Kasus Suap, Bupati Purbalingga Nonaktif Dituntut 8 Tahun Penjara

Rabu, 16 Januari 2019 - 17:45 WIB
Kasus Suap, Bupati Purbalingga Nonaktif  Dituntut 8 Tahun Penjara
Bupati Purbalingga nonaktif saat menjalani sidang tuntutan di Pengadilan Tipikor, Semarang, Rabu (16/1/2019). Foto/SINDOnews/Ahmad Antoni
A A A
SEMARANG - Bupati Purbalingga nonaktif, Tasdi dituntut 8 tahun penjara terkait kasus suap dan gratifikasi. Mantan orang nomor satu di Kabupaten Purbalingga itu juga dibebani membayar denda Rp300 juta atau 6 bulan kurungan.

Tuntutan tersebut dibacakan dalam sidang di Pengadilan Tipikor Semarang, Jawa Tengah, Rabu (16/1/2019). "Menyatakan terdakwa sah dan meyakinkan secara bersama-sama dan berlanjut sebagaimana dakwaan primer, dan melakukan penerimaan gratifikasi sebagaimana dalam dakwaan kedua," tegas jaksa penuntut umum (JPU) KPK, Kresno Anto Wibowo.

Seperti diketahui, Tasdi didakwa menerima suap dan gratifikasi. Dalam kasus suap, ia didakwa menerima Rp 115 juta dari Rp 500 juta yang dijanjikan dalam proyek pembangunan Islamic Center tahap 2 dengan nilai proyek Rp 22 miliar.

Sementara dalam kasus gratifikasi, pria kelahiran Purbalingga 11 April 1968 itu didakwa menerima uang Rp1,46 miliar dan 20.000 dollar AS. Politikus PDIP, Utut Adianto disebut memberi uang Rp150 juta kepada Tasdi.

Dalam persidangan, jaksa menyatakan bahwa Tasdi telah terbukti dalam 2 pasal sekaligus. Yaitu pasal 12 huruf b Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan diganti menjadi Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi dan pasal 11 pada undang-undang yang sama. Dalam kasus suap, terdakwa secara meyakinkan menerima suap dari para pengusaha Librata Nababan sebesar Rp115 juta dari yang dijanjikan Rp 500 juta.

Selain itu, terdakwa juga menerima suap dari sejumlah pihak, baik dari pengusaha yang ingin mendapatkan proyek di Purbalingga maupun bawahan terdakwa di Pemkab Purbalingga."Suap diberikan secara langsung dan tidak langsung. Suap langsung misalnya ketika terdakwa minta pengusaha untuk bantu acara wayangan," tegasnya.

Menurut Jaksa, semua bentuk pemberian kepada pejabat negara seharusnya dilaporkan ke KPK Namun terdakwa tidak pernah sekalipun melaporkan penerimaan uang tersebut ke KPK.

"Uang digunakan untuk kepentingan politik terdakwa dan disimpan di rumah dinas. Mestinya dilaporkan maksimal 30 hari sejak diterima," ujarnya.

Sementara dalam kasus gratifikasi, Tasdi menerima sejumlah uang baik dari kolega, rekanan hingga anggota DPR. Salah satu gratifikasi yang disebut yaitu dari Utut Adianto sebesar Rp180 juta untuk membantu operasional pemenangan di Pilkada Jawa Tengah.

Namun uang pemberian dari Utut tersebut disimpan oleh terdakwa di rumah dinas bupati dan tidak dilaporkan ke bendahara partai."Terdakwa menyebut uang sebagai upaya penanganan Ganjar Pranowo di Pilkada Jateng itu alasan tidak dapat diterima, karena saksi meringankan sesuai AD/ART partai, semua penerimaan wajib dicatatkan," ungkap jaksa.Selain tuntutan hukum, jaksa juga meminta agar hak politik terdakwa dicabut, baik untuk memilih dan dipilih dalam jabatan publik.

Sementara itu, raut wajah Tasdi tampak sedih seusai pembacaan tuntutan. Bahkan, hakim sempat menegurnya karena dia sempat tak fokus dalam persidangan.Mantan Wakil Bupati Purbalingga Periode 2010-2015 itu akan menyampaikan pledoi (pembelaan) pada sidang yang diagendakan Rabu (23/1/2019). Dia akan menyiapkan pledoi tersendiri, selain dari pihak penasehat hukum."Ikuti saja pledoi besok (23/1)," ucapnya singkat.
(nun)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 0.8371 seconds (0.1#10.140)