Toyota Tambah Investasi Kembangkan Mobil Listrik

Sabtu, 29 Juni 2019 - 10:30 WIB
Toyota Tambah Investasi Kembangkan Mobil Listrik
Era Mobil Listrik Semakin Dekat. Foto/Dok. Toyota
A A A
JAKARTA - Investasi di dunia automotif Tanah Air semakin bertambah. Tambahan investasi senilai Rp28,3 triliun segera digelontorkan Toyota Motor Corp (TMC) guna mengembangkan mobil berbasis listrik atau electric vehicle (EV).

Gelontoran investasi sebesar itu sejalan dengan fokus pemerintah yang sedang terus berupaya mengurangi impor bahan bakar minyak (BBM). Masifnya investasi untuk menggarap mobil listrik diharapkan semakin memudahkan masyarakat dalam memilih moda transportasi ramah lingkungan di masa mendatang.

Apalagi pemerintah baru-baru ini menyatakan bahwa peraturan presiden (peraturan presiden) soal mobil listrik tak lama lagi akan segera diterbitkan.

"Arahnya ke sana (mobil listrik). Pembicaraan sudah dilakukan antara TMC dan Pemerintah Indonesia," ujar Direktur PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN) Bob Azam kepada KORAN SINDO di Jakarta kemarin.

Dia mengungkapkan, komitmen investasi yang disampaikan Toyota akan difinalisasi setelah regulasi mengenai kebijakan mobil listrik sudah jelas. Beleid yang dimaksud adalahy terkait dengan jenis kendaraan apa yang menjadi fokus pemerintah, apakah berjenis hibrida, full electric vehicle (EV) ataukah jenis lain.

"Termasuk jenis lain di luar itu, karena para peneliti memberikan masukan memanfaatkan tenaga matahari (solar cell) untuk pengembangan mobil di masa depan," tegas Bob.

Bob mengatakan, regulasi dari pemerintah merupakan hal yang terpenting bagi industri automotif di Tanah Air. Sebab hal itu menjadi acuan bagi industri untuk segera melakukan produksi.

Pabrikan kendaraan, lanjut Bob, sudah lama melakukan riset dan memberi masukan kepada pemerintah melalui Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo). Dia pun berharap, kebijakan mobil listrik segera terbit sehingga industri memiliki arah yang jelas untuk pengembangannya.

"Negara lain sudah menerbitkan regulasi seperti Thailand dan Singapura. Kita (Indonesia) ketinggalan," tegasnya.

Bob mengakui, saat ini harga mobil listrik masih tinggi. Dia berharap, ke depan harganya bisa semakin terjangkau apabila ada insentif dari pemerintah. Dia menilai, untuk pasar Indonesia, jenis mobil listrik yang potensial dikembangkan adalah segmen middle low yang memiliki pangsa pasar terbesar.

“Kalau lihat potensinya, mobil listrik jenis hibrida paling siap dikembangkan. Yang paling penting bagaimana implementasi kebijakan mobil listrik itu bisa mengurangi emisi dan konsumsi BBM," ucap Bob.

Sekjen Gaikindo Kukuh Kumara mengatakan, kepastian regulasi dari pemerintah penting sebagai panduan bagi industri dalam pengembangan mobil listrik. "Harus segera karena sudah terlalu lama diwacanakan," tegasnya.

Menurutnya, regulasi mobil listrik juga harus memuat secara tegas perihal infrastruktur pendukungnya. Dia mencontohkan, dukungan stasiun pengisian listrik dan instalasi listrik di rumah konsumen yang harus disesuaikan.

“Keberhasilan program mobil listrik nasional sangat ditentukan oleh pengembangan infrastruktur pendukung. Pembangunan infrastruktur pendukungnya perlu dipercepat,” ujar dia.

Sebelumnya, di sela-sela penyelenggaraan pertemuan KTT G-20 di Osaka, Jepang, Menteri Perindustrian (Menperin) Airlangga Hartarto melakukan pertemuan dengan Presiden Toyota Motor Corp (TMC) Akio Toyoda.

Dalam kesempatan itu Toyota menyatakan akan mengembangkan kendaraan berbasis listrik, khususnya hibrida, di Indonesia. Rencananya Toyota siap menggelontorkan dana sebesar Rp28,3 triliun dalam empat tahun ke depan.

“Rencana investasi Toyota berikutnya terkait dengan kebijakan pemerintah, yaitu yang mendorong pengembangan electric vehicle," kata Airlangga.

Menurut Airlangga, pemerintah sedang menyiapkan dua regulasi, yakni mengenai percepatan kendaraan berbasis elektrik dan kegiatan terkait dengan PPnBM untuk industri berbasis elektrik, yang di dalamnya termasuk hibrida.

"PPnBM itu akan menjadi nol kalau berbasis pada elektrik dan emisinya paling rendah,” ungkap Airlangga.

Di bagian lain PT PLN (Persero) masih menunggu penerbitan peraturan presiden (perpres) sebagai payung hukum kebijakan pengembangan kendaraan listrik nasional.

“Perpres insyaallah sebentar lagi diterbitkan karena janjinya sudah akan ditandatangani. Informasi dari staf kepresidenan nggak lama lagi diterbitkan. Nggak lama lagi sudah ditandatangani,” ujar Direktur Bisnis Regional Jawa Bagian Barat PLN Haryanto WS di Jakarta awal pekan ini.

Menurutnya, perpres kendaraan listrik penting sebagai landasan hukum untuk pengembangan listrik di dalam negeri. Pasalnya PLN harus memperhitungkan pasokan hingga pembangunan infrastruktur seperti stasiun penyedia listrik umum (SPLU) maupun infrastruktur pengisian listrik cepat (fast charging) secara nasional.

“Kalau dari sisi pasokan kami sangat siap. Infrastruktur PLN juga siap, tinggal fast charging-nya saja. Kalau fast charging, bisa dilakukan di mana saja,” kata dia.

Dia mengatakan bahwa metode fast charging bisa dilakukan di rumah dan perkantoran. Bahkan PLN juga sudah menyediakan SPLU, khususnya di DKI Jakarta, untuk mengakomodasi para pedagang kaki lima serta usaha mikro kecil dan menengah.

China Mendominasi
Untuk urusan mobil listrik, China kini boleh dibilang menjadi penguasanya. Di Negeri Panda itu perkembangan mobil listrik begitu pesat menyusul adanya insentif dari pemerintah setempat.

Teknologi mobil listrik China pun mengalami evolusi signifikan. Mulai dari terus meningkatnya daya jelajah kendaraan, harga baterai yang menurun, dan kesadaran akan lingkungan. Kendati demikian, sejauh ini populasi mobil listrik di China masih kalah jauh bila dibandingkan dengan mobil konvensional. Hingga akhir 2018, keberadaannya sekitar 1:250.

Secara global, penjualan mobil listrik mencapai 2 juta unit pada 2018, naik sekitar 63% bila dibandingkan dengan setahun sebelumnya. Pangsa pasarnya dalam penjualan mobil baru sekitar 2,1%. Saat ini ada dua jenis mobil listrik, yakni mobil bertenaga baterai (BEV) dan hibrida, kombinasi baterai dan kombustor internal (PHEV).

Pasar mobil listrik berangsur-angsur mulai mengalami pergeseran dari PHEV menuju BEV. Rasio global antara PHEV dan BEV berubah dari 44:56 pada 2012 menjadi 40:60 pada 2015 dan 31:69 pada 2018. Sejauh ini China menjadi negara dengan penggunaan mobil listrik terbesar di dunia, yakni mencapai 2 juta.

Di belakang China ada AS dengan penjualan 1 juta unit dengan pasar terbesarnya di California yang mencapai separuh dari total penjualan nasional. Sisa lebih dari 500.000 unit terdaftar di Eropa yang dipimpin Norwegia dengan 296.000 unit. Sebanyak 10% mobil yang berlalu lalang di jalanan Norwegia bertenaga listrik.

Penjualan mobil listrik pada tahun lalu dipimpin Tesla Model 3 dengan 145.000 unit. Disusul BAIC EC-Series dengan 90.000 unit dan Nissan Leaf dengan 87.000 unit. Secara keseluruhan, Tesla juga berada di depan BYD dengan 245.000 unit berbanding 233.000 unit. BAIC berada di urutan ketiga dengan 165.000 unit.

“Kami memperkirakan Tesla dan BYD akan mendominasi tahun ini. Keduanya kemungkinan akan mengalami pertumbuhan pasar yang lebih cepat,” ungkap majalah The Beam. China merupakan pasar dengan pertumbuhan terbesar dan tercepat berdasarkan volume dan menjadi pendorong utama mobil listrik.

Kenaikan popularitas mobil listrik di China tidak hanya didorong variasi dan vitalitas brand lokal, tapi juga insentif pemerintah. Pembeli mobil listrik di China diberi subsidi hingga 50.000 yuan per mobil. Pemerintah China berharap langkah itu dapat menjadi solusi kemacetan dan mengurangi polusi udara di China.

Pajak kendaraan listrik di China juga menurun menjadi 15% sejak Juli tahun lalu. (Anton/Muh Shamil/Nanang Wijayanto)
(mif)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 0.9033 seconds (0.1#10.140)