Kisah Mohamad Hikmat, Tunadaksa Lolos Menjadi CPNS Pemprov Jateng

Jum'at, 29 Maret 2019 - 14:25 WIB
Kisah Mohamad Hikmat, Tunadaksa Lolos Menjadi CPNS Pemprov Jateng
Mohamad Hikmat saat menerima SK CPNS dari Gubernur Jateng Ganjar Pranowo di halaman Kantor Gubernur, Jalan Pahlawan Semarang, Jumat (29/3/2019). FOTO/IST
A A A
SEMARANG - Kedua kakinya tak ada. Untuk berjalan, lelaki kelahiran Sukabumi, 16 Mei 1993 ini harus menumpangkan tubuhnya ke atas skate board dan mengayunkan dengan kedua tangannya agar bisa berpindah tempat.

Seperti ketika hendak ke atas panggung untuk menerima SK CPNS dari Gubernur Jateng Ganjar Pranowo di halaman Kantor Gubernur, Jalan Pahlawan Semarang, Jumat (29/3/2019).

Mohamad Hikmat, yang sebelumnya duduk di kursi bersama 1.841 penerima SK, menurunkan badannya ke skate board. Kaus tangan pun ia kenakan. Sambil mengayunkan tangannya, anak keempat dari pasangan Rahmat Ali (64) dan Umaisi (61) itu dengan lancar naik ke atas panggung.

Ucapan selamat dari Ganjar Pranowo pun ia terima dengan penuh suka cita sambil menahan air mata agar tak membasahi pipinya. (Baca Juga: Mahasiswa Difabel Akan Dapat Beasiswa Rp1 Juta Per Bulan)

Mohamad Hikmat, warga Kampung Cicau RT 3/RW 5 Desa Selaawi, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Sukabumi penyandang tunadaksa itu lolos menjadi CPNS dan akan menjadi pengajar di SLB Negeri Batang. Baginya, perjalanan menjadi CPNS tidaklah mudah. Meski di awal sejak pendaftaran, ia mengaku pesimistis.

"Saya tidak banyak berharap. Untuk berjalan saja, saya harus dibantu skate board. Saya hanya pengen tahu, bagaimana perjalanan menjadi CPNS itu. Biar mendapat pengalaman. Usai ikut tes di Stadion Pandanaran Wujil Ungaran, saya sempat ketinggalan kereta di Stasiun Tawang. Akhirnya, saya tidur di stasiun dan ikut kereta berikutnya," tuturnya.

Alhasil, ketika menerima pengumuman dan dinyatakan lolos, Hikmat, sapaan akrabnya, mengakui pemerintah memang sangat perhatian kepada dirinya dan 12 penyandang disabilitas yang diterima menjadi CPNS.

Pemberkasan yang disyaratkan pada Senin (25/3/2019) pun, dirinya harus ke Semarang kembali. Hikmat harus meninggalkan pekerjaannya sehari-hari sebagai pengemudi taksi online dengan mobil yang sudah dimodifikasi.

"Bapak saya, tukang tensi keliling dari kampung ke kampung. Ibu hanya di rumah. Saya tinggal di Jakarta bersama kakak," ujar alumni Jurusan Pendidikan Luar Biasa Universitas Islam Nusantara Bandung 2017 itu.

Bagi dia, pengalaman menjadi tenaga pengajar di SLB Ajiterep Cimahi, SLB Adzkia, SLB Budi Nurani, SLB Bakti Pertiwi dan tenaga lepas di kantor BPJS membuat pengalamannya bertambah.

Diakuinya, pada 2012, untuk mencari pekerjaan ia rasakan sangat susah. Keputusan kuliah pun ia lakukan agar mendapat kompetensi yang mumpuni. Semakin ke sini, pemerintah mengeluarkan peraturan setiap instansi wajib membuka peluang satu persen dari jumlah yang dibutuhkan untuk disabilitas.

Aksesbilitas kaum difabel pun dibangun. Alhasil, kesempatan pun makin terbuka lebar. Hikmat mengakui, kompetensi teman-temannya sesuai bidangnya masing-masing juga harus dikuasai. Karena, instansi pemerintah dan swasta sudah terbuka.

"Tentu saya berharap, nanti bisa bekerja, menjaga integritas, nama baik, tidak korupsi, jujur, agar mendapat keberkahan. Selain itu, bisa memotivasi orang lain, untuk tergerak lebih maju," katanya.

Ganjar Pranowo menjelaskan, pihaknya sudah berkali ulang meminta seluruh gedung perkantoran dan pelayanan publik harus ramah difabel, termasuk pedestrian. Kalangan difabel pun juga dilibatkan dalam proses pembangunan. Misalnya dalam Musrenbangwil Jateng di beberapa wilayah akhir-akhir ini.

"Bantuan pelatihan maupun sarana dan prasarana juga kami berikan," katanya.
(amm)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 1.6278 seconds (0.1#10.140)