UGM Kembangkan Pabrik Obat dan Alat Kesehatan

Jum'at, 12 April 2019 - 18:50 WIB
UGM Kembangkan Pabrik Obat dan Alat Kesehatan
Para pemateri saat diskusi dalam rangka penyusunan roadmap pengembangan industri strategis dan teknologi tinggi di tahun 2045 melalui pengembangan SDM pendidikan tinggi di Yogyakarta, Jumat (12/4/20190.FOTO/Dok UGM
A A A
YOGYAKARTA - Universitas Gadjah Mada (UGM) mulai mengembangkan pabrik obat dan alat kesehatan. Selain untuk memenuhi kebutuhan, pengembangan ini juga untuk kemandirian, terutama mengatasi ketergantungan impor bahan obat dan alat kesehatan.

Peneliti nanoteknologi biokeramik FKG UGM, Ika Dewi Ana mengatakan pengembangan nanoteknologi untuk kesehatan perlu dikembangkan bersama-sama. Untuk itu, UGM sudah mulai menghilirkan beberapa produk kesehatan dari produk skala herbal. Bahkan sudah menerapkan nanobiokeramik dan memasarkannya termasuk sudah mendapatkan daftar e-katalog.

“Setidaknya poduk-produk ini bisa mengantikan beberapa produk impor dengan standar SNI,” kata Ika saat diskusi dalam rangka penyusunan roadmap pengembangan industri strategis dan teknologi tinggi di tahun 2045 melalui pengembangan SDM pendidikan tinggi di Yogyakarta, Jumat (12/4/20190).

Ika menjelaskan, menurutnya pengembngan teknolgi nano untuk bidang kesehatan sangat penting terutama untuk menangani berbagai penyakit seperti kanker yang diperkirakan menjadi penyebab kematian terbesar di masa depan. Selain itu pengembangan produk kesehatan ini juga dalam rangka menyongsong kemandirian bangsa di bidang kesehatan.

“Untuk menyiapakan berbagai produk farmnasi dan alat kesehatan, maka UGM telah menyiapkan lahan seluas dua hektar yang rencananya akan diresmikan dalam waktu dekat,” jelasnya.

Menurut Ika, apa yang dilakukan oleh UGM untuk mendirikan pabrik sendiri untuk memproduksi obat obatan dan alat kesehatan ini dikarenakan sulitnya untuk mengakses produsen obat di dalam negeri yang lebih banyak memprioritaskan obat dan alat kesehatan dari luar. Tidak hanya itu, tantangan untuk memproduksi sebuah produk kesehatan juga membutuhakn waktu rata-rata 14 tahun dengan biaya yang tidak sedikit dan kemungkinan besar bisa gagal.

“Namun begitu kendala tersebut bisa diatasi melalui penyiapanSDM yang handal dan terampil serta perbaikan regulasi dan peningkatan standarisasi produk,” paparnya.

Pakar pengobatan stem cell UGM, Rusdy Ghazali Malueka mengatakan, pengobatan melalui stem cell atau sel punca berpotensi untuk mengobati berbagai penyakit degeneratif. Namun demikian pengembangan teknologi pengobatan ini masih terus dikembngakan. Sehingga melalui teknologi sel punca ini nantinya bisa mengobati penyakit jantung, diabets dan kanker serta kasus patah tulang.

“Di UGM masih tahap inovasi sementara untuk produksi kita masih kerja sama dengan Kalbe Farma, target kita 2020 sudah bisa produksi sendiri,” katanya.

Pakar obat herbal Pros Subagus menjelaskan saat ini potensi obat herbal dari sumber keankeragaman hayati semakin banyak dilupakan. Meski Indonesia memiliki potensi sumber obat herbal namun hanya ada lima produk herbal yang sudah dipasarkan.

“Minimnya produksi obat herbal ini disebabkan industri obat dalam negeri lebih suka bekerja sama dengan industri dari luara negeri dengan hanya mendpat lisensi untuk bisa dipasarkan ke dalam negeri,” ungkapya.
(nun)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 0.7859 seconds (0.1#10.140)