Dosen UGM Olah Limbah Cangkang Kepiting Jadi Obat Pembasmi Hama

Jum'at, 11 Januari 2019 - 14:05 WIB
Dosen UGM Olah Limbah Cangkang Kepiting Jadi Obat Pembasmi Hama
Dosen Farmasi UGM Ronny Martien memberikan keterangan tentang nanokitosan antihama dari limbah cangkang kepiting di kantor Humas dan Protokol UGM, Jumat (11/1/2019). FOTO/SINDOnews/PRIYO SETYAWAN
A A A
YOGYAKARTA - Dosen Farmasi Universitas Gadjah Mada (UGM) Ronny Martien berhasil mengolah limbah cangkang kepiting dan udang menjadi nanokitosan antihama pertanian dan pengawet makanan. Selain ramah lingkungan, formula ini juga aman bagi kesehatan.

Ronny Martien mengatakan pengembangan formula nanokitosan bermula dari keprihatinannya terhadap penggunaan pestisida yang cukup tinggi untuk membasmi hama pertanian. Meski mampu mengurangi serangan hama, tapi penggunaan pestisida dalam jumlah banyak dapat berbahaya, baik lingkungan maupun kesehatan.

Padahal Indonesia yang memiliki iklim tropis, rentan terhadap serangan hama, terutama jamur dan bakteri. Sebab, iklim tropis dengan suhu udara dan kelembaban yang tinggi menyebabkan jamur, bakteri, maupun serangga mudah tumbuh dan berkembang biak. Karena itu, perlu solusi untuk mengatasi persoalan tersebut.

"Saya kemudian melakukan penelitian untuk menciptakan teknologi yang mampu melindungi tanaman dari kerusakan akibat serangan hama," kata Ronny soal pembuatan Nanokitosan Antihama dari limbah cangkang kepiting dan udang di kantor Humas dan Protokol UGM, Jumat (11/1/2019).

Ronny menjelaskan, setelah menekuni kajian nanopartikel, muncul ide untuk membuat nanokitosan guna melindungi tanaman dari hama. Yaitu dengan memanfaatkan limbah cangkang kepiting dan udang yang mengandung senyawa kitin menjadi kitoszm dalam ukuran nuno partikel berwujud cair.

"Bukan seperti pestisida yang membunuh hama, tetapi nanokitosan disemprotkan untuk melapisi (coating) tanaman sehingga melindungi dari serangan hama," kata pakar nanoteknologi ini.

Formula nanokitosan yang dikembangkan mengandung antimikrobia sehingga memiliki kemampuan untuk menghambat pertumbuhan bakteri dam jamur. Selain itu, bersifat nontoksik, biodegradabel, dan biocompatible juga mampu melindungi tanaman dari serangan hama. Karena merupakan biopolimer atau polimer alam, maka aman bagi manusia dan ramah lingkungan.

"Formula ini juga dapat menyuburkan tanaman karena mempunyai kemampuan mengikut unsur hara di alam sehingga dapat meningkatkan produktivitas tanaman," ujarnya.

Selain mampu mengurangi penggunaan pestisida di sektor pertanian, pengembangan nanokitosan ini juga dapat melindungi tanaman dari hama, sehingga menekan efek berbahaya peptisida bagi kesehatan manusia.

Formula nanokitosan yang dikembangkan Ronny telah digunakan oleh petani di berbagai wilayah lndonesia antara lain di Kopeng, Tawangmangu, Kediri, dan Lombok Barat. Bahkan telah digunakan oleh sejumlah industri pertanian Indonesia. Hasilnya ada peningkatan
produksi.

"Sepeti di Gelogor, Kediri, Lombok Barat, NTB, biasanya untuk satu hektare hasil panen padi sebelum menggunakan nanokitosan ini hanya 7 ton, tapin dengan aplikasi nanokitosan menghasilkan panen 13 ton," ungkap Ronny.

Ronny menambahkan, nanokitosan ini juga bisa sebagai pengawet organik makanan. Misalnya untuk mengawetkan buah, sayur, ikan maupun bahan pangan lainnya. "Selain bisa memperpanjang umur simpan produk makanan hingga tiga bulan, juga menjaga kualitas produk," katanya.
(amm)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 1.6331 seconds (0.1#10.140)