Dewan Nilai Pembebasan SPP Sekolah Negeri Kurang Tepat

Jum'at, 21 Februari 2020 - 08:30 WIB
Dewan Nilai Pembebasan SPP Sekolah Negeri Kurang Tepat
Program SPP gratis bagi siswa SMA/SMK/SLB negeri di Jawa Tengah mendapat kritikan. FOTO/DOK SINDOnews
A A A
SEMARANG - Upaya pemerintah melakukan pembebasan sumbangan pembinaan pendidikan (SPP) bagi sekolah negeri jenjang SMA, SMK, dan SLB dinilai kurang tepat.

Anggota Komisi E DPRD Jawa Tengah Muh Zen menilai, kebijakan itu menyisakan sejumlah masalah.

”Saya kira kalau semua SMA dan SMK negeri digratiskan SPP tidak efektif. Karena kebutuhan masing-masing sekolah berbeda. Seharusnya kalau ingin menggratiskan, khusus untuk siswa kurang mampu,” ujar Zen, Kamis (20/2/2020).

Politikus Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) ini berpendapat, pemerintah selayaknya memprioritaskan jaminan kepada semua masyarakat untuk mendapat pendidikan layak.

“Artinya, anak dari keluarga miskin yang tidak dapat masuk sekolah negeri juga mendapat fasilitas pendidikan gratis,” tegas anggota DPRD Jawa Tengah dari daerah pemilihan (dapil) Pati dan Rembang ini

Saat melakukan reses di Kabupaten Pati, Zen menyatakan juga membahas masalah ini. Menurutnya, siswa tidak mampu yang bersekolah di lembaga swasta harus diperhatikan pula. Karena itu, akan lebih tepat jika diambil kebijakan subsidi silang.

”Kalau mau melihat lebih dekat, sebenarnya tidak sedikit sekolah negeri yang diisi mayoritas siswa dari keluarga berada. Kalau siswa kategori itu juga mendapat fasilitas bebas SPP maka kurang tepat,” bebernya.

Sementara di sisi lain banyak pelajar yang terancam putus sekolah karena terbebani biaya di sekolah swasta. Atas dasar itu, menurutnya, subsidi silang lebih menjamin warga miskin mendapat layanan pendidikan.

“Bagi sekolah negeri, konsekuensinya yakni tetap diperbolehkan menarik sumbangan dari orang tua yang mampu melalui komite,” kata Ketua Persatuan Guru Swasta Indonesia (PGSI) Jawa Tengah ini.

Dia menjelaskan, jumlah sumbangan dipublikasikan secara terbuka dan detail melalui media, baik papan pengumuman, website sekolah, maupun media massa. Sumbangan juga harus terencana penggunaannya dengan memasukkan ke rencana kegiatan dan anggaran sekolah (RKAS) serta sifatnya tidak terus menerus, disesuaikan dengan kebutuhan.

Zen juga menyoroti perhatian pemerintah terhadap sekolah swasta yang masih kurang. Dia menilai, sarana dan prasana sekolah swasta banyak yang di bawah standar pelayanan minimal (SPM). "Itu belum termasuk honor guru yang jauh dari penghasilan layak,” jelasnya.

Atas dasar itu, dia berpendapat jika ingin menstandarkan pendidikan, maka unsur-unsur tersebut harus dipenuhi. Termasuk meningkatkan Bantuan Operasional Sekolah Daerah (Bosda) Provinsi Jateng.

“Tidak cukup hanya Rp250 ribu per siswa per tahun bagi sekolah berakreditasi B dan Rp500 ribu per siswa per tahun untuk sekolah dengan akreditasi,” tukasnya.
(nun)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 0.7537 seconds (0.1#10.140)