Pemerintah Didesak Perketat Aktivitas Warga untuk Cegah Corona

Kamis, 19 Maret 2020 - 08:31 WIB
Pemerintah Didesak Perketat Aktivitas Warga untuk Cegah Corona
Pemerintah diminta membatasi akativitas warga untuk mencegah penyebaran virus Corona. Foto Ilustrasi :Koran SINDO
A A A
JAKARTA - Pemerintah didesak membuat kebijakan lebih strategis untuk membatasi aktivitas masyarakat utamanya bagi warga DKI Jakarta, karena sebaran virus corona (Covid-19) di wilayah ini yang sangat tinggi.

Upaya pengendalian virus dengan kebijakan kerja maupun sekolah dari rumah dan menjaga jarak sosial (social distancing measures) juga belum efektif.

Data kasus corona yang dirilis kemarin menunjukkan adanya lonjakan yang sangat tajam. Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan Virus Corona Achmad Yurianto mengungkapkan, hingga sore kemarin, jumlah kasus positif corona di Indonesia mencapai 227. Angka ini meningkat tajam dibandingkan sehari sebelumnya yang terdeteksi hanya 172 kasus. Kenaikan ini pun tergolong cepat karena Indonesia baru menyatakan ada kasus positif corona sejak 2 Maret lalu. Total pasien yang meninggal dunia mencapai 19 orang.

Selain jumlah kasus yang tinggi, tingkat kematian pasien juga dua kali lipat jika dibandingkan dengan rata-rata kematian di dunia. Tingkat kematian di Indonesia sebesar 8,37%, sedangkan secara global 4,07%.

Dari 19 pasien yang meninggal dunia tersebut, paling banyak terjadi di wilayah DKI Jakarta. Ancaman terus meningkatnya kasus kematian di Jakarta masih sangat besar karena aktivitas warga di wilayah ini juga tinggi. Diprediksi banyak warga yang sebenarnya telah terpapar namun tidak terdeteksi, baik karena belum muncul gejala, terhambat dalam pemeriksaan, dan kendala lainnya. Pemerintah juga memperkirakan dalam beberapa hari ke depan, potensi peningkatan akan terus berlanjut karena saat ini Indonesia baru memasuki fase awal sebaran. Penurunan kasus paling cepat diperkirakan akan terjadi April mendatang.

Di tengah kondisi ini, pengetatan jam kerja atau aktivitas warga menjadi alternatif solusi untuk mengantisipasi luasnya potensi paparan Covid-19. Hingga kini, pemerintah bersikukuh tidak akan membuat kebijakan karantina total (lockdown) untuk mengendalikan sebaran virus sebagaimana yang telah dilakukan sejumlah negara lain. Pengetatan aktivitas bisa berbentuk pemendekan jam kerja, pembatasan ruang gerak, dan kegiatan lainnya yang bertujuan agar potensi sebaran virus ini bisa lebih terkendali.

Lockdown, DPR Tunggu BNPB

Kalangan DPR menilai upaya pengedalian virus dengan kebijakan lockdown juga menjadi salah satu alternatif solusi yang bisa dilakukan. Namun demikian, DPR akan menunggu laporan terlebih dahulu dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) sebagai leading sector penanggulangan wabah ini. DPR mempersilakan BNPB untuk memantau dan mengukur seberapa penting dilakukannya lockdown. “Silakan Pak Doni (Kepala BNPB Doni Monardo) untuk melaporkan itu kepada pemerintah, dalam hal ini Bapak Presiden dengan berkoodinasi juga dengan DPR untuk menetapkan lockdown atau tidaknya itu,” kata Wakil Ketua DPR Koordinator Politik dan Keamanan (Korpolkam) Azis Syamsuddin kemarin.

Terkait tidak efektifnya social distancing sebagai upaya pencegahan wabah ini, Wakil Ketua Umum Partai Golkar ini tetap memberikan waktu kepada Kepala BNPB untuk menganalisis dan mengambil kesimpulan terkait langkah lanjutan dalam penanganan corona.

Anggota Komisi IX DPR Anwar Hafid mengatakan, potensi terburuk dari dampak virus corona ini harus diantisipasi. "Kemungkinan kondisi ini menjadi terpuruk harus kita siapkan karena masyarakat kita sangat rawan. Negara lain yang tingkat prevalensi kesehatannya lebih baik dari kita saja diserang habis. Kita ini angka prevalensi penyakit TBC, diabetes, sangat tinggi. Kalau kita lihat riwayatnya, virus ini yang rawan kan yang mereka yang menderita penyakit lain," kata mantan bupati Morowali ini.

Namun, Ketua Tim Pakar Gugus Tugas Penanganan Virus Corona Wiku Adisasmito menilai kebijakan social distancing measures sangat efektif. Dengan dasar ini, kebijakan lockdown tidak akan diambil pemerintah. “Membatasi satu wilayah atau daerah dan itu memiliki dampak ekonomi, sosial, dan keamanan, maka dari itu kebijakan itu belum bisa diambil saat ini, social distancing adalah yang paling efektif,” kata Wiku kemarin. Menurut Wiku, selama kontak jarak antarmasyarakat atau interaksi kontak terjaga dengan baik maka itulah yang baik.

Achmad Yurianto juga menandaskan bahwa peningkatan kasus positif corona seperti yang dialami Indonesia saat ini lazim terjadi di negara lain. “Ini kita maklumi dan ini juga menjadi gambaran yang lazim di negara lain dengan fase awal dari kasus munculnya kasus ini,” ungkap Yuri.

Dia memperkirakan dengan kepedulian masyarakat untuk mencegah virus ini yang tinggi dengan melakukan social distancing maka pada April mendatang virus ini bisa terkendali.

Yuri menjelaskan bahwa kenaikan kasus ini terjadi karena semakin intensnya dilakukan contact tracing. Dengan demikian, semakin banyak ditemukan data-data baru warga yang telah terpapar virus. Selain itu, tingkat kesadaran masyarakat untuk memeriksakan kesehatannya secara mandiri juga meningkat. Kesadaran inilah yang membuat pendeteksian orang-orang yang telah terpapar menjadi lebih mudah. Meningkatnya kesadaran warga ini akan diimbangi dengan penambahan fasilitas seperti laboratorium. “Kalau tidak demikian maka akan terjadi gap dan hal ini akan menimbulkan permasalahan. Ini yang akan kita lakukan di dalam kalau minggu-minggu ke depan,” katanya.

Kepala BNPB sekaligus Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan Virus Corona Doni Monardo mengajak semua unsur pemerintahan hingga tingkat rukun tetangga/warga (RT/RW) untuk menangani virus corona. Lurah, kata Doni, adalah struktur pemerintahan yang terendah di tingkat provinsi sehingga bisa difungsikan untuk membantu menjalankan kebijakan yang telah dikeluarkan oleh pemerintah pusat. “Hentikan semua perdebatan. Sekarang waktunya kita meyakinkan warga kita memahami apa yang sedang kita hadapi hari ini. Dan bagaimana kira-kira langkah-langkah antisipatif kita ke depan. Bersatu-padu bergandengan tangan satu sama lainnya adalah solusi yang paling baik saat ini,” terang Doni.

Selain social distancing measures, pemerintah juga telah memperketat aturan pelintasan orang dari dan ke Indonesia, dengan melarang warga negara asing (WNA) yang dalam 14 hari terakhir berkunjung ke delapan negara yakni Iran, Italia, Vatikan, Spanyol, Prancis, Jerman, Swiss, dan Inggris masuk ke Indonesia. Kebijakan ini akan berlaku mulai besok, Jumat (20/3).

Eropa Isolasi Total

Uni Eropa (UE) telah mengisolasi diri selama 30 hari kedepan. Saat ini, puluhan juta masyarakat Eropa telah diimbau diam di rumah, dilarang keluar dari perbatasan, dan dilarang berkumpul. Sejumlah konser, event, festival, hingga karnaval juga dibatalkan.

Kepala Komisi Eropa, Ursulavonder Leyen, mengusulkan agar seluruh pintu perbatasan dikunci dan tidak dibuka kepada siapa pun, terutama warga asing. “Semakin sedikit pergerakan dan kunjungan orang asing, semakin mudah kami mencegah dan mengendalikan virus Covid-19,” ujar Leyen seperti dikutip Aljazeera.

Lebih dari 1.000 aparat keamanan juga telah diterjunkan ke lapangan di Spanyol untuk membantu mengatur pergerakan orang di kota-kota besar setelah pemerintah setempat mendeklarasikan darurat nasional. Di Kota Madrid, satu orang ditangkap dan 199 lainnya didenda karena melanggar peraturan.

Di Austria, polisi juga diperintahkan memisahkan kelompok beranggotakan lebih dari lima orang di tempat umum dan memperketat pengawasan di wilayah perbatasan. Prancis dan Jerman juga sepakat untuk menutup perbatasan mereka, termasuk terhadap UE, kecuali penting. Restoran dan kafe terkenal di Paris juga banyak yang memilih menghentikan layanan. Adapun toko sembako dan distributor pangan diimbau tetap beroperasi, sekalipun pesawat, kereta api, dan bus dikurangi.

Yunani telah mengimbau seluruh gerai bisnis untuk menutup layanan, kecuali super market, apotek, bank, SPBU, dan toko sembako. Setiap warga asing yang baru masuk juga akan dikarantina selama dua pekan, terlepas positif atau tidak.

Rusia yang menutup penerbangan dari dan ke Eropa Barat juga kembali menutup jalur kereta api dari dan ke Eropa Barat. Sebelumnya, Rusia hanya menutup jalur kereta api dari dan ke Ukraina dan Moldova. Swiss telah membatalkan rapat parlemen dan perundingan pemerintah setelah melaporkan 2.200 kasus. (Mufarida/Abdul Rochim/Kiswondari/Muh Shamil/Abdullah M Surjaya)
(nun)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 7.7201 seconds (0.1#10.140)