Kemendikbud Terus Dorong Perkembangan Sandiwara Bahasa Jawa

Selasa, 09 Juli 2019 - 21:22 WIB
Kemendikbud Terus Dorong Perkembangan Sandiwara Bahasa Jawa
Pementasan sandiwara bahasa Jawa dengan lakon Keblinger di Wulenpari, pinggir Kali Oya di Patuk, Gunungkidul. FOTO/SINDOnews/Suharjono
A A A
GUNUNGKIDUL - Upaya mendorong kesenian lokal seperti sandiwara Bahasa Jawa terus dilakukan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud). Melalui Direktorat Kesenian, upaya ini terus dilakukan.

Direktur Kesenian Direktorat Kesenian Kemenendikbud, Restu Gunawan mengatakan, pihaknya terus berusaha untuk mendorong dan memfasilitasi ruang ruang publik untuk berkesenian. Seperti halnya di Gunungkidul dengan menggandeng komunitas lokal seperti teater Gunung Sewu untuk pementasan sandiwara bahasa Jawa di ruang publik.

"Ini menarik untuk mengembangkan kesenian lokal seperti sandiwara Bahasa Jawa yang kita angkat kembali dan kita kenalkan di ruang publik," ulasnya saat pementasan sandiwara Bahasa Jawa di Wulenpari, Desa Beji, Kecamatan Patuk, Gunungkidul, Senin (8/7/2019) malam.

Saat ini ada tiga kabupaten yang menjadi pilot project pengembangan kesenian lokal. Di antaranya Gunungkidul, DIY , Temanggung Jawa Tengah, serta Tulungagung di Jawa Timur. Semuanya berusaha mengangkat kesenian lama untuk kembali diperkenalkan ke ruang ruang publik.

"Sandiwara Bahasa Jawa merupakan kesenian lama. Kita gandeng seniman lokal dan pedesaan untuk terlibat dalam mengenalkan kembali," bebernya.

Sementara salah satu seniman lokal Gunungkidul, Lukas Priyo Arintoko mengungkapkan, pihaknya merasa tertantang dengan program pengenalan kesenian lokal. Untuk itu upaya pementasan sandiwara Bahasa Jawa dengan lakon Keblinger menjadi sarana untuk menunjukkan kesenian sandiwara masih bisa eksis.

"Kita pentaskan di tiga tempat di Kota Wonosari malam ini di pinggir Kali Oya di Wulenpari, kemudian ke depan di Batur Hill di Desa Bobung," katanya.

Dijelaskannya, dalam pementasan sandiwara selain cerita, juga menampilkan kesenian asli Gunungkidul yang dikolaborasikan dalam sebuah drama.

"Kita munculkan kesenian asli seperti tari tayub dan kehidupannya. Begitu juga sindiran ketimpangan sosial dari kehidupan penari tayub serta perilaku kaum borjuis di desa," pungkas Lukas yang juga sutradara dalam sandiwara tersebut.
(nun)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 1.6717 seconds (0.1#10.140)