Naik Haji Lebih Dari Sekali, Kena Tambahan Rp7,6 Juta

Sabtu, 02 Maret 2019 - 08:59 WIB
Naik Haji Lebih Dari Sekali, Kena Tambahan Rp7,6 Juta
Naik Haji Lebih dari Sekali, Biaya Ditambah Rp7,6 Juta. (Dok. SINDOnews).
A A A
JAKARTA - Pemerintah Arab Saudi memberlakukan kebijakan visa progresif bagi jamaah yang sudah pernah berhaji dan akan berangkat lagi mulai tahun ini. Mereka yang sudah berhaji dan ingin berhgaji lagi akan dikenakan biaya tambahan sebesar SAR2000 atau berkisar Rp7,6 juta.

Kepastian pemberlakuan kebijakan visa progresif bagi jamaah yang sudah pernah beribadah haji tersebut disampaikan Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah Nizar. Menurut dia, kebijakan tersebut murni dari Kerajaan Arab Saudi.
“Sesuai ketentuan dan sistem imigrasi Arab Saudi, jamaah yang sudah berhaji akan terkena biaya visa progresif. Tahun ini biayanya dibebankan kepada jamaah haji yang bersangkutan,” ujar Nizar di Jakarta kemarin.

Nizar menjelaskan, visa progresif sebenarnya sudah diberlakukan sejak tahun lalu. Namun biaya tambahan tersebut dibebankan pada indirect cost atau hasil optimalisasi dana setoran awal jamaah. Tahun ini biaya visa progresif dibebankan kepada jamaah.

“Kebijakan ini sudah disepakati bersama Komisi VIII DPR RI. Biaya visa progresif ini dibayarkan bersamaan dengan pelunasan Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji,” katanya. Jamaah yang dikenai visa progresif didasarkan pada data e-Hajj yang dikeluarkan oleh Arab Saudi.

Namun sebagai data awal, Kemenag akan mengidentifikasi jamaah yang sudah berhaji melalui siskohat. Data siskohat ini yang akan menjadi basis awal pengenaan untuk biaya visa progresif yang harus dibayarkan saat pelunasan.

“Ada kemungkinan jamaah dalam data siskohat belum berhaji, tetapi di data e-Hajj sudah pernah sehingga harus membayar visa progresif. Jika ada yang seperti itu, jamaah akan diminta membayarnya setelah visanya keluar. Jika tidak, visanya dibatalkan,” tuturnya.

Wakil Ketua Komisi VIII DPR Marwan Dasopang menyayangkan adanya biaya visa progresif bagi jamaah haji yang sebelumnya sudah pernah melakukan ibadah haji. “Kita menyayangkan sekalipun ini kebijakan Pemerintah Arab Saudi. Tentu kan butuh lobi, dialog, butuh meyakinkan pihak Saudi,” katanya.

Marwan mengatakan, dalam masalah haji, pihak Arab Saudi sudah berkali-kali membuat kebijakan yang membebani pemerintah dan jamaah asal Indonesia. “Ini kan sudah bolak-balik. Umrah ada visa progresif. (Visa) haji progresif juga. (Sebelumnya) urusan visa persyaratan geometrik. Ini kan bertimpa-timpa,” keluhnya.

Politikus Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu mengatakan, dalam pembahasan penentuan besaran Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) antara Kementerian Agama dengan Komisi VIII belum lama ini, masalah biaya visa progresif ini belum dibicarakan.

“Tentu ini kebijakan baru karena kemarin juga belum ada. Kita berharap pemerintah dalam hal ini Kemenag juga dengan duta besar Kemlu melakukan lobi-lobi, dialog yang serius. Kita belum bisa menyelesaikan biometrik sebagai persyaratan. Kita akan panggil Kemenag.

Kita berharap itu tidak berlaku meskipun yang kena tak terlalu banyak,” katanya. Menurut Marwan, masalah biaya visa progresif ini nantinya juga akan membebani para pendamping yang selama ini bisa berangkat haji. Karena itu Komisi VIII akan menanyakan kepada Kemenag mekanisme penyelesaian masalah ini.

Dikatakan Marwan, untuk visa progresif jamaah umrah, biasanya langsung ditangani travel masing-masing. “Kalau haji ini hitung-hitungannya berapa? Kan ada petugas haji yang berangkat, pasti itu dikenai. Padahal kita memang membutuhkan petugas haji.

Kalau tak ada petugas (pendamping asal Indonesia) juga, pemerintahan Arab Saudi tak mampu. Kita ini jamaah terbesar, luar biasa juga. Itu akan kita tanyakan cara menyelesaikannya bagaimana? Kalau untuk komponen petugas bagaimana?” katanya.

Marwan mengatakan, sumbangsih devisa dari Indonesia untuk Arab Saudi merupakan yang terbesar. Namun di sisi lain banyak kebijakan pemerintahan Arab Saudi yang memberatkan. “Logika bisnis, semakin sering kan seharusnya semakin murah. Ini lama-lama kan orang marah juga,” tuturnya.

Wakil Ketua Komisi VIII DPR lainnya, Ace Hasan Syadzily, mengatakan, biaya visa progresif bagi jamaah haji yang sebelumnya sudah pernah melakukan ibadah haji merupakan ketentuan dari pihak Pemerintah Arab Saudi sehingga harus diikuti.

“Ketentuan itu berlaku, untuk tiap individu jamaah akan berbeda-beda. Tidak bisa digebyah uyah antara satu jamaah dan jamaah lainnya karena itu sudah ketentuan dari pemerintahan Arab Saudi,” sebutnya. Ace membenarkan bahwa masalah ini sudah dibicarakan antara Kemenag dan Komisi VIII DPR.

Mengenai biaya pembuatan paspor, politikus Partai Golkar ini mengatakan bahwa paspor merupakan kebutuhan pribadi yang melekat pada tiap individu yang hendak bepergian ke luar negeri.

“Sebetulnya soal biaya paspor buat jamaah memang diserahkan ke jamaah masing-masing. Karena itu menyangkut kepentingan pribadi, proses pembiayaan dan lain-lain harus dikembalikan ke pribadi, tidak masuk ke BPIH. Itu sudah lazim. Jadi kewajiban untuk mengganti biaya paspor memang dibebankan ke jamaah haji,” kata Ace.

Selain visa progresif, tahun ini biaya pembuatan paspor juga menjadi tanggung jawab pribadi jamaah haji. Artinya tidak ada penggantian biaya pembuat an paspor yang selama ini dilakukan saat jamaah masuk asrama haji. Nizar lantas menjelaskan bahwa ada tiga alasan atas kebijakan baru ini.

Pertama, paspor merupakan identitas pribadi bagi warga negara saat di luar negeri. Kedua, paspor haji sekarang dapat digunakan untuk kunjungan ke luar negeri di luar penyelenggaraan ibadah haji. Dan ketiga, banyak jamaah haji yang telah memiliki paspor sebelumnya sehingga penggantian biaya paspor dianggap sudah tidak relevan. “Saya sudah minta para Kabid PHU Kanwil Kemenag Provinsi dan Kasi PHU di Kemenag kabupaten/kota untuk menyosialisasi kebijakan baru ini kepada masyarakat dengan baik,” tandasnya. (Abdul Rochim)
(nun)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 0.4892 seconds (0.1#10.140)