Amerika Serikat Tuduh China Manipulator Mata Uang

Rabu, 07 Agustus 2019 - 08:38 WIB
Amerika Serikat Tuduh China Manipulator Mata Uang
Makin Panas, Amerika Serikat Tuduh China Manipulator Mata Uang
A A A
BEIJING - China dianggap oleh Amerika Serikat (AS) sebagai manipulator mata uang seiring terus melemahnya nilai yuan. Tuduhan AS itu pun semakin memanaskan konflik antara kedua negara. Bank Sentral China (PBOC) segera merespon dengan menyatakan tuduhan AS itu akan semakin merusak tata keuangan internasional dan mengacaukan pasar keuangan.

Menurut PBOC, sikap AS itu memanaskan ketegangan mata uang serta mencegah pemulihan perdagangan dan ekonomi global. Ini menjadi respons resmi pertama China atas langkah AS meningkatkan ketegangan dalam perang dagang kedua negara. “China tidak pernah menggunakan dan tak akan menggunakan nilai tukar mata uang sebagai alat untuk mengahdapi konflik dagang,” papar pernyataan PBOC, dilansir Reuters.

PBOC menambahkan, “China menghimbau AS menahan kudanya sebelum jurang dan mewaspadai kesalahannya serta kembali dari jalur yang salah.” Tuduhan AS pada China itu memicu konflik lebih besar antara dua kekuatan ekonomi terbesar di dunia tersebut. Situasi ini juga membuat perang dagang akan berlangsung lebih lama dari perkiraan semula.

Konflik antara kedua negara pun menyebar tak hanya mengenai tarif tapi juga melibatkan sektor lain sepreti teknologi. Para pengamat khawatir konflik antara kedua negara dapat merusak kepercayaan bisnis dan pertumbuhan ekonomi global.

Departemen Keuangan AS untuk pertama kali sejak 1994 menyatakan China memanipulasi mata uangnya. Departemen Keuangan AS menyatakan sudah menjadi pengetahuan umum bahwa China memiliki pengalaman luas memanipulasi mata uang dan tetap bersiap melakukannya pada kondisi yang sedang terjadi sekarang.

Tabloid China yang dikelola Peoples Daily milik Partai Komunis, Global Times menyatakan keputusan AS itu murni didorong oleh motif politik. “China tak lagi mengharapkan niat baik dari AS,” papar Hu Xijin, pemimpin redaksi Peoples Daily. Keputusan AS melabeli China sebagai manipulator mata uang itu terjadi tiga pekan setelah Dana Moneter Internasional (IMF) menyatakan nilai yuan sesuai dengan fundamental ekonomi China, sementara nilai dolar AS dianggap terlalu tinggi 6% hingga 12%.

Hukum AS menetapkan tiga kriteria untuk mengidentifikasi manipulasi terhadap para mitra dagang utama yakni surplus neraca transaksi berjalan global, surplus perdagangan yang besar terhadap AS, dan intervensi satu arah yagn terus dilakukan di pasar mata uang asing. PBOC menyatakan China tidak masuk dalam kriteria untuk label manipulator mata uang tersebut.

“Tak ada alasan bagi pihak AS untuk menentukan bahwa ada manipulai nilai tukar mata uang berdasarkan perubahan dalam tingkat nilai tukar yuan pada satu hari,” ungkap Kepala Ekonom Broker Saham China Securities, Zhang Anyuan pada Reuters. “Setelah memberi label itu, ada kemungkinan AS akan menerapkan langkah hukuman yang melebihi situasi yang ada sekarang,” tutur Zhang.

Media China memperingatkan bahwa Beijing dapat menggunakan posisi dominan dalam ekspor mineral langka ke AS sebagai senjata dalam konflik dagang. Mineral langka itu digunakan dalam berbagai produk mulai dari peralatan militer hingga barang elektronik konsumen teknologi tinggi.

Saham di beberapa perusahaan terkait mineral langka Chian menguat kemarin di tengah spekulasi sektor itu akan menjadi sisi selanjutnya dalam perang dagang. China juga dapat meningkatkan tekanan pada perusahaan-perusahaan AS yang beroperasi di China. Beijing pada Juni lalu mengeluarkan himbauan perjalanan bagi turis China tentang risiko ke AS karena kekhawatiran terkait kekerasan senjata, perampokan dan pencurian.

Maskapai Air China juga menghentikan penerbangan pada rute Beijing-Honolulu mulai 27 Agustus setelah meninjau ulang jaringannya. Tanda lain memburuknya hubungan bilateral adalah Kementerian Perdagangan China mengumumkan bahwa perusahaan-perusahaan China telah berhenti membeli produk-produk agrikultur AS sebagai balasan atas ancaman tarif terbaru dari Washington.

“Pada akhirnya, AS akan memakan buah dari kerjanya sendiri,” papar pernyataan PBOC. Otoritas moneter China membiarkan yuan merosot 7 level pada Senin (5/8) sehingga pasar semakin khawatir dengan perang dagang dan melemahnya pertumbuhan ekonomi. Yuan merosot hingga 2,7% terhadap dolar dalam tiga hari terakhir atau ke level terendah dalam 11 tahun setelah Presiden AS Donald Trump pekan lalu mendeklarasikan dia akan menerapkan tarif 10% pada impor asal Chian senilai USD300 miliar mulai 1 September.

Tapi tampaknya nilai yuan akan ditahan, kemarin, saat Bank Sentral China berupaya menghentikan laju penurunan yang memicu kekhawatiran terjadi perang mata uang global. Yuan turun ke level terendah 7,1397 per dolar, kemarin, sebelum Bank Sentral China menyatakan pihaknya menjual uang kertas dalam denominasi yuan di Hong Kong, langkah yang dianggap menahan para spekulan melakukan penjualan yuan.

Yuan juga dibuka melemah sebelum kembali menguat, tapi tetap di bawah level 7. Meski Bank Sentral China mengambil langkah, nilai yuan masih yang terlemah sejak Mei 2008. PBOC menegaskan nilai yuan ditentukan oleh pasar meski lembaga itu masih mengendalikan yuan dan mendukung yuan saat mendekati level sensitif sepanjang tahun lalu.

Menteri Keuangan AS Steven Mnuchin menyatakan pemerintah AS akan bekerja sama dengan IMF untuk menghadapi kompetisi tak adil dari Beijing. IMF belum memberikan komentar terbaru terkait hal itu.
(mif)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 2.2496 seconds (0.1#10.140)