Dua Kontainer Kayu Ebony Ditahan, Pengusaha Datangi Kantor Bakamla

Senin, 18 Maret 2019 - 18:25 WIB
Dua Kontainer Kayu Ebony Ditahan, Pengusaha Datangi Kantor Bakamla
Kuasa hukum UD Mardiana, Frans Lading menujukkan dokumen pengiriman kayu ebony di kantor Bakamla, Senin (18/3/2019). FOTO/IST
A A A
JAKARTA - Pengusaha kayu yang berada di bawah naungan UD Mardiana mendatangi Kantor Badan Keamanan Laut Republik Indonesia (Bakamla RI), di Jalan Pegangsaan, Jakarta, Senin (18/3/2019). Mereka mempertanyakan dua kontainer kayu yang ditahan padahal memiliki dokumen yang lengkap.

Dua kontainer yang ditahan hampir seminggu itu berisi kayu ebony. Kayu ini diklaim dibeli secara legal. "Dokumennya lengkap, kayu yang dikirim dari Palu memakai ekspedisi PT Meratus," kata kuasa hukum UD Mardiana, Frans Lading di kantor Bakamla, Senin (18/3/2019).

Menurutnya, penahanan dua kontainer kayu sejak 8 Maret lalu didasarkan Surat Badan Keamanan Laut No. B-79/Kepala/II/2019. Melalui surat itu, Bakamla menganggap kayu yang dibawa tanpa didukung dokumen Angkutan Hasil Hutan. "Kami sendiri sudah memenuhi semua tahapan dalam pengiriman kayu, namun kami masih dianggap salah," katanya.

Frans menambahkan, yang dipersoalkan Bakamla adalah Surat Keterangan Sahnya Hasil Hutan (SKSHH). "Namun menurut kami, SKSHH itu sudah diversifikasi lebih awal oleh tim Padu yang ada di Palu. Pertanyaan saya ketika Bakamla mempersoalkan SKSHH itu, mereka seakan-akan tidak menganggap pekerjaan tim Padu yang ada di Palu, yang memang kewenangannya. Apa lagi ada empat institusi yang memverifikasi sehingga berkas layak ekspor barang ini," katanya.

Terkait SKSHH yang dijadikan dasar atau celah untuk menahan muatan kontainer, Fran menilai bukan wewenang Bakamla. Sebab, tidak mungkin surat izin ekspor keluar dari Palu jika ada kekurangan dokumen. "Karena itu, kami akan memperjuangkan hal ini sesuai amanat undang-undang," katanya.

Ditegaskan, selama ini UD Mardiana selalu patuh pada aturan ekspor. Rujukan ekspor berdasarkan Permen KLHK No P60/MENLHKSETJENKUM1/17/2016 tentang perubahan atas Peraturan Menteri KLHK No P.43/MENLHK/SETJEN/2015 tentang penatausahaan hasil kehutanan kayu yang berasal dari hutan alam.

"Apalagi usaha yang dijalani sudah berjalan hampir 10 tahun, dan baru kali ini ada masalah, makanya ada yang aneh," ujarnya.

Atas hal itu, Frans berharap Bakamla segera mengeluarkan dua kontainer berisi kayu ebony milik UD Mardiana. Pasalnya, Bakamla sudah keliru melakukan penahanan sehingga membuat perusahaan merugi. "Bila tidak juga keluar, kami akan melakukan upaya-upaya hukum yang telah diatur dan akan menuntut ganti rugi atas penahanan ini," katanya.
(amm)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 1.5449 seconds (0.1#10.140)