Serikat Pekerja BUMN Serukan Netralitas dalam Pilpres 2019

Kamis, 28 Maret 2019 - 14:40 WIB
Serikat Pekerja BUMN Serukan Netralitas dalam Pilpres 2019
Para pengurus FSP Sinergi BUMN dan Pakar Hukum Tata Negara Refly Harun saat menyampaikan keterangan pers terkait pernyataan sikap FSP Sinergi BUMN berdasarkan rakernas V Tahun 2019 di Solo, Kamis (28/3/2019). FOTO/SINDOnews/ARY WAHYU WIBOWO
A A A
SOLO - Federasi Serikat Pekerja (FSP) Sinergi Badan Usaha Milik Negara (BUMN) menyerukan komitmen netralitas dalam pemilu 2019. Mereka juga menolak segala bentuk penggunaan resource BUMN untuk kepentingan electoral salah satu calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) tertentu.

Terdapat enam poin pernyataan sikap FSP Sinergi BUMN berdasarkan rapat kerja nasional (Rakernas) ke V Tahun 2019 mulai 27-29 Maret di Solo.

"Komitmen netralitas karena BUMN merupakan entitas bisnis milik negara yang harus menjunjung tinggi profesionalisme dan independensinya dalam Pemilihan Umum, termasuk Pemilihan Presiden 17 April 2019," kata Ketua Umum FSP Sinergi BUMN Ahmad Irfan Nasution di sela sela Rakernas di Solo, Jawa Tengah, Kamis (28/3/2019). Hadir pula dalam kesempatan itu sebagai narasumber Pakar Hukum Tata Negara Dr Refly Harun.

Poin kedua adalah menolak penempatan anggota tim sukses, relawan atau kelompok pendukung pemenangan capres serta partai politik pada organ-organ perusahaan (Direksi/Komisaris/Dewan Pengawas). Poin ketiga Kementerian BUMN hendaknya melakukan evaluasi secara menyeluruh terhadap sistem rekruitmen Direksi BUMN.

"Karena realitas semakin banyaknya Direksi BUMN yang ditetapkan sebagai Tersangka oleh KPK," katanya. Keempat adalah penunjukan Direksi BUMN diminta diprioritaskan berasal dari karyawan karier BUMN yang bersangkutan.

Hal ini sangat penting sebagai bentuk kaderisasi kepemimpinan di BUMN yang akhir-akhir ini cenderung melambat sebagai dampak dari fenomena penunjukan Direksi BUMN yang hanya berputar-putar dan bergiliran dari satu BUMN ke BUMN yang lain. Sedangkan kelima merekomendasikan kepada presiden terpilih agar menempatkan fungsi pengurusan BUMN secara kelembagaan tidak dalam bentuk Kementerian yang dipimpin oleh menteri.

"Tetapi dalam bentuk yang lebih sesuai dengan kultur korporasi sebagai upaya debirokratisasi BUMN," katanya.

Serta keenam mendorong pemerintah untuk menerbitkan kebijakan yang berpihak kepada kepentingan bisnis BUMN. Memberikan privilege kepada BUMN dalam menjalankan bisnis termasuk pelaksanaan sinergi BUMN, khususnya yang berkaitan dengan eksploitasi dan eksplorasi sumber daya nasional.

Pakar Hukum Tata Negara, Refly Harun mengungkapkan, netralitas dan profesionalitas insan insan BUMN mulai komisaris, direksi, dan karyawan di antaranya diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017.

Dalam Pasal 280 ayat 2 huruf d, lanjutnya, jelas-jelas dikatakan bahwa komisaris, dewan pengawas, direksi dan karyawan BUMN dilarang dilibatkan dalam kampanye. "Dilibatkan dalam kampanye saja tidak boleh, apabila berkampanye," kata Refly Harun. Hal ini untuk menjaga agar BUMN netral dan profesional.

Diakuinya, sangat mungkin seseorang pertama kali diangkat karena preferensi politik. Hal itu sebenarnya lazim di manapun di dunia ini. Namun ketika bekerja dalam bidang-bidang tertentu yang harus netralitas dan profesionalitas, maka tuntutan itu yang harus diperankan.

"Jadi ada profesi-profesi yang dilarang untuk ikut terlibat dalam kampanye. Salah satunya pengurus BUMN dan karyawan BUMN. Yang lainnya tentu banyak, seperti ASN, hakim, dan lembaga lembaga negara independen," paparnya. Sehingga dirinya sangat mendukung profesionalitas, dan netralitas sebagaimana dijamin dan diperintahkan undang-undang untuk ditaati.
(amm)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 1.7316 seconds (0.1#10.140)