Status Negara Berkembang Dicabut, API Desak AS Beri Perlakuan Khusus

Rabu, 26 Februari 2020 - 07:45 WIB
Status Negara Berkembang Dicabut, API Desak AS Beri Perlakuan Khusus
Wakil Ketua Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Jawa Tengah Liliek Setiawan. Foto/SINDOnews/Ary Wahyu Wibowo
A A A
SOLO - Wakil Ketua Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Jawa Tengah Liliek Setiawan berharap ada perlakuan khusus dari Amerika Serikat di bidang tekstil meski status Indonesia sebagai negara berkembang telah dicabut. Hubungan Indonesia-Amerika di bidang tekstil diprediksi semakin erat menyusul kebijakan ekspor kapas di China dan India, serta merebaknya virus Corona.

"Delegasi kami dari Asosiasi bersama CCI (Cotton Council International) telah ketemu dengan stakholder di sana (Amerika). Mulai asosiasi petani hingga Duta Besar," kata Liliek Setiawan di sela sela seminar The Economics of The Mills oleh Rieter dan Recent Discoveries about the Quality of US Cotton oleh Indonesia Cotton Council International (CCI) yang digelar di Kota Solo, Selasa (25/2/2020).

Dalam pertemuan itu, dari Indonesia menanyakan apakah ada perlakuan khusus jika menjual produk dengan banderol cotton US karena 51% memakai cotton mereka. Sebab jika Indonesia sudah tidak masuk negara berkembang, tentunya perlakuan sama seperti negara maju seperti Korea Selatan. Pada sisi lain, Indonesia menjadi pasar yang menarik bagi petani kapas Amerika.

Seperti diketahui, tekstil terdapat dua raw material, yakni serat alam dan serat buatan. Serat alam yang paling bisa dikembangkan adalah kapas karena paling murah. Di negara negara penghasil cotton atau kapas yang memiliki iklim empat musim, kapas dapat tumbuh dengan bagus. Seperti India, China, Bangladesh, Pakistan, dan Amerika.

Selain itu, di negara negara penghasil kapas itu, pemerintahnya ikut melibatkan diri dengan memberikan subsidi, sehingga otomatis Indonesia kesulitan bersaing. Kasus itu sama seperti komoditi bawang putih.

Diakuinya, penghasil cotton terbaik saat ini masih Amerika Serikat dengan stok yang melimpah. Meski demikian, Amerika tidak memiliki industri tekstil yang besar. Industri tekstil di negeri Paman Sam sangat minim. Berbeda dengan China atau India, AS mulai menerapkan kebijakan sedapat mungkin tidak menjual produk bahan mentah. Mereka tidak mau menjual raw material ke Indonesia.

Adapun China dan India merupakan negara dengan penduduk terbesar di dunia, sehingga pemerintahnya sedapat mungkin menyediakan lapangan pekerjaan. Sehingga mau tak mau maka akan bersinggungan dengan industrialisasi. Sehingga kedua negara kini tidak terlalu bersemangat menjual bahan mentah ke negara lain.

Dengan demikian, ketergantungan Indonesia terhadap kebutuhan kapas dari Amerika diperkirakan akan semakin meningkat. Terlebih saat ini China saat ini sedang shutdown akibat merebaknya virus Corona di negara itu, sehingga mata rantai dengan Negeri Tirai Bambu menjadi terputus. "Ini membuka mata kita semua bahwa tidak bisa terus bergantung dengan China," ujarnya.

Pihaknya memprediksi kasus seperti virus Corona suatu saat akan kembali terjadi lagi. Saat ini, ketergantungan kapas dengan China sudah mulai minim sekali. Namun yang menjadi problem adalah China menjadi salah satu tujuan ekspor terbesar Indonesia, sehingga ekspor tekstil Indonesia menjadi berkurang.

Dirinya yakin US cotton penggunaannya semakin besar. Jika memakai US cotton lebih dari 50%, maka Indonesia dapat memasang logo US Cotton. Harapannya dapat membanderol atau menaikkan harga jual.
Secara nasional, serapan kapas dari Amerika sekitar USD8 miliar untuk bahan baku secara keseluruhan. Dari jumlah itu, untuk US cotton paling sedikit, sekitar 50%.

Lebih jauh diungkapkan, Provinsi Jawa Tengah diproyeksikan menjadi sentra industri pertekstilan baru. Sejumlah perusahaan, terutama perusahaan asing tengah membidik wilayah Kendal sembari menunggu apakah Omnibus Law dapat lolos.

Foreign direct investmen atau perusahaan asing telah indent di Kendal Industrial Park. "Tapi mereka masih intip-intip apakah Omnibus Law gol atau tidak. Ini sesuatu yang krusial," ucapnya.

Jika Jawa Tengah menjadi sentra pertekstilan yang baru, maka tidak bisa dipungkari bahwa nanti pemakaian juga semua raw material akan terjadi di Jawa Tengah.
(amm)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 7.0820 seconds (0.1#10.140)