Belajar Saat Longgar, Siswa Ini Raih Nilai 100 UNBK Semua Mata Pelajaran

Rabu, 15 Mei 2019 - 20:05 WIB
Belajar Saat Longgar, Siswa Ini Raih Nilai 100 UNBK Semua Mata Pelajaran
Ananda Hafidh Rifai Kusnanto, siswa kelas XII IPA 6 SMA Negeri 4 Surakarta yang meraih nilai 100 di seluruh mata pelajaran yang diujikan bersama dengan salah satu gurunya. FOTO/SINDOnews/Ary Wahyu Wibowo
A A A
SOLO - Ananda Hafidh Rifai Kusnanto, siswa kelas XII IPA 6 SMA Negeri 4 Surakarta mencuri perhatian publik usai pelaksanaan ujian nasional berbasis komputer (UNBK). Empat mata pelajaran yang diujikan, yakni Matematika, Fisika, Bahasa Indonesia, dan Bahasa Inggris semuanya mendapatkan nilai 100.

Ananda Hafidh mengaku sempat kaget ketika hasil ujiannya mendapatkan nilai sempurna seluruhnya. Ketika mengerjakan soal Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris, dirinya tidak terlalu yakin beberapa soal dapat dikerjakan dengan benar. “Saya hanya yakin Matematika dan Fisika yang benar seluruhnya,” kata Ananda Hafidh saat ditemui di SMA Negeri 4 Surakarta, Rabu (15/5/2019). Ketika ujian, waktu dimaksimalkan seluruhnya mengecek ulang jawaban meski telah selesai.

Pelajar kelahiran 11 Oktober 2001 mengaku kiatnya sukses ujian nasional adalah belajar rutin, dan banyak latihan soal soal. Tak kalah penting adalah berdoa kepada Tuhan dan memohon doa restu orangtua. Hafidh tergolong salah satu anak yang pintar dan masuk rangking 10 besar di kelas. “Biasanya rangking 6 atau rangking 7 di kelas,” ucapnya. Selama ini, mata pelajaran yang paling digandrungi adalah Matematika dan Fisika. Dan yang paling disukai adalah Fisika karena seru dan penuh tantangan.

Sehingga tak heran jika nilai kedua mata pelajaran itu memang paling menonjol. Dan mata pelajaran yang paling tak disukai adalah Biologi sehingga nilai juga paling jelek. “Kalau Biologi banyak hafalannya,” lanjut Hafidh. Selama ini, pelajar asal Desa Wirogunan, RT 2 RW 3 Kecamatan Kartasura, Sukoharjo ini mengaku belajar ketika ada waktu longgar saja. Biasanya dilakukan malam setelah Isya dan selesai ketika mata terasa sudah mengantuk.

Bahkan ketika memasuki ujian, dirinya justru tidak belajar dan memilih santai melonggarkan pikiran. Meski tidak mengikuti bimbingan belajar (bimbel) atau les, ia tetap mampu bersaing nilai pelajaran di kelas. Mengerjakan banyak latihan soal soal dari sekolah, dan mencari materi soal soal dari internet dinilai sudah cukup. “saya tidak bisa ikut bimbel atau les karena orangtua kesulitan biaya,” tuturnya.

Bapaknya, Amat Kusnanto telah meninggal tahun 2016 lalu karena sakit ketika dirinya duduk di kelas 3 SMP. Sedangkan ibunya, Supadmi adalah penjual mainan keliling dari sekolah ke sekolah. Dengan pendapatan rata rata hanya Rp50-60 ribu/hari, maka sangat pas pasan untuk memenuhi kebutuhan. Terlebih, ia juga masih memiliki tiga adik yang berumur 15 tahun, 10 tahun dan 7 tahun. Dalam keseharian, dirinya berangkat dari rumah ke sekolah dengan naik bus dan turun di perempatan Manahan lalu berjalan kaki menuju sekolahnya.

Meski berjuang sendiri mencari nafkah, ibunya tidak pernah menyuruh Hafidh turut bekerja mencari uang. Ibunya selalu berpesan agar dirinya sekolah yang rajin, belajar sungguh sungguh, dan tidak lupa dengan Tuhan. Semasa hidup, bapaknya juga merupakan penjualan mainan keliling. Setelah meninggal, pekerjaan itu diteruskan ibunya sampai kini. Setelah lulus SMA, Hafidh tidak perlu bingung lagi mencari perguruan tinggi untuk melanjutkan kuliah. Ia telah diterima di jurusan elektro Universitas Gajah Mada (UGM) Yogyakarta melalui jalur SMPTN dan mendaftar sebagai mahasiswa bidik misi. Sehingga biaya kuliah tidak terlalu bingung lagi.

Sedangkan cita citanya ke depan adalah menjadi engineering atau insinyur. Dalam keseharian, Hafidh mengaku juga memiliki hobi main game. Permainan yang digemari adalah simulator balapan. Selain itu, ia juga mengikuti ekstra kurikuler klub astronomi. Mengamati benda benda langit sharing astronomi terbaru dengan klub astronomi di Surakarta menjadi kegemarannya. Putra sulung dari empat bersaudara ini mengaku sebenarnya ingin kuliah di jurusan astronomi.

Hanya saja, jurusan itu hanya ada di Institut Teknologi Bandung (ITB). Sehingga letaknya dinilai terlalu jauh dan akhirnya memilih jurusan elektro di UGM. Salah satu alasannya karena di jurusan elektro juga banyak materi fisika. Tahun 2017 lalu, ia pernah mengikuti lomba Olimpiade Sains Nasional dan mendapatkan medali perak. Ditanya mengenai sosok yang diidolakan, dirinya sangat mengagumi Elon Reeve Musk, CEO perusahaan mobil listrik Tesla Motors dan juga founder dari perusahaan roket SpaceX.

Wakil Kepala Sekolah Bidang Kesiswaan SMA Negeri 4 Surakarta Nanang Inwanto mengatakan, adanya siswa yang memperoleh nilai 100 seluruhnya dalam mata pelajaran ujian nasional baru pertama kali di sekolahnya. Biasanya, nilai 100 hanya diperoleh maksimal dua mata pelajaran. “Kalau hanya satu mata pelajaran nilai 100 banyak, setiap tahun ada,” terang Nanang.

Pihak sekolah ketika di kelas XII biasanya memaksimalkan pembelajaran mata pelajaran ujian nasional. Selain itu juga dilakukan latihan latihan soal untuk para siswa. Dalam keseharian, Hafidh merupakan anak yang sederhana. Biasanya berangkat sekolah jika tidak naik bus, maka diantar ibunya dengan sepeda motor. Terlebih ia juga tidak bisa naik sepeda motor sendiri. “Anaknya sangat pendiam, jarang bicara dan bicara kalau penting saja, dan jujur,”
ungkapnya.

Hafidh sejak masuk di SMA Negeri 4 Surakarta, orangtuanya telah mengajukan pembebasan biaya sekolah. Jika tidak mendapat pembebasan biaya sekolah, siswa harus membayar Rp150 ribu/bulan untuk SPP. Sekolah sangat bersyukur dan bangga atas hasil yang diraih anak didiknya. Hal itu merupakan kerja keras seluruh tim dalam rangka membimbing dan menguatkan motivasi para siswa hingga selesai UN.
(nun)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 1.6247 seconds (0.1#10.140)