Wacana Dana Operasional Kades Sedang Dikaji Pemerintah

Kamis, 11 April 2019 - 14:10 WIB
Wacana Dana Operasional Kades Sedang Dikaji Pemerintah
Pemerintah Kaji Dana Operasional Kades. (Koran SINDO. Eko Purwanto).
A A A
JAKARTA - Wacana pengucuran dana operasional bagi kepala desa (kades) sedang dikaji pemerintah. Hal ini muncul setelah Presiden Joko Widodo (Jokowi) bertemu dan berdialog dengan kepala desa di Jakarta kemarin.

Di hadapan Presiden, para kepala desa menceritakan berbagai kesulitan yang dialaminya. Tidak saja harus menjalani tugas selama 24 jam penuh, tapi juga harus mengeluarkan uang pribadi untuk menghadiri undangan dari masyarakat.

“Kami kepala desa bertugas 24 jam. Kambing beranak diurus, ibu melahirkan urus, ibu hamil urus. Apalagi setiap ada undangan di desa Pak. Nah ini saya yakin ini aspirasi seluruh kepala desa di seluruh Indonesia, saya yakin. Undangan dalam satu minggu dua, amplopnya dua, Pak,” ungkap kades di wilayah Sinjunjung, Sumatera Barat (Sumbar), Zuliatman dalam acara Silaturahmi Nasional Pemerintah Desa Se-Indonesia di Stadion Tenis Indoor Gelora Bung Karno (GBK), Jakarta, kemarin.

Menurut dia, berbagai tugas tersebut tidak sebanding dengan penghasilan tetap (siltap) kades. Apalagi dengan besarnya dana desa, kades dianggap memiliki uang yang besar. “Karena orang tahu bahwa dana di desa ini besar sehingga, ‘Pak Kepala Desa hadir, Pak Kepala Desa hadir.’ Apa yang harus kami beri, sementara siltap hanya segitu,” ungkapnya.

Presiden Jokowi pun mengaku paham dengan kondisi para kades tersebut. Jokowi mengatakan dapat menangkap apa yang diinginkan para kades. “Saya tahu ke arah mana ini. Saya tahu. Artinya kan ada dana operasional. Benar kan?” katanya.

Jokowi mengatakan akan segera memutuskan perihal pengadaan dana operasional tersebut. Dia pun belum dapat memastikan besaran dana itu. “Berapa nanti kan tinggal berapanya (dana operasional itu), nanti kita hitung biar jelas,” ungkapnya.

Menurut dia, dana operasional memang diperlukan untuk menunjang kades dalam melaksanakan tugas. Apalagi ka des sering kali harus menghadiri berbagai undangan masyarakat seperti pernikahan sampai melahirkan. “Kalau yang namanya presidennya desa, kemudian enggak ninggalin apa-apa ya malu. Malu saya tahu,” ujar Jokowi.

Selain itu mantan Wali Kota Surakarta tersebut mengatakan bahwa kades memiliki tanggung jawab besar karena mengelola anggaran yang tidak sedikit. Apalagi desa selama beberapa tahun ini sudah digelontori anggaran Rp257 triliun. “Dengan demikian diperlukan juga dana operasional untuk kepala desa sehingga mengontrol, mengawasi penggunaan dana desa di lapangan betul-betul bisa efektif,” katanya.

Jangan sampai, lanjut Jokowi, karena keterbatasan anggaran, para kades malah mencari-cari dari sumber-sumber yang ilegal. Maka lebih baik diberi dana operasional yang legal. “Jangan sampai nanti enggak ada dana operasional, dia cari-cari jurus-jurus yang merupakan penyelewengan, iya kan? Lebih bagus yang legal, yang sudah kita tentukan dengan aturan yang ada. Itu lebih baik,” tandasnya.

Komite Pemantau Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) Robert Endi Jaweng mengingatkan agar pemerintah memiliki sumber dana yang jelas untuk dana operasional. Jangan sampai rencana ini malah membebani pemerintah daerah.

“Harus jelas sumber dananya. Jangan nanti dibebankan di alokasi dana desa (ADD) yang sumbernya APBD. Tentu akan lebih baik jika alokasi ini dibebankan ke pemerintah pusat,” ujarnya.

Menurut dia, sering kali pemerintah pusat membuat kebijakan tanpa berbicara dengan pemerintah daerah (pemda). Bahkan kapasitas fiskal daerah dianggap setara. Jika kebijakan alokasi dana operasional lagi-lagi dibebankan kepada ADD, hal itu bisa berdampak pada berkurangnya belanja modal didaerah.

“Misalnya pusat menaikkan nominal dana desa karena untuk dana operasional kades, itu silakan. Tapi kalau tetap di bebankan kepada daerah dan kapa sitas fiskal tidak memenuhi, itu bisa berimbas ke pembangunan,” tandasnya. (Dita Angga)
(mif)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 1.8820 seconds (0.1#10.140)