Hakim Tipikor Vonis Empat Pengusaha dalam Kasus Suap SPAM

Jum'at, 24 Mei 2019 - 10:51 WIB
Hakim Tipikor Vonis Empat Pengusaha dalam Kasus Suap SPAM
Empat Pengusaha Divonis Hakim Tipikor Tiga Tahun Penjara
A A A
JAKARTA - Empat terdakwa pemberi suap dalam kasus proyek SPAM Kementrian PUPR divonis pidana penjara selama empat tahun oleh majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta. Mereka terbukti memberikan suap untuk proyek SPAM dengan nilai anggaran hampir Rp500 miliar.

Empat terdakwa pemberi suap tersebut yakni Direktur Utama PT Wijaya Kusuma Emindo (WKE) sekaligus pengendali PT Tashida Sejahtera Perkasa (TSP) Budi Suharto, Direktur Keuangan PT WKE merangkap Bagian Keuangan PT TSP Lily Sundarsih W (istri Budi), Direktur Utama PT TSP merangkap Project Manager PT WKE Irene Irma (anak Budi dan Lily), dan Direktur PT WKE sekaligus Project Manager PT TSP Yuliana Enganita Dibyo.

Perkara dan putusan atas nama Budi ditangani majelis hakim yang dipimpin Franki Tambuwun. Sedangkan untuk atas nama Lily, Irene, dan Yuliana ditangani majelis hakim yang dipimpin Rosmina. Dalam dua perkara, Franki dan Rosmina didampingi anggota majelis hakim Emilia Djajasubagja, Titi Sansiwi, dan Anwar.

Majelis hakim menilai, Budi Suharto, Lily Sundarsih W, Irene Irma, dan Yuliana Enganita Dibyo terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah menurut hukum melakukan tindak pidana korupsi (tipikor) dalam delik pemberian suap secara bersama-sama dan berlanjut.

Majelis sepakat dengan pertimbangan Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada KPK bahwa berdasarkan fakta-fakta persidangan, empat terdakwa terbukti memberikan suap Rp30,683 miliar kurun 2014 hingga 2018 ke sejumlah pejabat Kementerian PUPR. Dari angka tersebut, sebagiannya yakni Rp4.131.605.000, USD38.000 (setara saat itu Rp537 juta), dan 23.000 dolar Singapura (setara saat itu Rp255 juta) diberikan pada 2018 kepada empat orang pejabat Kementerian PUPR.

Mereka adalah Kepala Satuan Kerja (Satker) Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) Strategis/Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) SPAM Lampung Anggiat Partunggul Nahot Simaremare sebesar Rp1,35 miliar dan USD5.000 atau setara Rp73 juta.

Kemudian PPK SPAM Katulampa Kota Bogor Meina Woro Kustinah sejumlah Rp1,42 miliar dan 23.000 dolar Singapura atau setara Rp255 juta, PPK SPAM Toba 1 Donny Sofyan Arifin sebesar Rp150 juta, dan Kepala Satker SPAM Darurat Teuku Moch Nazar sebesar Rp1.211.605.000 dan USD33.000 atau setara saat itu Rp500 juta.

Majelis meyakini suap tersebut terbukti agar Anggiat, Meina, Donny, dan Nazar tidak mempersulit pengawasan atas 11 proyek di 12 kabupaten/kota dan provinsi sehingga dapat memperlancar pencairan anggaran kegiatan proyek di lingkungan Satuan Kerja Pengembangan SPAM Strategis dan Satuan Kerja Tanggap Darurat Permukiman Pusat Direktorat Jenderal Cipta Karya Kementerian PUPR yang dikerjakan oleh PT WKE dan PT TSP.

Nilai 11 proyek tersebut lebih Rp431,168 miliar. “Mengadili, memutuskan, menjatuhkan pidana oleh karena itu terhadap terdakwa Budi Suharto dengan pidana penjara selama 3 tahun dan pidana denda sebesar Rp100 juta bila tidak dibayar diganti dengan kurungan selama 2 bulan,” tandas hakim Franki.

Hakim Rosmina menyatakan, terhadap Lily, Irene, dan Yuliana dijatuhi pidana penjara dan denda yang sama seperti Budi. Perbuatan pidana empat terdakwa pemberi suap ini, menurut Rosmina, terbukti melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf b UU Pemberantasan Tipikor jo Pasal 55 (1) ke-(1) KUHPidana jo Pasal 64 ayat (1) KUHPidana.

Dalam menjatuhkan putusan, tutur Rosmina, majelis mempertimbangkan hal-hal meringankan dan memberatkan. Yang meringankan bagi empat terdakwa yakni belum pernah dihukum, kooperatif dan menyesali perbuatan, dan masih memiliki tanggungan keluarga.

Pertimbangan memberatkan yakni tidak mendukung semangat dan upaya pemerintah dalam melaksanakan pemberantasan tipikor. “Perbuatan para terdakwa yang memberi uang kepada sejumlah PPK telah menghambat pemerintah melakukan reformasi birokrasi dan bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme,” tandas Rosmina.

Anggota majelis hakim Titi Sansiwi menyatakan, majelis hakim menolak permohonan justice collaborator (JC) yang diajukan Budi Suharto. Di sisi lain, majelis juga mempertimbangkan permohonan Budi untuk pembukaan blokir atas rekening pribadi serta rekening PT WKE dan TSP.

Pasalnya, terdakwa Budi dan dua perusahaan tersebut memiliki beban untuk membayarkan gaji karyawan yang sudah tidak beroperasi dan mati suri. “(Tapi) semestinya dicantumkan nomor rekening dan di bank mana berada. Bila rekening tidak terkait dengan perkara a quo semestinya KPK membuka karena tidak terkait dengan perkara a quo,” ujar hakim Titi.

Atas putusan majelis hakim, Budi Suharto, Lily Sundarsih W, Irene Irma, dan Yuliana Enganita Dibyo langsung menyatakan menerima putusan. Sedangkan JPU pada KPK meminta waktu selama satu pekan untuk pikir-pikir apakah menerima putusan atau banding. “Kami terima putusan,” tandas Budi Suharto.
(mif)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 1.5006 seconds (0.1#10.140)