Pakar Paru Paru UNS Ingatkan Bahaya Abu Vulkanik Gunung Merapi

Rabu, 04 Maret 2020 - 10:30 WIB
Pakar Paru Paru UNS Ingatkan Bahaya Abu Vulkanik Gunung Merapi
Pakar paru paru yang juga Dekan Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo, Reviono. Foto/DOK Humas UNS
A A A
SOLO - Erupsi Gunung Merapi yang terjadi Selasa (3/3/2020) kemarin membuat sejumlah daerah di sekitarnya di guyur abu vulkanik. Jalanan terlihat memutih dan debu debu vulkanik beterbangan.

Dari sisi kesehatan, pakar paru paru yang juga Dekan Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo, Reviono meminta masyarakat patut berhati-hati. Sebab debu vulkanik dari letusan gunung berapi ukurannya sangat kecil, yakni kurang dari 2µm dan mengandung sejumlah kandungan berbahaya yang dapat mengakibatkan gangguan fungsi pernapasan."Abu vulkanik debunya lembut sehingga bisa masuk," kata Reviono dalam siaran persnya, Rabu (3/3/2020).

Di dalam abu vulkanik terdapat beberapa kandungan seperti silika, besi, asbes, dan sulfur. Jika masuk, maka paru-paru bisa radang apabila jumlahnya besar. Serta juga bisa mengakibatkan kemampuan menyaring oksigen di alveolus menjadi berkurang. Selain kandungan abu vulkanik, masih terdapat unsur mayor, seperti aluminium dan kalium dan kandungan-kandungan kimia, seperti silikon dioksida (55%), aluminium oksida (18%), besi oksida (18%), kalsium oksida (8%), dan magnesium oksida (2,5%).(Baca Juga: Gunung Merapi Erupsi, Kabupaten Boyolali Diguyur Hujan Abu)

Apabila debu vulkanik sudah mencapai batas maksimal, maka masyarakat disarankan untuk tetap tinggal di dalam rumah dan menghindari beraktivitas di luar ruangan. Batas maksimal kualitas udara yang dibutuhkan manusia yang dimaksud adalah 150 µgram/m3. Untuk mengurangi gangguan saluran pernapasan akibat abu vulkanik, ia menyarankan agar masyarakat menggunakan masker saat berada di luar rumah.

Selain langkah pencegahan dengan masker, ada cara lain yang bisa dilakukan agar abu vulkanik tidak masuk ke dalam rumah. Di antaranya dengan memasang kawat kasa di jendela atau ventilasi udara. "Satu-satunya cara yang paling efektif adalah pakai masker minimal seperti masker bedah. Kalau di rumah ada penyaring udara (kawat) kasa di jendela," lanjutnya.

Menanggapi harga masker yang melambung tinggi dan jumlahnya sangat terbatas, masyarakat masih dapat melakukan cara lain untuk melindungi saluran pernapasan dari abu vulkanik selain menggunakan masker.Caranya adalah dengan menggunakan sapu tangan yang telah dibasahi dengan air. Meski ia mengatakan cara tersebut tidak terlalu efektif karena pori-pori kain ukurannya lebih besar, namun cara tersebut bisa digunakan sebagai alternatif saat stok masker langka.

Apabila masyarakat memaksakan diri untuk beraktivitas di luar ruangan saat hujan abu vulkanik, dikhawatirkan saluran pernapasan akan mengalami infeksi. Meliputi infeksi akut dan kronis. Jangka pendek/akut, saluran napas bisa bronkitis. Gejalanya batuk kering di awal-awal dan keluar dahak.
"Kalau sudah terinfeksi dahak akan berwarna kuning. Itu terjadi karena ada kuman. Kuman bisa dikeluarkan lewat bulu getar bila sudah ada infeksi. Kalau kronis itu terjadi secara terus-menerus. Di awal-awal tidak ada apa-apa tapi justru itu berbahaya," katanya.
(amm)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 1.6597 seconds (0.1#10.140)