UGM Ungkap Percakapan Golput Terbanyak di Jabar dan Jakarta

Selasa, 26 Februari 2019 - 06:35 WIB
UGM Ungkap Percakapan Golput Terbanyak di Jabar dan Jakarta
Peneliti Laboratorium Big Data Analytics DPP UGM, Arya Budi (kiri) memberikan keterangan soal percakapan golput pada Pemilu 2019 di Digilib Cafe Fisipol UGM, Senin (25/2/2019). FOTO/SINDOnews/PRIYO SETYAWAN
A A A
YOGYAKARTA - Laboratorium Big Data Analytics Departemen Politik dan Pemerintahan (DPP) Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (Fisipol) UGM selama 19 hari, dari 27 hingga Januari 19 Februari melakukan analisis pemetaan potensi golongan putih (golput) Pemilu 2019. Analisis itu memakai big data percakapan di media sosial Twitter dan pemberitaan di 276 media online tentang isu golput.

Peneliti Laboratorium Big Data Analytics DPP Fisipol UGM, Atya Budi menjelaskan, dari hasil pemetaan isu golput didapatkan dua hasil, yaitu berdasarkan sebaran geografis dan pergerakan waktu atau time series. Pemetaan isu golput berdasarkan sebaran geografis cenderung bersifat Jawa sentris. Jawa Barat, DKI Jakarta, dan Jawa Timur merupakan daerah dengan percakapan isu golput terbanyak dibandingkan daerah lain.

"Data Twitter menunjukkan bahwa Jawa Barat (21.60%), DK| Jakarta (14.94%), Jawa Timur (14,64%)," kata Arya saat konferensi pers di Digilib Cafe Fisipol UGM, Senin (25/2/2019).

Pemetaan isu berdasarkan pergerakan waktu atau time series menunjukkan untuk perbicaraan dan persebaran isu golput menjadi massif. Ini ditandai dengan naiknya percakapan, yaitu dari rata-rata 50 percakapan menjadi di atas 500 percakapan.

Ada dua hal yang mempengaruhi mengapa isu golput itu masif. "Pertama, isu Golput menjadi massif berputar dalam percakapan publik karena adanya pihak-pihak berpengaruh, misalnya akun dengan jumlah pengikut ribuan atau jutaan yang secara sengaja atau tidak memulai perbincangan. Kedua, massifnya isu golput di media sosial terjadi karena momentum politik, misalnya ketika debat calon presiden," kata dosen DPP Fisipol UGM itu.

Selain itu, dari 2.840 total percakapan tentang golput 9,5% percakapan ditujukan untuk mengampanyekan golput atau 1 dari 10 percakapan tentang golput merupakan percakapan untuk mengkampanyekan golput. Di sisi lain, terdapat akun yang dibuat khusus untuk berkampanye golput atau mengajak untuk tidak berpartisipasi dalam Pemilu 2019.

"Ajakan untuk tidak berpartisipasi dalam pemilu paling banyak ditemukan di DKI Jakarta (20 percakapan), Jawa Barat (17 percakapan), dan Jawa Tengah (12 percakapan)," katanya.

Berdasarkan temuan ini, Arya berharap berbagai pihak, terutama penyelenggara pemilu serta para peserta pemilu dapat menindaklanjuti data-data analisis tentang isu golput. Hal ini penting karena selain akan munculnya masalah legitimasi, pemilu hanya akan dinikmati elit jika publik memilih diam di rumah.

Wakil Dekan Fisipol UGM, Wawan Masudi menambahkan golput menjadi ancaman terhadap demokrasi. Sebab pilihan untuk tidak berpartisipasi dalam pemilu akan memberikan dampak delegitimasi demokrasi di Indonesia. Sehingga jika situasi golput dibiarkan maka suara ketidakpercayaan demokrasi akan semakin kuat dan mengalami penggerusan demokrasi.

"Untuk itu semua hal yang bisa memperkuat legitimasi, termasuk partisipasi yang tinggi sangat dibutuhkan," katanya.Menurut Wawan selain adanya ketidakpuasan terhadap incumbent, tetapi oposisi dipandang tidak layak dan juga sebagai ekspresi protes pemungutan suara dan tidak ada sistem wajib pemugutan suara (compulsory voting). Potensi golput ini juga karena sistem politik atau rezim dipandang tidak legitimate.

“Memberikan suara hanya akan memberi legitimasi pada sistem yang ada. Sementara sistem yang ada tidak bisa menjamin fairness sehingga golput
ini menjadi bentuk perlawanan,” ungkapnya.
(amm)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 1.8655 seconds (0.1#10.140)