Lima Pilar Pengaruhi Pendidikan di DIY

Rabu, 20 Maret 2019 - 00:50 WIB
Lima Pilar Pengaruhi Pendidikan di DIY
Para pembicara dalam diskusi telaah kritis pendidikan di DIY yang digelar Fraksi PKS DPRD DIY. FOTO/SINDOnews/Suharjono
A A A
YOGYAKARTA - Hingga saat ini pendidikan di DIY masih dipengaruhi lima pilar. Di antaranya adalah peran Keraton Yogyakarta, Pesantren, Muhammadiyah, Tamansiswa dan pendidikan nonmuslim.

Pendapat tersebut disampaikan pakar Pendidikan Tamansiswa Ki Supriyoko saat telaah kritis pendidikan di DIY yang digelar Fraksi PKS DPRD DIY, pada Senin (18/3/2019) sore.

Menurutnya, keraton Yogyakarta memberikan pengaruh pada nilai – nilai budaya. Sesadangkan pesantren memberikan pendidikan dalam pembentukan karakter.

Begitu juga dengan Muhammadiyah yang memiliki semangat ijtihad atau pembaruan dan Tamansiswa yang memberikan pendidikan berbasis kerakyatan serta pola pendidikan untuk non muslim dengan semangat kebhinekaan yang ikut mewarnai pendidikan di Yogyakarta.

Namun demikian, kelima pilar yang mendasari pendidikan di DIY itu belum sepenuhnya dirumuskan secara konkret.

"Ini kalau dikonkretkan luar biasa. Makanya perlu ada perumusan misalnya menjadi dua hal saja. Yaitu karakter dan berbudi halus, apalagi dikaitkan dengan era industri 4.0. Jepang sudah 5.0, yang bikin 5.0 adalah soal karakter,” terangnya saat diskusi DI Gedung DPRD DIY, Senin (18/3/2019).

Diakuinya, DIY hingga saat ini masih identik dengan julukan sebagai kota pendidikan. Luas wilayah yang hanya sepersepuluh luas Jawa Tengah memiliki delapan Perguruan Tinggi Negeri (PTN), 106 Perguruan Tinggi Swasta (PTS) yang terdiri dari 19 universitas, 5 institut, 41 akademi, 7 poltek dan 34 sekolah tinggi. "Juga memiliki 225 SMA/SMK, 492 SMP, dan SD 2.029. Ini potensi yang kuat biasa apabila ada sinkronisasi, " tandasnya.

Ketua DPW PKS DIY Darul Falah menyatakan, meski mendapat predikat sebagai kota pendidikan, namun faktanya pendidikan di DIY belum punya ciri khas. Dengan segala plus dan minusnya, sebaiknya pendidikan di Yogyakarta menonjolkan karakter.

"Yogyakarta layak disebut miniatur Indonesia karena berbagai suku mengenyam bangku kuliah di kota ini. Ada sekitar 298.000 mahasiswa dengan pengeluaran Rp 600 miliar per bulan atau Rp 7,2 triliun per tahun. Pada tahun 2030 mendatang, kita dorong seluruh anak di DIY punya kesempatan mengakses pendidikan sampai kuliah, tidak hanya wajib belajar 12 tahun,” katanya. Untuk itu pihaknya berusaha mendorong anggaran pendidikan yang benar-benar bisa mencerdaskan masyarakat.

Sementara, Kepala Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga DIY Kadarmanta Baskara Aji, mengungkapkan, saat ini akses dan layanan pendidikan sudah tidak ada persoalan. Untuk itu pihaknya berusaha fokus untuk peningkatan mutu pendidikan di Yoyakarta.

Hal ini juga menjadi target untuk menjadikan Yogyakarta sebagai pusat pendidikan terkemuka di Asia Tenggara. "Kita bertekad pada 2025 Yogyakarta menjadi pusat pendidikan terkemuka di Asia Tenggara,” kata dia.

Untuk mengejar target tersebut saat ini DIY sudah memiliki modal tenaga guru yang semua tamatan S1. Meskipun masih ada yang tidak sesuai dengan kompetensinya. “Dari segi regulasi itu bermasalah, namun dalam pelaksanaan mengajar ternyata sesuai yang diharapkan,” ulasnya.

Namun demikian, untuk memenuhi harapan tersebut masih dibutuhkan kebijakan anggaran. Diharapkan para wakil rakyat ikut mendorong langkah Disdikpora dengan kenaikan anggaran pendidikan.
(nun)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 2.3670 seconds (0.1#10.140)