Jepang Ingin Gabung Program Jet Tempur F-35 Setelah Turki Ditendang AS

Selasa, 30 Juli 2019 - 10:05 WIB
Jepang Ingin Gabung Program Jet Tempur F-35 Setelah Turki Ditendang AS
Pesawat jet tempur F-35. Foto/IST
A A A
WASHINGTON - Setelah Amerika Serikat (AS) mendepak Turki dari program pesawat jet tempur siluman F-35, Jepang melihat kesempatan untuk masuk dalam program tersebut. Ankara diusir dari program jet tempur generasi kelima itu karena menolak untuk membatalkan kontrak pembelian sistem pertahanan rudal S-400 Rusia.

Tokyo sejatinya telah menderita kerugian setelah jet tempur F-35A miliknya jatuh di Samudra Pasifik awal tahun ini, termasuk pilotnya yang sampai saat ini belum ditemukan. Namun, negara itu justru berminat untuk bergabung dalam konsorsium bersama pesawat Lockheed Martin itu dengan status negara mitra penuh.

Kendati demikian, sumber Pentagon yang dikutip Defense News mengatakan bahwa Washington berencana menolak permintaan Tokyo. Padahal, Washington sendiri sedang berusaha mempertahankan para pembeli F-35.

Permintaan Tokyo itu muncul dalam surat tertanggal 18 Juni yang ditujukan kepada Pentagon. "Saya percaya menjadi negara mitra dalam program F-35 adalah pilihan," bunyi surat dari direktur Biro Perencanaan Pembangunan Kementerian Pertahanan Jepang Atsuo Suzu kepada Kepala Akuisisi Pentagon, Ellen Lord.

"Saya ingin memiliki pemikiran Anda tentang apakah Jepang memiliki kemungkinan untuk menjadi negara mitra. Juga, saya ingin Anda memberikan informasi terperinci kepada Kementerian Pertahanan tentang tanggung jawab dan hak negara mitra, serta pembagian biaya dan ketentuan seperti proses persetujuan dan periode yang diperlukan," lanjut surat tersebut, yang dikutip Defense News, Selasa (30/7/2019).

Surat Suzu kepada Lord secara khusus meminta kebutuhan akan informasi keselamatan penerbangan untuk pertanggungjawaban kepada publik, dalam referensi yang memungkinkan untuk kemungkinan keterlambatan pengiriman informasi keselamatan ke pihak Jepang setelah kecelakaan F-35A April lalu.

Namun juru bicara Kantor Program Gabungan F-35, Brandi Schiff, mengatakan bahwa kemitraan F-35 telah ditutup sejak Juli 2002. "AS tidak akan dapat mengakomodasi mitra Level III tambahan apa pun karena ketidakmampuan kami untuk menawarkan tunjangan antar-pemerintah yang adil dan ketidakmampuan industri AS untuk menawarkan pengaturan pembagian kerja," bunyi memo yang dikutip Shciff.

Dengan kata lain, hanya negara-negara yang telah mengambil bagian dalam pengembangan awal pesawat tempur yang dapat menjadi mitra selama produksi dan modernisasi apa pun.

Seorang sumber yang mengetahui diskusi status negara mitra F-35 mengatakan kepada Defense News bahwa jika Jepang diizinkan masuk sebagai mitra, maka negara lain seperti Korea Selatan atau pun Israel kemungkinan juga meminta hal serupa.

Menurut sumber tersebut, aturan itu dibuat oleh Pentagon dan Departemen Luar Negeri, dan sebenarnya bisa diubah jika Washington menginginkannya, terutama setelah kekosongan kursi mitra yang ditinggalkan oleh Turki.

"Ini adalah sepakbola politik yang sangat menarik yang harus dilawan oleh DoD (Departemen Pertahanan). Saya pribadi berpikir DoD tidak ingin sakit kepala jika mereka mengatakan ya," kata sumber yang merupakan pejabat militer AS tersebut.

Ellen Lord diperkirakan akan bertemu dengan para pejabat pertahanan Jepang akhir pekan ini, dengan membahas masalah F-35.

Sebagai mitra Level II, Jepang kurang memiliki suara dalam produksi pesawat dan tidak memiliki hak suara pada modernisasi, atau perwakilan di Kantor Program Gabungan F-35.

Tokyo mengumumkan rencana untuk membeli beberapa lusin pesawat F-35 pada akhir 2011. Pada akhir 2018, jumlah pembelian ditingkatkan menjadi 147 unit. Jika sepenuhnya dikirim, Jepang akan memiliki armada F-35 terbesar kedua di dunia setelah AS.
(mif)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 3.0045 seconds (0.1#10.140)