Balon Udara Rusak Trafo Listrik, AirNav Yogya Kesulitan Cari Pelaku

Kamis, 13 Juni 2019 - 19:50 WIB
Balon Udara Rusak Trafo Listrik, AirNav Yogya Kesulitan Cari Pelaku
GM AirNav cabang Yogyakarta, Nono Sunariyadi memberikan keterangan soal balon udara liar usai penutupan Posko Angkutan Udara Lebaran di lapangan Angkasa Pura I Yogyakarta, Jalan Yogya-Solo, Maguwoharjo, Depok, Sleman, Kamis (13/6/2019). FOTO/SINDOnews/PRI
A A A
YOGYAKARTA - Lembaga Penyelenggara Pelayanan Navigasi Penerbangan Indonesia (LPPNPI) atau AirNav Indonesia cabang Yogyakarta mengaku kesulitan mencari pelaku yang melepaskan balon udara secara liar. Balon udara itu membahayakan karena bisa masuk ke jalur penerbangan dan menyebabkan kerusakan ketika jatuh.

Seperti yang terjadi di Jatirejo, Sendangadi, Mlati, Sleman, Rabu (12/6/2019) sore. Balon udara jatuh menimpa jaringan listrik dan menyebabkan trafo meledak serta merusak tandon air rumah warga.

GM AirNav Cabang Yogyakarta, Nono Sunariyadi mengatakan, sebenarnya balon udara sudah diatur dalam Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) No 40/2018 tentang Penerbangan. Regulasi ini mengatur ukuran dan ketinggiannya. Panjang maksimal balon udara 7 meter dan diameter 4 meter. (Baca Juga: Tertimpa Balon Udara Liar, Trafo Listrik di Jatirejo Sleman Meledak)

"Balon udara hanya boleh dilepaskan dengan ketinggian maksimal 150 meter dan ditambatkan minimal dengan 3 tali. Jika tidak sesuai, maka melanggar peraturan dan dianggap sebagai balon liar," kata Nono Sunariyadi usai penutupan Posko Angkutan Udara Lebaran di lapangan Angkasa Pura I Yogyakarta, Jalan Yogya-Solo, Maguwoharjo, Depok, Sleman, Kamis (13/6/2019).

Menurutnya, pelanggar aturan akan mendapatkan sanksi tegas, yakni ancaman hukuman 2 tahun dan denda Rp500 juta. Balon udara liar sangat membahayakan keselamatan dan keamanan penerbangan, jika masuk ke dalam mesin dapat menyebabkan pesawat terbakar dan meledak. Dan ketika jatuh, balon udara itu meruksa fasilitas umum.

"Kami kesulitan mencari dari mana sumber pelepasannya karena arah angin juga berubah-ubah," katanya.

Di bebeberapa daerah, seperti Wonosobo, Pekalongan, dan Ponorogo, pelepasan balon udara merupakan tradisi saat Lebaran. Karena itu, AirNav tidak bisa melarang maupun menghilangkannya. Sebagai solusi, Airnav bekerja sama dengan pemerintah daerah menggelar Festival Balon Udara. Di Pekalongan dan Ponorogo digelar pada 12 Juni, sementara di Wonosobo baru dilaksanakan 15 Juni 2019.

"Dengan diakomodasi melalui festival diharapkan semua bentuk balon liar sudah tidak ada lagi," katanya.

Mengenai balon udara yang jatuh di Jatirejo, Sendangadi, Mlati, Sleman, Rabu (12/6/2019) sore, Nono belum bisa memberikan keterangan lebih lanjut. Sebab masih melakukan penyelidikan bersama kepolisian. Namun yang jelas untuk jalur penerbangan Yogyakarta–Cirebon, jika ditarik garis lurus sebelah kanannya adalah Wonosobo. Jika ada balon liar dan anginny ke selatan dipastikan akan masuk ke jalur penerbangan.

"Selama arus mudik dan balik Lebaran 1440 H, kami mendapatkan 24 laporan dari pilot yang melihat adanya balon udara di jalur penerbangan Yogyakarta-Cirebon. Jumlah ini menurun dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Sebab tahun 2018 ada 45 laporan. Karena itu, bersama instansi terkait terus akan melakukan sosialiasi soal Permenhub tersebut," katanya.

Kapolsek Mlati, Sleman Kompol Bayu Yogi Hendarto mengatakan pihaknya masih mengembangkan penyelidikan kasus jatuhnya balon udara di Jatirejo. Di antaranya berkoordinasi dengan Airnav dan Dishub.
(amm)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 1.2701 seconds (0.1#10.140)