Kemenkop UKM Dorong Pelaku UKM Naik Kelas

Rabu, 24 Juli 2019 - 20:02 WIB
Kemenkop UKM Dorong Pelaku UKM Naik Kelas
Deputi Bidang Produksi dan Pemasaran Kementerian Koperasi dan UKM Victoria BR Simanungkalit (dua dari kiri) menyampaikan paparan dalam forum diskusi Standardisasi dan Sertifikasi Menuju KUMKM Naik Kelas di Yogyakarta . FOTO/SINDOnews/Suharjono
A A A
YOGYAKARTA - Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah terus mendorong pelaku UKM untuk meningkatkan kualitas berupa standardisasi dan sertifikasi. Dengan demikian produk UKM Indonesia mampu bersaing di tingkat global.

Deputi Bidang Produksi dan Pemasaran Kementrian Koperasi dan UKM, Victoria BR Simanungkalit mengatakan untuk bisa bersaing guna meningkatkan nilai produk dibutuhkan kemauan keras dari pelaku UKM. Untuk itu dibutuhkan upaya meningkatkan standardisasi dan sertifikasi produk UKM sehingga diakui secara internasional.

"Banyak produk kita berkualitas namun belum bisa standar pengerjaan secara global, secara muka baik, namun di dalam masih banyak yang kurang standar," terangnya saat Forum Diskusi Standardisasi dan Sertifikasi menuju KUMKM Naik Kelas di Yogyakarta, Rabu (24/7/2019).

Dijelaskannya, pemerintah terus memfasilitasi upaya melakukan standardisasi dan sertifikasi. Hal ini penting dilakukan untuk melindungi produk UMKM dan juga menjamin mutu produk barang. "Data kami dari Kemenkum HAM, dari 64 juta UMKM baru 1,2 juta yang mengajukan pendaftaran di Kemenkum HAM. Jadi perlu terus di-suport," katanya.

Upaya mendorong ini mulai dari mikro menjadi kecil kecil menjadi menengah dan yang menengah menjadi besar. Namun diakuinya untuk naik kelas dibutuhkan biaya besar dan perubahan sistem produksi. "Kita siap fasilitasi gratis. Tahun ini 2500 UKM kita fasilitasi untuk standardisasi dan sertifikasi ini," ulas Victoria.

Dengan pendaftaran serta sertifikasi barang yang dihasilkan sudah jelas dan tidak akan dibajak. Namun demikian konsekuensinya adalah kuntinuitas produk yang dihasilkan."Pemilik mereka harus bertanggung jawab. Kalau tidak bisa menjaga produk baik kualitas maupun kwantitas maka justru berakibat buruk," bebernya.

Dilanjutkannya, dengan fasilitasi gratis harus diikuti kemauan pelaku UKM untuk merubah dapur produksi. "Artinya sistem juga harus didasarkan dengan kemauan global. Kalau tidak mau ya tidak bisa naik kelas," ungkap dia.

Untuk itu dia berpesan pelaku UMKM tidak hanya mengejar ekspor saja. Melainkan juga bisa menguasai pasar dalam negeri yang potensinya cukup besar. "Misalnya saja saat ini air kelapa kaleng kita impor. Padahal kita memiliki sumber daya luar biasa. Tinggal bagaimana kita merubah standar produksi seperti global," lanjutnya.

Sementara, Ketua Badan Perwakilan Daerah Asosiasi Eksportir Handycraft Indonesia (BPD Asephi) Emirita Pratiwi mengungkapkan bahwa memang banyak kendala yang dihadapi. Hal ini berkaitan informasi selera dan juga kemampuan menyediakan barang sesuai permintaan. "Jadi memang ada kendala. Lah bentuk koperasi menjadi solusi ketika dibutuhkan barang dengan jumlah tertentu," katanya.

Selain itu standardisasi yang dibutuhkan memang berbeda beda. Untuk itu dibutuhkan komunikasi dengan buyer asing. "Karena masing-masing perusahaan asing atau grup buyer memiliki standar yang berbeda beda. Jadi kuncinya komunikasi," katanya.

Selain itu Emirita juga menyinggung pentingnya mendaftarkan produk untuk hak atas kekayaan intelektual (HAKI). Hal ini penting dilakukan untuk melindungi produk yang dimiliki. "Agar produk kita diakui keaslian dan tidak dibajak oleh pihak lain," pungkasnya.
(nun)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 1.6236 seconds (0.1#10.140)