Sertifikasi Tanah di Jawa Tengah Tembus 1,2 Juta Bidang

Kamis, 07 Maret 2019 - 03:39 WIB
Sertifikasi Tanah di Jawa Tengah Tembus 1,2 Juta Bidang
Ilustrasi/SINDOnews
A A A
SEMARANG - Kementerian Agraria dan Tata Ruang Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Perwakilan Jawa Tengah terus menggenjot program Pensertifikatan Tanah Sistematis Lengkap (PTSL). Sampai saat ini, sudah ada 1,2 juta bidang tanah di Jawa Tengah yang sudah bersertifikat dan 1,5 juta bidang dalam proses penerbitan sertifikat.

Hal itu disampaikan Kepala Kantor ATR/BPN Jawa Tengah, Jonahar dalam acara penandatanganan nota kesepakatan dan perjanjian kerjasama antara Kanwil Badan Pertanahan Nasional (BPN) Provinsi Jateng dengan Pemprov Jateng, Kanwil Dirjen Pajak Jateng dan sejumlah organisasi keagamaan di Gedung Gradhika Bhakti Praja, Rabu (6/3/2019). Penandatanganan itu disaksikan langsung oleh Sekjen Kementerian Agraria dan Tata Ruang Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Himawan Arief Sugoto.

“Proses PTSL di Jateng terus kami kebut. Di tahun 2018 lalu, sebanyak 1.255.000 bidang tanah di Jawa Tengah sudah bersertifikat, dan sebanyak 1.520.000 bidang tanah sudah menyelesaikan proses peta bidang. Jumlah tersebut tercapai melebihi target sebesar 100,5% dari yang ditetapkan tahun 2017,” kata Jonahar.

Dengan capaian itu, maka pihaknya optimis tahun ini akan ada peningkatan signifikan dalam proses penyertifikatan tanah di Jawa Tengah. Pihaknya mematok target pada tahun ini sebanyak 1.285.000 bidang tanah yang tersertifikat dan sebanyak 1.575.000 peta bidang di seluruh Jawa Tengah.

“Untuk mewujudkan target itu, kami meminta bantuan dari seluruh instansi terkait di Jawa Tengah, baik Gubernur, Bupati/Wali Kota hingga ke aparat pedesaan,” pungkasnya.

Sementara itu, Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo mendorong seluruh kepala desa di Jateng ikut menyukseskan program PTSL bagi masyarakat dan instansi terkait yang ada di wilayah masing-masing. Sebab saat ini, Ganjar menerangkan jika masih cukup banyak tanah masyarakat yang belum memiliki sertifikat lengkap.

“Presiden menargetkan semua wilayah di Indonesia tersertifikasi lengkap pada 2025. Jawa Tengah sebenarnya paling produktif karena ATR/BPN nya rajin, namun memang masih cukup banyak tanah yang belum bersertifikat,” kata Ganjar.

Adapun yang menjadi problem lanjut dia adalah masih rendahnya kesadaran masyarakat tentang betapa pentingnya legalitas hak atas tanahnya. Selain itu, banyak anggapan di masyarakat bahwa proses pengurusan sertifikat membutuhkan biaya mahal.

Disinilah lanjut Ganjar, Kepala Desa harus berperan dalam membantu masyarakat secara transpran. Yang menjadi persoalan saat ini adalah berapa sebenarnya biaya yang harus dikeluarkan karena rakyat harus membeli patok, membeli materai, biaya saksi atau mungkin biaya lainnya.

“Di luar itu tidak ada biaya, karena sertifikat dan proses pengukuran itu sudah dilakukan negara. itu gratisnya,” tegas Ganjar.

Menurutnya, ransparansi itu masih belum dipahamai oleh masyarakat. Untuk itu pihaknya menyarankan agar Kepala Desa tidak mengurus langsung, melainkan membuat panitia dengan melibatkan masyarakat.

“Atau kalau mau mengurus langsung, maka dibuatkan saja Peraturan Desa (Perdes) nya sehingga semua transparan. Kalau itu dilakukan, pasti ngebut. Masyarakat senang kok dapat sertifikat karena memiliki dampak luar biasa pada sektor lain,” tambahnya.

Legalitas atas hak tanah sangat penting dimiliki masyarakat atau instansi terkait. Dengan legalitas itu, maka ada kepastian hukum yang tidak dapat diganggu gugat kecuali ada putusan pengadilan.
(nun)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 0.6594 seconds (0.1#10.140)