Warganet dan Jurnalisme Warga Rawan Terkena UU ITE

Senin, 08 April 2019 - 12:29 WIB
Warganet dan Jurnalisme Warga Rawan Terkena UU ITE
Para pembicara dalam pelatihan jurnalistik anti hoax yang diselenggarakan komunitas Katamata di Yogyakarta. IST
A A A
YOGYAKARTA - Perkembangan media sosial dan juga jurnalisme warga harus diimbangi dengan pemahaman aturan yang masuk dalam Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Penyebaran informasi yang sifatnya berita bohong atau hoaks yang dilakukan warganet atau jurnalisme warga rawan terkena aturan dalam UU nomor 11 tahun 2008 junto UU nomor 19 tahun 2016 tersebut.

Wakil Ketua PWI DIY Bidang Pembelaan wartawan Hudono mengatakan, jurnalisme warga berbeda dengan karya jurnalistik yang dibuat seorang wartawan atau jurnalis. Begitu juga dengan mekanisme aturan.

"Kalau wartawan dengan produk jurnalistiknya menggunakan UU Pers yang sifatnya lex specialis. Sedangkan jurnalisme warga menggunakan aturan KUHP," terangnya saat pelatihan jurnalistik anti hoax yang diselenggarakan komunitas Katamata di Yogyakarta, Sabtu (6/4/2019) lalu.

Menurutnya, dengan perbedaan aturan ini, jurnalisme warga sangat rentan terkena UU ITE. Dengan demikian bagi warganet dan warga yang menuliskan tulisan melalui jurnalisme warga harus benar-benar berhati-hati. "Mekanisme aturan memang berbeda dengan produk jurnalistik," katanya.

Kendati demikian para wartawan juga tidak bisa asal membuat tulisan tanpa kejelasan sumber. "Wartawan juga harus menulis berdasarkan fakta didukung narasumber yang jelas dan tidak beropini. Apalagi menyebar berita bohong," tandas dia.

Menurutnya, Dalam kode etik jurnalistik sudah jelas bahwa wartawan dilarang membuat berita bohong. Untuk itu cek dan recek sangat penting dalam sebuah tulisan jurnalistik.

Sementara itu, dosen Audio Visual ISI Yogyakarta, Pamungkas WS mengatakan, wartawan juga rentan sebagai pelaku pasar penebar berita hoaks. Dia menyontohkan, foto yang sering kali hanya dirubah keterangannya juga menjadi penyebar hoaks. "Berita foto sempat terjadi juga, foto cuma ambil data sebelumnya, caption diubah, ini hoaks juga," ulasnya.

Untuk itu dia berharap para jurnalis juga bisa menyajikan foto yang sesuai dengan fakta saat disampaikan. Dalam agenda tersebut beberapa nara sumber juga ditampilkan diantaranya Ketua AJI Yogyakarta Anang Zakaria, Teguh Supriyadi serta Jafaruddin AS yang juga sebagai ketua penyelenggara.

Panitia Penyelenggara, Ja’faruddin mengungkapkan, acara tersebut digelar sebagai respons atas maraknya peredaran berita hoaks yang memicu konflik sosial jelang Pemilu 2019. Menurutnya, akibat berita hoaks, kepercayaan publik kepada media massa atau Lembaga pers menjadi menurun. Padahal, kata dia, lahirnya pers sejak awal adalah untuk melawan kebohongan publik.

“Karena prinsip jurnalistik adalah memberitakan kebenaran sesuai data dan fakta dan narasumber yang berkompeten,” ujarnya.
(mif)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 1.9680 seconds (0.1#10.140)