Tari Bedhaya Sukomulyo Bawa Pesan Kemuliaan

Selasa, 30 April 2019 - 13:15 WIB
Tari Bedhaya Sukomulyo Bawa Pesan Kemuliaan
Tarian Tari Bedhaya Sukomulyo yang ditampilkan dalam World Dance Day 24 Jam Menari ke 13 di Kampus Institut Seni Indonesia (ISI) Solo, Senin (29/4) malam. FOTO/IST
A A A
SOLO - Tari Bedhaya Sukomulyo yang ditampilkan dalam World Dance Day 24 Jam Menari ke 13 di Kampus Institut Seni Indonesia (ISI) Solo, Senin (29/4) malam menyita perhatian penonton. Tarian dari Keraton Kasunanan Surakarta atau Keraton Solo ini, membawa pesan mendalam agar trah Dinasti Mataram mengedepankan kemuliaan di dalam kehidupan.

Tarian yang dibawakan Sembilan orang penari, diciptakan Dra GRAy Koes Murtiyah MPd atau akrab disapa Gusti Moeng atau Gusti Wandansari. Sementara, iringan tari digarap oleh abdi dalem pengrawit Keraton RT Sunarno. Tarian diciptakan Gusti Moeng untuk ayahnya, Raja Keraton Kasunanan Surakarta Pakoe Boewono (PB) XII yang kala itu berulang tahun ke 80, atau tumbukkan dalem 10 windu. “Hal itu dituliskan di dalam cakepan Sindhen Bedhaya Sukomulyo,” kata Gusti Moeng.

Pemberian nama Sukomulyo dimaksudkan untuk mengingatkan ayah saya yang mengharapkan seluruh trah Dinasti Mataram keraton Surakarta untuk mengendepankan kemuliaan di dalam kehidupan di dunia. “Kata Suko (Jawa) berarti senang, sedangkan mulyo dimaknai sebagai kemuliaan,” terangnya. Sehingga Sukomulyo dimaknai sebagai senang mengedepankan kemuliaan. Pesan wasiat Raja PB XII disampaikan kepada seluruh putera puterinya bertepatan dengan malam Lailatul Qadar.

Juga bertepatan dengan tanggal kelahiran almarhum PB XII. Yakni 21 Pasa (Jawa) atau 21 Ramadan. Dimana di dalam tradisi Keraton Surakarta Hadiningrat, pada sore harinya dilakukan arak arakan ting ting hik. Sebutan untuk arak-arakan dengan menggunakan lampu ting. Dalam Tarian Bedhaya Sukomulyo, tidak ada formasi perang.

Hal itu sesuai keinginan almarhum PB XII yang berpesan bahwa hidup yang paling utama adalah kemuliaan dalam menjaga sikap hidup. Tarian durasinya sekitar 26 menit. Gerakan tarian itu sendiri sebenarnya sudah ada dalam tarian di keraton, baik Bedhaya atau Srimpi. Oleh Gusti Moeng kemudian diambil dan ditata kembali lalu diterapkan dalam Gendhing Sukomulyo. Tarian diciptakan pada tahun 2002. Selain kemuliaan, di bagian belakang tarian juga menyampaikan pesan agar hidup rukun dan selalu menjaga dan melestarian budaya Jawa.
(nun)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 1.2842 seconds (0.1#10.140)