Banyak Partai Nasionalis, Hary Tanoe: Ini Alasan Pilih Perindo

Jum'at, 01 Maret 2019 - 01:13 WIB
Banyak Partai Nasionalis, Hary Tanoe: Ini Alasan Pilih Perindo
Ketua Umum Partai Perindo Hary Tanoesoedibdjo membeberkan basis perjuangan partai yang dipimpinnya berbeda dengan parpol lain. FOTO/SINDOnews/Taufik Budi
A A A
MAGELANG - Ketua Umum Partai Perindo Hary Tanoesoedibdjo membeberkan basis perjuangan partai yang dipimpinnya berbeda dengan parpol lain. Meski sama-sama mengusung partai nasionalis, namun Perindo fokus memperjuangkan kesejahteraan rakyat untuk menekan angka kesenjangan sosial.

“Kenapa Partai Perindo eksis? Kenapa ada Partai Perindo? Konstituen bisa saja tanya ‘Kenapa harus pilih Perindo? Kenapa bukan partai lain? Partai yang ideologinya Pancasila kan banyak? Partai nasionalis banyak, kenapa milih Perindo?,” ujar Hary saat memulai memberikan pembekalan kepada ratusan caleg di Magelang, Kamis (28/2/2019).

Dia pun menjelaskan, Partai Demokrat dan Partai Republik di Amerika Serikat. Meski sama-sama berangkat dari partai nasionalis, namun keduanya memiliki perbedaan signifikan di antaranya dalam kebijakan ekonomi.

“Saya ingin memberikan ilustrasi dan penegasan bahwa boleh ideologinya sama, boleh dua partai memiliki ideologi yang sama,” jelasnya.

“Contoh di Amerika itu ada dua partai yaitu Partai Republik dan Partai Demokrat. Zaman Bill Clinton, zaman Obama itu di bawah bendera Demokrat. Di bawah Demokrat mereka pelopor free market (pasar bebas) di dunia,” jelasnya.

“Makanya ada yang namanya Nafta (North American Free Trade) akhirnya ke Asia, Indonesia juga ikut. Free trade, liberalism, capitalism, istilahnya itu berbeda-beda tetapi sebetulnya sama. Kadang ada yang menyebut neolib. Kalau saya gampangnya free market saja,” terangnya lagi.

“Jadi itu adalah konsep dari Partai Demokrat bagaimana mereka menjalankan roda ekonominya dan mereka mempengaruhi dunia,” tambahnya.

Namun, setelah Partai Republik berkuasa, dengan Donald Trump sebagai presiden, terjadi perubahan kebijakan.

“Donald Trump tidak percaya dengan free trade. Dia lebih percaya protecionism. Bagaimana melindungi kepentingan masyarakat Amerika di dalam negeri. Karena di Amerika itu masyarakat yang tidak mampu juga banyak, cuma ndak kelihatan. Kenapa? Karena negaranya kuat, bisa disantuni, sekolah sampai perguruan tinggi gratis, kemudian kesehatan gratis, yang tidak kerja juga dikasih uang santunan agar hidup layak,” beber dia.

Chairman MNC Group itu kembali melanjutkan, Amerika Serikat kemudian mengambil keputusan untuk keluar dari Nafta, meski awalnya sebagai Negara pertama yang membentuknya. Selain itu, perusahaan milik Amerika Serikat di luar negeri juga diminta untuk pulang.

“Perusahaan Amerika yang besar-besar pabriknya di luar negeri yang produknya diimpor lagi ke Amerika ya seperti Ford, IBM, Apple, dan lain-lain itu disuruh mindahin ke Amerika. Mereka (pengusaha) dulu ke Meksiko atau lainnya karena biaya tenaga kerja murah. Mereka pun diancam, kalau tidak mindahkan ke Amerika akan dikenakan bea masuk yang sangat tinggi. Mau enggak mau mereka pindahkan,” tandasnya.

“Apa yang terjadi setelah mereka pindahkan? Di Amerika itu pengangguran akhirnya turun pada tingkat terendah sejak tahun 1969. Jadi kalau kita lihat, strateginya sangat berhasil menciptakan lapangan kerja yang sangat luar biasa,” ucapnya yang disimak ratusan caleg.

“Terus apalagi yang dilakukan? Dia lihat ekspor impornya Amerika dengan negara lain. Ternyata defisitnya yaitu besar sekali terhadap China. Terus dia pelajari ternyata China itu memang pertumbuhan ekonomi belakangan 9-12% itu karena didorong oleh ekspor. Dan negara tujuan paling besar barang yang diekspor oleh China itu adalah Amerika,” tambah dia.

“Begitu Donald Trump tahu itu, barang-barang China dinaikkan tarifnya 25%. Begitu dinaikkan tarifnya tegang dua negara ini, sama-sama gajah,” terangnya.

“Indonesia juga kena imbasnya. Apa yang terjadi? Karena barang China menjadi mahal karena ada tarifnya yang tinggi, akhirnya penjualannya turun. Penjualan turun mau tidak mau produksi di China juga turun.”

“Begitu produksi turun, yang terjadi apa? Banyak PHK di China. Akhirnya China menyerah sekitar dua bulan yang lalu mengajak negosiasi dengan Amerika minta supaya jangan dinaikkan tarifnya. Tapi dia berjanji dalam waktu sampai tahun 2024 akan impor dari Amerika barang sejumlah 1 triliun US dollar.

“Kenapa saya contohkan ini? Boleh ideologinya sama, Pancasila, nasionalis, tapi strategi berbeda, hasilnya berbeda,”ujarnya.

“Yang membedakan Partai Perindo apa? Kita melihat Indonesia tidak bisa dipimpin dengan strategi ekonomi pasar bebas, karena pasar bebas hukumnya cuma satu yang kuat makin kuat yang lemah makin lemah. Sementara di kita masyarakat yang ketinggalan itu besar. Ketinggalan dari kesejahteraan, maupun ketinggalan dari pendidikannya.”

“Kita menganut pasar bebas, kalau barang seharga kurang dari Rp1 juta atau 75 US dollar tidak kena bea masuk. Makanya kalau kita lihat retail, banyak sempoyongan. Intinya Partai Perindo tidak percaya dengan free market.”

“Kesenjangan jadi masalah utama. Jadi yang mapan sedikit, yang belum mapan banyak. Kita harus punya kebijakan untuk mempercepat pertumbuhan mereka, sehingga bisa menciptakan kelompok-kelompok baru. Ingat negara itu penghasilan dari pajak 10%. Kita perlu menciptakan kelompok-kelompok baru yang nanti jadi produktif. Jadi dengan kebijakan dengan sendirinya mereka mentas ada protectionism,” pungkasnya.(Baca Juga: Serangan Umum, Perindo Kibarkan Satu Juta Bendera di Tanah Air(nun)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 1.0940 seconds (0.1#10.140)