vladimorvich Putin. Foto/REUTERS/Damir Sagolj/File Photo
A A A
TEL AVIV - Turki yang bergerak merapat ke poros Rusia-China setelah Amerika Serikat (AS) mendepak Ankara dari program jet tempur siluman F-35.

Menurut pengamat Israel gelagat langkah pemerintah Presiden Recep Tayyip Erdogan ini diyakini memiliki implikasi yang siginifikan bagi NATO, Israel dan Timur Tengah.

Washington pada Juli lalu secara resmi mengakhiri partisipasi Turki dalam program jet tempur siluman termahal tersebut setelah Ankara mengabaikan peringatan Amerika dan nekat mengakuisisi sistem rudal S-400 Rusia. Turki seharusnya menerima dua jet tempur F-35 perdananya beberapa bulan yang lalu, tetapi transfer itu telah dibatalkan Amerika.

Pentagon mengatakan, kepemilikan Turki atas sistem rudal S-400 tidak kompatibel dengan jet tempur generasi kelima AS. Para pejabat NATO juga telah menyatakan keprihatinan nyata bahwa kehadiran sistem rudal canggih buatan Rusia akan memungkinkan Moskow untuk mendapatkan data intelijen sensitif dari pesawat jet tempur itu sehingga akan membahayakannya.

Akibatnya, Turki diberitahu bahwa negara itu harus membuat pilihan, yakni memilih mendapatkan jet tempur F-35 dan atau sistem rudal S-400. Presiden Erdogan memilih yang terakhir.

"Perkembangan ini pada akhirnya meningkatkan peluang Turki, yang merupakan anggota NATO, memulai rute yang akan membawanya ke perubahan sisi," kata Ofer Israel, seorang ahli dalam pengambilan keputusan dan kebijakan luar negeri di Herzliya Interdisciplinary Center, kepada JNS yang dilansir Jumat (9/8/2019).

"Turki lebih cenderung menyerah (bertahan) pada blok Barat dan bergabung dengan poros Timur yang saat ini sedang berkembang antara Rusia dan kekuatan China," ujar Ofer yang juga mengajar di Ashkelon Academic College di Israel selatan.

Dia menilai, NATO sekarang tidak punya pilihan selain menghitung ulang rutenya mengenai status Turki, dan masa depan Turki dalam aliansi tersebut.

Pilihan itu, kata Ofer, juga berarti memeriksa kembali kebijakan penempatan aset militer Barat di Turki. Dia menyoroti potensi ancaman yang ditimbulkan oleh penggelaran senjata nuklir taktis Amerika di wilayah Turki. Dia mencatat bahwa dalam situasi krisis, aset-aset senjata nuklir itu bisa menjadi chip tawar-menawar di tangan rezim Ankara.

Menurutnya, Israel juga harus menilai kembali situasi geopolitik bahwa kepergian Turki dari blok Barat akan bersifat sementara. "Ia (Turki) akan memperbaiki jalannya dan kembali ke jalur tradisionalnya, menerima sebuah pukulan yang menyakitkan," papar Ofer.

"Untuk pertama kalinya, sebuah negara regional yang sangat kritis terhadap Israel akan memiliki sistem S-400 canggih, yang dapat merusak kemampuan operasional Angkatan Pertahanan dan Angkatan Udara Israel," katanya mengingatkan.

Secara terpisah, sambung dia, Israel harus mengambil keuntungan dari peluang yang telah diciptakan oleh kepergian Turki dari program F-35. "Dan meningkatkan keterlibatannya sendiri dalam proyek maju yang kaya sumber daya ini. Ini termasuk memperluas partisipasi industri pertahanan Israel," imbuh Ofer.

Sekadar diketahui, perusahaan pertahanan Israel Elbit Systems bersama perusahaan AS Rockwell Collins memproduksi layar jet tempur F-35 yang dipasang di helm. Sedangkan Israel Aerospace Industries memproduksi sayap pesawat canggih itu.

Pada Mei 2018, jet F-35 Israel menjadi pesawat pertama dari jenis mereka yang menyerang target musuh dalam operasi tempur.

Ofer mengatakan, meskipun reorientasi Turki ke arah poros Timur, Yerusalem tidak seharusnya mengecewakan applecart sehubungan dengan Ankara." Dan harus melestarikan kemungkinan kembali hubungan pada negara mereka sebelumnya dari aliansi militer yang kuat, baik karena perubahan kebijakan oleh Presiden Turki saat ini Erdogan atau salah satu penerusnya di masa depan," paparnya.

Sementara itu, Rusia diprediksi akan menjajakan lebih banyak perangkat keras militer ke Turki, di mana baru-baru ini Moskow menawarkan diri untuk menjual jet tempur Su-35.

Pada saat yang sama, Amerika Serikat belum berhenti terlibat sama sekali dengan Turki. Pada hari Rabu, kedua negara mencapai kesepakatan untuk menciptakan "zona aman" di timur laut Suriah untuk menjaga pasukan Kurdi-Suriah dari perbatasan Turki. Perjanjian tersebut dapat mencegah invasi baru Turki ke wilayah Suriah untuk memerangi pasukan Kurdi. Kedua negara mengatakan bahwa mereka akan mengelola pusat operasi bersama, meskipun rincian perjanjian ini masih sedikit yang diungkap.

Terlepas dari kesepakatan itu, Turki terlihat dengan cepat menjauh dari Amerika dan Barat, dan itu dapat menyebabkan perubahan situasi di kawasan yang tidak dapat diabaikan oleh Israel.

Dalam sebuah makalah yang diterbitkan bulan lalu di Institute for National Security Studies di Tel Aviv, peneliti senior Oded Eran dan Gallia Lindenstrauss menulis; "Poros Turki ke arah Timur adalah perubahan tektonik yang cenderung bekerja dengan merugikan serius kepentingan strategis Israel di berbagai ranah seperti energi, penerbangan sipil, dan perdagangan. Israel sebaiknya memikirkan masalah-masalah ini, serta kemungkinan kehadiran China atau Rusia di Mediterania Timur."
(nun)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 1.7368 seconds (0.1#10.140)