200 Juta Lebih Rakyat AS Terdampak Gelombang Panas

Senin, 22 Juli 2019 - 07:32 WIB
200 Juta Lebih Rakyat AS Terdampak Gelombang Panas
Lebih dari 200 Juta Rakyat AS Terdampak Gelombang Panas. Ilustrasi
A A A
NEW YORK - Sebanyak 200 juta lebih atau dua pertiga penduduk bagian tengah dan timur Amerika Serikat (AS) terkena dampak gelombang panas yang mencapai puncaknya pada pekan ini. Temperatur di beberapa wilayah AS mencapai 41 derajat Celsius. “Cuacanya sangat panas dari Lembah Mississippi ke perairan timur,” kata Alex Lamers, pakar meteorologi dari Badan Cuaca Nasional (NWS), dilansir Reuters.

NWS juga menyebutkan gelombang panas menjadi fenomena cuaca paling mematikan. Mereka meminta penduduk kota dari Chicago hingga New York untuk mengamankan diri di pusat pendingin di berbagai lokasi dari perpustakaan hingga pusat perbelanjaan. Sekitar 250 warga manula diminta kembali ke rumah mereka pada Sabtu (20/7) karena panti jompo mengalami pemadaman listrik di Philadelphia.

“Sebagian warga manula juga memilih tinggal di tempat penampungan di sekolah menengah di Philadelphia,” kata juru bicara Pemerintah Kota Philadephia, Deana Gamble. Temperatur panas itu disebabkan kepadatan yang tinggi sehingga menjadikan cuaca lebih panas. “Penekanan panas itu karena dampak kumulatif. Itu juga bisa menyebabkan stres jika masyarakat tidak mendapatkan alat pendingin ruangan,” kata Lamers.

Pada Sabtu siang, indeks panas Boston mencapai 40 derajat Celsius. Di New York, temperatur mencapai 43 derajat Celsius. Sedangkan Washington mencapai 44 derajat Celsius. Imbas dari gelombang panas tersebut, beberapa aktivitas dan kegiatan seperti New York City Triathlon dan lomba lari di pinggiran Washington pun dibatalkan.

“Setelah menimbang segala opsi dan memitigasi atlet, sukarelawan, penonton, dan staf, kita tidak mampu memberikan jaminan keselamatan dan kesehatan,” kata panitia New York City Triathlon. Lomba pacuan kuda Saratoga Race Course di New York juga dibatalkan. “Demi keselamatan dan kesehatan kuda dan jockey menjadi prioritas tertinggi kita,” kata Presiden Maryland Jockey Club Sal Sinatra dilansir CNN.

Kota-kota di Virginia dan North Carolina mengalami musim udara panas yang luar biasa. Di New York, pemerintah kota membuka 500 pusat pendingin ruangan. Para pejabat di Massachusetts meminta warga mengenakan baju tipis untuk menghindari terkena serangan gelombang panas. Wali Kota New York Bill de Blasio memberlakukan status darurat. Kolam renang publik dibuka hingga pukul 08.00 malam.

Pemerintah juga menyediakan minuman gratis di beberapa pedestrian bagi warga yang membutuhkan. “Kita saat ini menjalankan status darurat panas. Kita harus tetap dingin dan minum banyak air agar tetap selamat,” kata Blasio. Dia juga telah memerintahkan pembagian pakaian musim panas. Dia meminta klinik kesehatan agar beroperasi selama 24 jam. “Petugas medis juga diharuskan untuk selalu siaga,” kata Blasio.

Di Wichita, Kansas, dua jalan mengalami retak karena temperatur yang sangat panas. “Aspal jalan mengalami retak karena cuaca panas,” kata Tim Potter, juru bicara Dinas Transportasi Kansas. Dia mengungkapkan, tekanan panas bisa menyebabkan beton meledak. “Aspal bisa meresap panas dan menambah tekanan,” ungkapnya. Gubernur Wisconsin Tony Evers mendeklarasikan status darurat setelah dua kebakaran terjadi di gardu listrik di Madison.

Dia menambahkan, deklarasi darurat untuk memudahkan proses bantuan bagi korban kebakaran. Menurut pakar meteorologi Ivan Cabrera, gelombang panas musim panas membunuh lebih banyak warga AS dibandingkan bencana alam lain. Francesco Rocca, presiden Federasi Internasional Palang Merah, mengungkapkan, gelombang panas menjadi ancaman serius secara global. “Itu juga semakin meluas karena krisis iklim terus berlanjut,” katanya.

Pusat Iklim Palang Merah menyatakan 17 dari 18 tahun terpanas telah terjadi sejak 2001. “Proyek iklim mengindikasikan bahwa jika emisi gas rumah kaca terus meningkat, maka pada 2100 tiga dari empat orang di dunia akan mengalami kematian karena gelombang panas,” demikian bunyi laporan tersebut.
(mif)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 3.6283 seconds (0.1#10.140)